- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mesuji Berdarah Tagih Janji Reforma Agraria


TS
noldeforestasi
Mesuji Berdarah Tagih Janji Reforma Agraria

Beginilah akibatnya jika pemerintah tidak pernah benar-benar serius meluangkan waktunya untuk menyelesaikan konflik agraria.
Problem agraria alias pertanahan di negeri ini memang amat pelik. Bukan cuma perselisihan antara warga dan pengusaha, tak jarang warga juga harus menghadapi negara karena hak hidupnya dirampas atas nama “kepentingan umum.”
Rabu (17/7), kerusuhan berdarah di kawasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Mesuji, Lampung, berulang lagi kemarin. Bentrokan terjadi di hutan tanaman industri Mekar Jaya Abadi KHP Register 45 SBM. Pemicunya adalah rasa tidak terima salah seorang warga atas kegiatan pembajakan tanah. Akibatnya, empat orang tewas dan tujuh lainnya terluka
Bentrokan semacam itu bukan kejadian sekali-dua kali di Mesuji. Secara umum penyebabnya dipicu oleh masalah sengketa lahan, namun ada juga yang gara-gara masalah sepele meski berakar pada perkara perebutan lahan.
Wilayah bernama Mesuji tak hanya ada di Lampung. Ada juga Mesuji yang merupakan kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Kedua wilayah tersebut berbatasan langsung.
Pemicu konflik pun sifatnya multidimensional. Mulai dari konflik agraria (lahan), ekonomi, budaya, maupun tindak kriminal biasa. Namun, konflik tersebut seringkali meluas menjadi konflik kekerasan komunal yang membawa isu etnik.

Namun umumnya, konflik di Mesuji dipicu masalah agraria (lahan). Sejak reformasi, konflik pertanahan di Mesuji kerap terjadi. Lantaran kala itu, negara dinilai sering menyerobot tanah masyarakat lokal. Kemudian konflik ini berkembang menjadi menjadi konflik antara warga dengan perusahaan. Yakni, ketika negara banyak memberikan konsesi pengelolaan lahan hutan kepada pengusaha.
Persoalan makin kompleks ketika warga pendatang juga masuk hutan untuk membuka lahan pertanian. Selain membuka pertanian, mereka juga mendirikan rumah dan bangunan permanen. Kedatangan para pendatang ini pun sempat menjadi pemicu segregasi sosial di Mesuji.
Selang sehari, peristiwa yang kurang lebih sama terjadi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pihak berwajib menangkap sebanyak 45 orang yang merupakan kelompok tani Serikat Mandiri Batanghari (SMB) karena telah melakukan penyerangan dan perusakan kantor PT Wira Karya Sakti (WKS) di Distrik VIII di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Selain merusak fasilitas kantor, massa juga melukai tim Satgas Terpadu Karhutla yaitu 3 anggota TNI serta 2 anggota polisi di lokasi. Pemicu pun tidak juah-jauh dari konflik lahan antara massa SMB dengan pemilk izin usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-THR) di Desa Belanti Jaya, Kabupaten Batanghari, Jambi.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang belum benar-benar mampu menyelesaikan persoalan tumpang tindih aturan, yakni terkait izin regulasi, izin tata ruang, dan izin konsesi. Padahal, pada Jumat (3/5) lalu ia baru saja memerintahkan kepada kabinetnya untuk segera menyelesaikan konflik agraria yang ada.
Hal ini dinilai penting agar rakyat memiliki kepastian hukum dan rasa keadilan. Jokowi menegaskan dirinya pernah menyampaikan jika ada desa atau kampung di lahan konsesi, maka lahan konsesi yang sudah ditempati itu diberikan kepada masyarakat. Jika pemegang konsesi itu tidak mau memberikan sebagian lahannya itu kepada masyarakat, maka konsesi untuk perusahaan yang bersangkutan dicabut seluruhnya.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan Peraturan Menteri KLHK No.P.84/Menlhk-Setjen/2015 tentang Penanganan Konflik Tenurial Kawasan Hutan, tapi tidak bisa meredam konflik yang terjadi.

Manajer Kebijakan Eksekutif Walhi Boy Evan Sembiring bilang, bukan pertama kalinya Jokowi menyinggung soal pencabutan izin atau konsesi. Pernyataan serupa termaktub dalam Nawacita I, yang merupakan visi dan misi eks walikota Solo tersebut pada periode pemerintahannya yang pertama.
Ia mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk menerbitkan regulasi yang dapat mempercepat penyelesaian konflik agraria. Bentuknya bisa Peraturan Pemerintah (PP) atau Perpres. Substansi aturan itu bisa merujuk TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA.
Sayangnya, tersebut tampak makin hari makin menjauh. Menyimak isi pidato pertama sebagai presiden terpilih periode 2019-2024 dengan tema 'Visi Indonesia' di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/7), Jokowi menggebu-gebu memastikan akan membuka keran investasi selebar-lebarnya, demi tercipta lapangan kerja sebesar-besarnya.
Hal tersebut tentu saja memunculkan potensi berulangkembalinya konflik agraria antara masyarakat dengan investor, hal yang selama ini belum mampu dibenahi pemerintahan Jokowi.
Acuan:
Konflik di Mesuji, Polisi Minta Sikap Pengelola Hutan Lindung
Riwayat Panjang Konflik Tanah Berdarah di Mesuji
Penyerangan Tim Satgas Karhutla Polisu TNI di Jambi 45 Orang






adriantimur dan 2 lainnya memberi reputasi
1
2.6K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan