- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ronaldo Yawan manyisakan sejumlah misteri dalam kematiannya di Biak Papua


TS
denias168
Ronaldo Yawan manyisakan sejumlah misteri dalam kematiannya di Biak Papua
Papua No. 1 News Portal | Jubi

Jayapura, Jubi – Komnas HAM perwakilan Papua menyatakan ada beberapa hal yang masih menjadi misteri terkait meninggalnya Ronaldo Yawan, tahanan Polres Biak Numfor yang ditemukan gantung diri menggunakan ikat pinggang pada Sabtu pagi (15/7/2019).
Kepala kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan hasil investigasi tim yang dipimpinnya selama dua hari di Biak, ada beberapa hal yang masih mesti diungkap, meski hasil autopsi menyatakan almarhum meninggal gantung diri.
Menurut Ramandey, salah satu yang mesti diungkap kebenarannya adalah surat wasiat yang ditemukan dalam kantong celana Ronaldo Yawan, saat jenazah berada di rumah sakit. Surat yang diduga ditulis almarhum itu berisikan pesan kepada kakak dan kedua orangtuanya.
Bunyi surat wasiat tersebut yakni “Kambawa (kamu bawa) Siska dong(dia/mereka) eee. Kaka Ita kam (kamu/kalian) jaga Siska ee. Kalo (kalau) sa (saya) suda (sudah) pergi kam jaga. Tolong jaga Siska eee. Mama – bapa sa minta mahaf (maaf) sudah bikin mama sama bapa malu. Mama sa jalan dulu ee. Kaka sa minta mahaf (maaf) sa harus pergi. Sa syng (sayang) kam. Ronaldo Y. Sa syng kam semua tapi ini arus (harus).”
Tim investigasi Komnas HAM perwakilan Papua telah mencocokkan tulisan surat wasiat itu, dengan beberapa surat di rumah almarhum yang ditulis tangan Ronald Yawan ketika masih hidup.
“Memang ada kecocokan. Namun untuk memastikannya, surat wasiat itu mesti diuji di laboratorium forensik,” kata Frits Ramandey kepada Jubi, Rabu (17/7/2019).
Selain surat tersebut, Komnas HAM perwakilan Papua juga mempertanyakan penyebab kamera pemantau (CCTV) sekitar ruang tahanan Propam Polres Biak yang tidak berfungsi normal sejak jam 01.00 WP-05.00 WP pada 15 Juni 2019.
Frits Ramandey mengaku telah melihat rekaman kamera CCTV. Kamera itu berfungsi normal sebelum pukul 01.00 WP pada 15 Juni 2019. Dalam rekaman, terlihat kakak almarhum bernama Rita Rawan mengunjunginya di sela tahanan, pada 14 Juni 2019. Keduanya berbincang sekitar pukul 17.00 WP – pukul 19.00 WP.
Setelah Rita Rawan meninggalkan sel tahanan, kakak perempuan almarhum yang lain beranama Beti Yawan juga datang menjenguk Ronaldo Yawan sekitar pukul 21.00 WP.
“Kamera CCTV masih berfungsi normal hingga pukul 00.00 pada 15 Juni 2019. Namun sejak pukul 01.00-05.00 gambar di kamera CCTV kabur. Ini yang menjadi pertanyaan dan mesti didalami untuk memastikan penyebabnya,” ujar Ramandey.
Hingga kini lanjut Ramandey, orang tua Rolando Yawan mempertanyakan asal ikat pinggang yang digunakan anaknya gantung diri, karena selama ini almarhum tidak pernah menggunakan ikat pinggang.
Tim Komnas HAM telah menelusuri kemungkinan asal ikat pinggang yang digunakannya almarhum gantung diri dengan cara diikatkan di jeruji jendela sel tahanan.
“Saya sudah cek, ikat pinggang jenis itu merupakan bawaan celana model premiur YCC cargo yang dipakai almarhum saat ditemukan. Namun mesti dipastikan apakah ikat pinggang ikut melekat di celana almarhum atau tidak,” ucapnya.
Dari hasil investigasi, Komnas HAM perwakilan Papua menyatakan tidak ada penganiayaan terhadap Ronado Yawan, baik ketika akan diamankan polisi maupun saat berada dalam sel tahanan.
“Keluarga mengakui Ronaldo Yawan meninggal bukan karena dianiaya. Teman satu sel almarhum berinisial DY, yang dibebaskan sekitar pukul 19.00 pada 14 Juni 2019, juga menyatakan tidak ada penganiyaan terhadap Ronaldo Yawan dalam sel,” katanya.
Terkait meninggalnya Rolando Yawan, Polres Biak Numfor telah menggelar sidang disiplin terhadap sembilan anggotanya pada Selasa (16/7/2019), karena diduga melanggar standar operasional prosedur (SPO) dalam melaksanakan tugas.
Wakil Kapolres Biak Numfor, Komisaris Polisi Tonny Upuya yang memimpin sidang disiplin mengatakan kesembilan anggota polisi yang diduga melanggar SPO, yakni Inspektur Satu KN, Inspektur Dua PN, Ajudan Inspektur Polisi Dua DK, Brigadir Kepala RN, Brigadir Kepala RR, Brigadir Polisi YR, Brigadir Polisi MK, Brigadir Polisi SS dan Brigadir Dua BY.
“Kesembilan oknum anggota ini diduga tidak memperhatikan beberapa hal sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur), ketika memasukkan tahanan ke dalam sel saat itu,” kata Kompol Tonny Upuya.
Kata Kompol Tonny Upuya, sidang disiplin tidak hanya untuk menghukum personil yang lalai, juga sebagai penegakan hukum agar ada efek jera kepada personil. (*)

Jayapura, Jubi – Komnas HAM perwakilan Papua menyatakan ada beberapa hal yang masih menjadi misteri terkait meninggalnya Ronaldo Yawan, tahanan Polres Biak Numfor yang ditemukan gantung diri menggunakan ikat pinggang pada Sabtu pagi (15/7/2019).
Kepala kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan hasil investigasi tim yang dipimpinnya selama dua hari di Biak, ada beberapa hal yang masih mesti diungkap, meski hasil autopsi menyatakan almarhum meninggal gantung diri.
Menurut Ramandey, salah satu yang mesti diungkap kebenarannya adalah surat wasiat yang ditemukan dalam kantong celana Ronaldo Yawan, saat jenazah berada di rumah sakit. Surat yang diduga ditulis almarhum itu berisikan pesan kepada kakak dan kedua orangtuanya.
Bunyi surat wasiat tersebut yakni “Kambawa (kamu bawa) Siska dong(dia/mereka) eee. Kaka Ita kam (kamu/kalian) jaga Siska ee. Kalo (kalau) sa (saya) suda (sudah) pergi kam jaga. Tolong jaga Siska eee. Mama – bapa sa minta mahaf (maaf) sudah bikin mama sama bapa malu. Mama sa jalan dulu ee. Kaka sa minta mahaf (maaf) sa harus pergi. Sa syng (sayang) kam. Ronaldo Y. Sa syng kam semua tapi ini arus (harus).”
Tim investigasi Komnas HAM perwakilan Papua telah mencocokkan tulisan surat wasiat itu, dengan beberapa surat di rumah almarhum yang ditulis tangan Ronald Yawan ketika masih hidup.
“Memang ada kecocokan. Namun untuk memastikannya, surat wasiat itu mesti diuji di laboratorium forensik,” kata Frits Ramandey kepada Jubi, Rabu (17/7/2019).
Selain surat tersebut, Komnas HAM perwakilan Papua juga mempertanyakan penyebab kamera pemantau (CCTV) sekitar ruang tahanan Propam Polres Biak yang tidak berfungsi normal sejak jam 01.00 WP-05.00 WP pada 15 Juni 2019.
Frits Ramandey mengaku telah melihat rekaman kamera CCTV. Kamera itu berfungsi normal sebelum pukul 01.00 WP pada 15 Juni 2019. Dalam rekaman, terlihat kakak almarhum bernama Rita Rawan mengunjunginya di sela tahanan, pada 14 Juni 2019. Keduanya berbincang sekitar pukul 17.00 WP – pukul 19.00 WP.
Setelah Rita Rawan meninggalkan sel tahanan, kakak perempuan almarhum yang lain beranama Beti Yawan juga datang menjenguk Ronaldo Yawan sekitar pukul 21.00 WP.
“Kamera CCTV masih berfungsi normal hingga pukul 00.00 pada 15 Juni 2019. Namun sejak pukul 01.00-05.00 gambar di kamera CCTV kabur. Ini yang menjadi pertanyaan dan mesti didalami untuk memastikan penyebabnya,” ujar Ramandey.
Hingga kini lanjut Ramandey, orang tua Rolando Yawan mempertanyakan asal ikat pinggang yang digunakan anaknya gantung diri, karena selama ini almarhum tidak pernah menggunakan ikat pinggang.
Tim Komnas HAM telah menelusuri kemungkinan asal ikat pinggang yang digunakannya almarhum gantung diri dengan cara diikatkan di jeruji jendela sel tahanan.
“Saya sudah cek, ikat pinggang jenis itu merupakan bawaan celana model premiur YCC cargo yang dipakai almarhum saat ditemukan. Namun mesti dipastikan apakah ikat pinggang ikut melekat di celana almarhum atau tidak,” ucapnya.
Dari hasil investigasi, Komnas HAM perwakilan Papua menyatakan tidak ada penganiayaan terhadap Ronado Yawan, baik ketika akan diamankan polisi maupun saat berada dalam sel tahanan.
“Keluarga mengakui Ronaldo Yawan meninggal bukan karena dianiaya. Teman satu sel almarhum berinisial DY, yang dibebaskan sekitar pukul 19.00 pada 14 Juni 2019, juga menyatakan tidak ada penganiyaan terhadap Ronaldo Yawan dalam sel,” katanya.
Terkait meninggalnya Rolando Yawan, Polres Biak Numfor telah menggelar sidang disiplin terhadap sembilan anggotanya pada Selasa (16/7/2019), karena diduga melanggar standar operasional prosedur (SPO) dalam melaksanakan tugas.
Wakil Kapolres Biak Numfor, Komisaris Polisi Tonny Upuya yang memimpin sidang disiplin mengatakan kesembilan anggota polisi yang diduga melanggar SPO, yakni Inspektur Satu KN, Inspektur Dua PN, Ajudan Inspektur Polisi Dua DK, Brigadir Kepala RN, Brigadir Kepala RR, Brigadir Polisi YR, Brigadir Polisi MK, Brigadir Polisi SS dan Brigadir Dua BY.
“Kesembilan oknum anggota ini diduga tidak memperhatikan beberapa hal sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur), ketika memasukkan tahanan ke dalam sel saat itu,” kata Kompol Tonny Upuya.
Kata Kompol Tonny Upuya, sidang disiplin tidak hanya untuk menghukum personil yang lalai, juga sebagai penegakan hukum agar ada efek jera kepada personil. (*)


nona212 memberi reputasi
1
1.7K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan