TS
nabilacakap
Untuk Biru
Sebenarnya malam ini menyengangkan, seperti dulu ketika kita sering beradu cerita memalui telfon genggam. Obrolan tak pernah berujung hingga kantuk berkunjung. Bahkan, seringkali kau malah terditur pulas sebelum kisah ku selesai di ceritakan. Aku sering tersenyum. Kala berbicara sendiri ketika nafas tidur mu terdengar menggema pada telinga ku. Lucu memang. Itu mengapa, aku sangat suka mengdengarnya tanpa bosan. Bagai bulan dan bintang di malam hari, nafasmu penenang sebelum kantuk mengunjungi, biru ku.
Kau tahu, mengapa dalam tulisan-tulisan ku kau ku sebut biru. Itu karena aku menyukai langit biru. Ku tatap ia baik-baik, sebab kau ada di sana-biru. Terkadang rindu ku terbayarkan dengan menatapnya.
Bahkan...
Siang hari bagiku tak pernah membosankan. Karena di atas sana ada bentuk kamu, iya langit biru. Aku suka lebih lama menatapnya, bukan dikala rindu saja. Tapi, saat aku lelah akan rutinitas yang menghampiri. Ku lihat kau baik-baik di atas sana, aku terjebak dalam alunan gema imaji di kepala . Seperti di hipnotis. Lelah yang menghampiri, tiba-tiba pergi dan enggan mengusik tubuh ku lagi. Sehebat itu kau biru. Sungguh, hanya dengan menatap mu saja aku bisa kembali utuh.
Naasnya semua itu sudah berlalu. Kini kita tak pernah bertegur sapa lagi, enggan untuk saling merindukan kembali. Bahkan langit biru tak pernah seindah dulu lagi.
Aku masih menerka-nerka atas keputusan mu. Mengapa kita harus saling mengikhlaskan jika setelahnya harus merasakan luka yang begitu dalam? Mengapa juga kita harus tak saling sapa, jika di dalam hati terus mendamba?
Bagaimana mungkin sekarang mudah melupakan, sementara kenangan yang kau berikan begitu amat menyenangkan. Bagaimana juga aku bisa membenci mu, sementara rindu ku selalu untuk mu. Jujur, aku seperti orang tersesat di hutan tanpa tahu arah jalan pulang. Di hantui sepi, di tengah keramaian yang lalu lalang.
Perpisahan ini mendewasakan, menyadari semua adalah garis Tuhan.
Sudahlah, nikamti saja. Berdamai dengan lara. Semoga cepat sembuh dari segala luka. Aku, di sini selalu mendoakan mu agar selalu terjaga dan bahagia.
--Dan menyadarkan bahwa tentang "kita" adalah fana.
Kau tahu, mengapa dalam tulisan-tulisan ku kau ku sebut biru. Itu karena aku menyukai langit biru. Ku tatap ia baik-baik, sebab kau ada di sana-biru. Terkadang rindu ku terbayarkan dengan menatapnya.
Bahkan...
Siang hari bagiku tak pernah membosankan. Karena di atas sana ada bentuk kamu, iya langit biru. Aku suka lebih lama menatapnya, bukan dikala rindu saja. Tapi, saat aku lelah akan rutinitas yang menghampiri. Ku lihat kau baik-baik di atas sana, aku terjebak dalam alunan gema imaji di kepala . Seperti di hipnotis. Lelah yang menghampiri, tiba-tiba pergi dan enggan mengusik tubuh ku lagi. Sehebat itu kau biru. Sungguh, hanya dengan menatap mu saja aku bisa kembali utuh.
Naasnya semua itu sudah berlalu. Kini kita tak pernah bertegur sapa lagi, enggan untuk saling merindukan kembali. Bahkan langit biru tak pernah seindah dulu lagi.
Aku masih menerka-nerka atas keputusan mu. Mengapa kita harus saling mengikhlaskan jika setelahnya harus merasakan luka yang begitu dalam? Mengapa juga kita harus tak saling sapa, jika di dalam hati terus mendamba?
Bagaimana mungkin sekarang mudah melupakan, sementara kenangan yang kau berikan begitu amat menyenangkan. Bagaimana juga aku bisa membenci mu, sementara rindu ku selalu untuk mu. Jujur, aku seperti orang tersesat di hutan tanpa tahu arah jalan pulang. Di hantui sepi, di tengah keramaian yang lalu lalang.
Perpisahan ini mendewasakan, menyadari semua adalah garis Tuhan.
Sudahlah, nikamti saja. Berdamai dengan lara. Semoga cepat sembuh dari segala luka. Aku, di sini selalu mendoakan mu agar selalu terjaga dan bahagia.
--Dan menyadarkan bahwa tentang "kita" adalah fana.
anasabila memberi reputasi
1
327
4
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan