- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Merah, Hijau, dan Hitam
TS
rz0601
Merah, Hijau, dan Hitam
Jadi, sebenarnya aku bukanlah penulis yang handal, yang pandai dalam menceritakan sebuah kisah dalam bentuk tulisan. Tapi, entah mengapa perasaanku saat ini sangat membuncah untuk menulis. Entah aku lelah dengan curhat dan curcol kepada sahabat atau teman dekat, tapi rasanya gatal sekali untuk mengungkapkannya.
Tak peduli lagi aku entah siapa yang akan membaca cerita ini, entah teman ku di kampus atau teman sepermainan, yang mungkin akan menjadikan cerita ini sebagai bahan obrolan dan ghibahnya aku sudah nggak peduli, yang ku pikir sekarang hanyalah aku ingin bercerita, entah nanti aku akan menyesal karena telah menulisnya aku sudah nggak peduli lagi, yang penting perasaan galau sakit hatiku bisa teratasi dengan baik.
Oke, cerita ini bermula dari aku yang pergi merantau jauh dari tempat asalku, dimana aku harus menjangkau tempat rantau ini dengan transportasi udara, laut juga bisa sih tapi takut aja. Mengapa merantau? Bodohnya aku telah merencanakan ini sejak aku bertemu seorang cowok yang ku rasa adalah yang paling sempurna yang aku temui di internet, hanya 3 bulan kami bersua kemudian kami harus berpisah karena alasan yang nanti akan aku ceritakan. Setelah 2 tahun kejadian perpisahan mengharukan dan dramatis itu, akhirnya aku benar-benar melakukan rencana ini, aku merantau dengan motivasiku adalah dia. Aku kuliah di tempat yang sama dengannya, dengan jurusan yang sama, namun dia sudah tidak aktif di kampus itu karena terlalu lama menyelesaikan kuliahnya.
Singkat cerita aku mengikuti berbagai rangkaian kegiatan yang wajib dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan lulus dari kampus tersebut, mereka menyebutnya P2KK. Aku mengikuti kegiatan itu selama seminggu kemudian aku pulang kampung. Ketika itu, banyak sekali maba yang memasuki grup sesuai dengan jurusannya, dan disitulah aku menjadi maba paling aktif dalam bersosial media karena aku tidak ada kegiatan lain selain rebahan ketika itu karena menunggu kegiatan dari kampus tersebut lagi untuk 2 atau 3 bulan ke depan. Dan dari grup itu lah cerita ini akan dimulai.
Di grup itu, setiap hari terjadi interaksi, karena maba yang merantau sangat butuh koneksi agar tak meraa sepi ketika nanti di perantauan dan benar-benar sendirian. Dan aku benar-benar merasakan euphoria itu, aku memperluas semua komunikasiku, aku menjadikan diriku orang paling baik dan ramah, yang paling tahu semua jawaban dari pertanyaan maba-maba yang bingung. Dan pada saat itulah orang-orang mulai mengenaliku, menjadikanku teman mereka, akrab di dunia maya dan saling mengikuti di sosial media. Apalagi aku, yang paling aktif mempromosikan Instagramku, momen itu masih melekat di memori mereka sampai sekarang haha.
Setelah beberapa waktu sangat aktif di grup dan saling save nomer, ada satu cowok yang memintaku untuk menyimpan nomornya secara pribadi, aku balas dengan singkat kala itu, karena aku nggak terlalu mengenalnya dalam grup, mungkin dia tidak terlalu aktif dalam berbalas pesan disana. Ketika itu, tak pernah aku membayangkan cerita ini akan serumit hari ini, semenyakitkan hari ini, dan membuatku sejatuh ini sampai selelah ini.
Tak peduli lagi aku entah siapa yang akan membaca cerita ini, entah teman ku di kampus atau teman sepermainan, yang mungkin akan menjadikan cerita ini sebagai bahan obrolan dan ghibahnya aku sudah nggak peduli, yang ku pikir sekarang hanyalah aku ingin bercerita, entah nanti aku akan menyesal karena telah menulisnya aku sudah nggak peduli lagi, yang penting perasaan galau sakit hatiku bisa teratasi dengan baik.
Oke, cerita ini bermula dari aku yang pergi merantau jauh dari tempat asalku, dimana aku harus menjangkau tempat rantau ini dengan transportasi udara, laut juga bisa sih tapi takut aja. Mengapa merantau? Bodohnya aku telah merencanakan ini sejak aku bertemu seorang cowok yang ku rasa adalah yang paling sempurna yang aku temui di internet, hanya 3 bulan kami bersua kemudian kami harus berpisah karena alasan yang nanti akan aku ceritakan. Setelah 2 tahun kejadian perpisahan mengharukan dan dramatis itu, akhirnya aku benar-benar melakukan rencana ini, aku merantau dengan motivasiku adalah dia. Aku kuliah di tempat yang sama dengannya, dengan jurusan yang sama, namun dia sudah tidak aktif di kampus itu karena terlalu lama menyelesaikan kuliahnya.
Singkat cerita aku mengikuti berbagai rangkaian kegiatan yang wajib dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan lulus dari kampus tersebut, mereka menyebutnya P2KK. Aku mengikuti kegiatan itu selama seminggu kemudian aku pulang kampung. Ketika itu, banyak sekali maba yang memasuki grup sesuai dengan jurusannya, dan disitulah aku menjadi maba paling aktif dalam bersosial media karena aku tidak ada kegiatan lain selain rebahan ketika itu karena menunggu kegiatan dari kampus tersebut lagi untuk 2 atau 3 bulan ke depan. Dan dari grup itu lah cerita ini akan dimulai.
Di grup itu, setiap hari terjadi interaksi, karena maba yang merantau sangat butuh koneksi agar tak meraa sepi ketika nanti di perantauan dan benar-benar sendirian. Dan aku benar-benar merasakan euphoria itu, aku memperluas semua komunikasiku, aku menjadikan diriku orang paling baik dan ramah, yang paling tahu semua jawaban dari pertanyaan maba-maba yang bingung. Dan pada saat itulah orang-orang mulai mengenaliku, menjadikanku teman mereka, akrab di dunia maya dan saling mengikuti di sosial media. Apalagi aku, yang paling aktif mempromosikan Instagramku, momen itu masih melekat di memori mereka sampai sekarang haha.
Setelah beberapa waktu sangat aktif di grup dan saling save nomer, ada satu cowok yang memintaku untuk menyimpan nomornya secara pribadi, aku balas dengan singkat kala itu, karena aku nggak terlalu mengenalnya dalam grup, mungkin dia tidak terlalu aktif dalam berbalas pesan disana. Ketika itu, tak pernah aku membayangkan cerita ini akan serumit hari ini, semenyakitkan hari ini, dan membuatku sejatuh ini sampai selelah ini.
anasabila dan 2 lainnya memberi reputasi
3
682
10
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan