- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
4 BUMN ini Dihajar Sederet Masalah di Periode Pertama Jokowi


TS
jkwselalub3n4r
4 BUMN ini Dihajar Sederet Masalah di Periode Pertama Jokowi

Quote:
Jakarta, CNBC Indonesia - Joko Widodo-Ma'ruf Amin ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2019 dan keduanya akan dilantik pada Oktober mendatang sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024. Itu artinya, tinggal 3 bulan lagi periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir.
Namun jelang berakhirnya 5 tahun pertama Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla, masih ada pekerjaan rumah terkait dengan badan usaha milik negara (BUMN) yang patut menjadi perhatian atau tugas berat.
Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu tentu tidak ingin pada saat kepemimpinannnya berakhir, masih ada noda alias noktah yang belum terhapus di BUMN. Jokowi, barangkali juga berharap di periode pertama kabinetnya, semua masalah BUMN bisa selesai sehingga perusahaan negara ini bisa ikut mendorong geliat laju ekonomi dalam negeri.
Sayangnya, sepanjang semester I-2019 ini, masalah BUMN terus mencuat ke permukaan dan menjadi sorotan pelaku pasar.
Setidaknya ada empat BUMN yang mengalami kesulitan keuangan. Hebatnya lagi, empat BUMN tersebut berasal dari sektor yang berbeda-beda yaitu jasa transportasi, manufaktur, jasa logistik dan keuangan. Artinya tak ada isu spesifik di satu industri yang membuat kinerja keuangan empat BUMN ini mengalami masalah.
Selain itu, masalah keuangan yang menimpa empat BUMN merupakan 'dosa' turunan yang sifatnya akumulatif. Sudah berlangsung bertahun-tahun dan belum ketemu jurus jitu untuk mengatasi masalahnya kendati sudah berganti pucuk pimpinan (meski tugasnya belum selesai).
1. Restatement & Rugi Triliunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
Emiten penerbangan BUMN, Garuda Indonesia (GIAA) belakangan jadi sorotan publik karena menyajikan laporan keuangan tahun buku 2018 tak sesuai dengan standar akuntansi.
Garuda akhirnya menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018. Dalam penyajian ulang laporan keuangan tersebut, Garuda mencatatkan kerugian, bukan untung seperti yang dilaporkan sebelumnya.
Dalam materi paparan publik yang disampaikan Garuda dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), setelah ada penyesuaian pencatatan maskapai penerbangan ini merugi US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun (kurs Rp 14.004/US$).
Beruntung pada kuartal I-2019 kinerja Garuda mulai membaik. Langkah perseroan menaikkan harga tiket berdampak positif terhadap kinerja kuartal I-2019.
"(Kuartal I-2019) untung US$ 19,7 juta. Ini pure operasional jadi tidak ada one off. Jadi kondisi Garuda dengan model bisnis baru cukup solid," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal, dalam public expose insidentil di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (26/07/2019).
Baca:
Trump Kembali Semprot Beijing, Wall Street Dibuka Tergelncir
2. Jiwasraya & Nasib Dana Nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
Ada juga BUMN sektor keuangan yakni Asuransi Jiwasraya yang tengah menghadapi masalah. Asuransi jiwa pelat merah ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.
Problem kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo terdapat di produk bancassurance. Nilainya mencapai Rp 802 miliar.
Ada tujuh bank yang memasarkan produk bancassurance yang diketahui bernama JS Proteksi Plan Jiwasraya. Yakni Bank Tabungan Negara
(BTN), Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Sebelumnya, Jiwasraya menawarkan skema roll over kepada pemegang polis yang pembayaran klaimnya ditunda. Produk JS Saving Plan yang ditunggak mencapai Rp 805 miliar.
Baca:
Baru Diakuisisi, BRI Langsung Suntik BRI Ventures Rp 800 M
3. Pos & Nasib Bisnis Logistik PT Pos Indonesia (Persero)
Persoalan keuangan juga dialami Pos Indonesia, meskipun tak tercatat dalam bukunya ada kerugian. Merujuk pada laporan keuangan tahunan Pos Indonesia, laba bersih memang selalu dicatat. Setidaknya sejak tahun 2012, laba demi laba terus menghiasi halaman laporan keuangan.
Teranyar, pada tahun 2018 Pos mencatat laba bersih sebesar Rp 127 miliar atau turun dari posisi 2017 sebesar Rp 355 miliar.
Tengok saja arus kas perusahaan kerap kali tercatat negatif. Sepanjang periode 2012-2018, perusahaan pos nasional tersebut hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali. Sisanya berwarna merah alias negatif.
Posisi kas Pos Indonesia cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2018, posisi kas hanya sebesar Rp 2,64 triliun atau terendah sejak tahun 2012.
Baca:
BPK: Krakatau Steel Harus Hentikan Proyek Blast Furnace!
4. KRAS Dijarah Habis-Habisan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
Adapun yang paling hangat adalah awan mendung masih menggelayuti nasib Krakatau Steel (KRAS). Perusahaan baja milik negara ini bertubi-tubi didera persoalan.
Perseroan didera kerugian selama 7 tahun berturut-turut, utang menggunung, isu PHK massal, hingga mundurnya komisaris independen belum lama ini.
Direktur Utama KRAS Silmy Karim pernah mengatakan perseroan menargetkan efisiensi atau perampingan sekitar 2.400 karyawan organik di perusahaan induk hingga tahun depan, baik itu melalui natural retirement, pengalihan tenaga kerja ke anak perusahaan, maupun program pensiun dini.
Setidaknya ada 800 karyawan yang akan memasuki masa pensiun hingga tahun depan serta pengalihan 600 karyawan dari perusahaan induk ke anak-anak perusahaan KS.
Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.
"Jadi KS ini jadi seperti bonsai, ada kepentingan yang bermain."
Namun jelang berakhirnya 5 tahun pertama Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla, masih ada pekerjaan rumah terkait dengan badan usaha milik negara (BUMN) yang patut menjadi perhatian atau tugas berat.
Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu tentu tidak ingin pada saat kepemimpinannnya berakhir, masih ada noda alias noktah yang belum terhapus di BUMN. Jokowi, barangkali juga berharap di periode pertama kabinetnya, semua masalah BUMN bisa selesai sehingga perusahaan negara ini bisa ikut mendorong geliat laju ekonomi dalam negeri.
Sayangnya, sepanjang semester I-2019 ini, masalah BUMN terus mencuat ke permukaan dan menjadi sorotan pelaku pasar.
Setidaknya ada empat BUMN yang mengalami kesulitan keuangan. Hebatnya lagi, empat BUMN tersebut berasal dari sektor yang berbeda-beda yaitu jasa transportasi, manufaktur, jasa logistik dan keuangan. Artinya tak ada isu spesifik di satu industri yang membuat kinerja keuangan empat BUMN ini mengalami masalah.
Selain itu, masalah keuangan yang menimpa empat BUMN merupakan 'dosa' turunan yang sifatnya akumulatif. Sudah berlangsung bertahun-tahun dan belum ketemu jurus jitu untuk mengatasi masalahnya kendati sudah berganti pucuk pimpinan (meski tugasnya belum selesai).
1. Restatement & Rugi Triliunan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
Emiten penerbangan BUMN, Garuda Indonesia (GIAA) belakangan jadi sorotan publik karena menyajikan laporan keuangan tahun buku 2018 tak sesuai dengan standar akuntansi.
Garuda akhirnya menyajikan ulang (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018. Dalam penyajian ulang laporan keuangan tersebut, Garuda mencatatkan kerugian, bukan untung seperti yang dilaporkan sebelumnya.
Dalam materi paparan publik yang disampaikan Garuda dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), setelah ada penyesuaian pencatatan maskapai penerbangan ini merugi US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun (kurs Rp 14.004/US$).
Beruntung pada kuartal I-2019 kinerja Garuda mulai membaik. Langkah perseroan menaikkan harga tiket berdampak positif terhadap kinerja kuartal I-2019.
"(Kuartal I-2019) untung US$ 19,7 juta. Ini pure operasional jadi tidak ada one off. Jadi kondisi Garuda dengan model bisnis baru cukup solid," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal, dalam public expose insidentil di Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (26/07/2019).
Baca:
Trump Kembali Semprot Beijing, Wall Street Dibuka Tergelncir
2. Jiwasraya & Nasib Dana Nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
Ada juga BUMN sektor keuangan yakni Asuransi Jiwasraya yang tengah menghadapi masalah. Asuransi jiwa pelat merah ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.
Problem kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo terdapat di produk bancassurance. Nilainya mencapai Rp 802 miliar.
Ada tujuh bank yang memasarkan produk bancassurance yang diketahui bernama JS Proteksi Plan Jiwasraya. Yakni Bank Tabungan Negara
(BTN), Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Sebelumnya, Jiwasraya menawarkan skema roll over kepada pemegang polis yang pembayaran klaimnya ditunda. Produk JS Saving Plan yang ditunggak mencapai Rp 805 miliar.
Baca:
Baru Diakuisisi, BRI Langsung Suntik BRI Ventures Rp 800 M
3. Pos & Nasib Bisnis Logistik PT Pos Indonesia (Persero)
Persoalan keuangan juga dialami Pos Indonesia, meskipun tak tercatat dalam bukunya ada kerugian. Merujuk pada laporan keuangan tahunan Pos Indonesia, laba bersih memang selalu dicatat. Setidaknya sejak tahun 2012, laba demi laba terus menghiasi halaman laporan keuangan.
Teranyar, pada tahun 2018 Pos mencatat laba bersih sebesar Rp 127 miliar atau turun dari posisi 2017 sebesar Rp 355 miliar.
Tengok saja arus kas perusahaan kerap kali tercatat negatif. Sepanjang periode 2012-2018, perusahaan pos nasional tersebut hanya mampu membukukan arus kas positif sebanyak tiga kali. Sisanya berwarna merah alias negatif.
Posisi kas Pos Indonesia cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2018, posisi kas hanya sebesar Rp 2,64 triliun atau terendah sejak tahun 2012.
Baca:
BPK: Krakatau Steel Harus Hentikan Proyek Blast Furnace!
4. KRAS Dijarah Habis-Habisan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
Adapun yang paling hangat adalah awan mendung masih menggelayuti nasib Krakatau Steel (KRAS). Perusahaan baja milik negara ini bertubi-tubi didera persoalan.
Perseroan didera kerugian selama 7 tahun berturut-turut, utang menggunung, isu PHK massal, hingga mundurnya komisaris independen belum lama ini.
Direktur Utama KRAS Silmy Karim pernah mengatakan perseroan menargetkan efisiensi atau perampingan sekitar 2.400 karyawan organik di perusahaan induk hingga tahun depan, baik itu melalui natural retirement, pengalihan tenaga kerja ke anak perusahaan, maupun program pensiun dini.
Setidaknya ada 800 karyawan yang akan memasuki masa pensiun hingga tahun depan serta pengalihan 600 karyawan dari perusahaan induk ke anak-anak perusahaan KS.
Berdasarkan laporan keuangan KRAS 2018, tercatat utang mencapai US$ 2,49 miliar, naik 10,45% dibandingkan 2017 sebesar US$ 2,26 miliar. Utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1,59 miliar, naik 17,38% dibandingkan 2017 senilai US$ 1,36 miliar.
"Jadi KS ini jadi seperti bonsai, ada kepentingan yang bermain."
https://www.cnbcindonesia.com/market...pertama-jokowi
4 BUMN kena masalah



galuhsuda dan User telah dihapus memberi reputasi
0
2.3K
Kutip
21
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan