Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sukhoivsf22Avatar border
TS
sukhoivsf22
Digempur Barang Impor, Industri Benang Lokal Kritis
S. Pablo I. Pareira, CNBC Indonesia
NEWS 10 July 2019 20:38

Digempur Barang Impor, Industri Benang Lokal Kritis
Foto: Seorang wanita bekerja di bengkel produsen tekstil di Binzhou, provinsi Shandong, China 11 Februari 2019. (China Daily via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia saat ini sedang berada dalam kondisi kritis. Dalam 10 tahun terakhir, impor yang melonjak tajam tidak mampu diimbangi dengan pertumbuhan ekspor yang stagnan.

Data Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menunjukkan, rata-rata pertumbuhan ekspor sejak tahun 2007 hingga tahun lalu hanya 3,1% per tahun, tak mampu mengimbangi laju pertumbuhan impor sebesar 12,3% per tahun.

Neraca perdagangan TPT Indonesia juga terus tergerus dari surplus US$ 6,7 miliar di tahun 2007 menjadi hanya US$ 3,2 miliar tahun lalu.

Dalam lima tahun terakhir, impor produk TPT mencapai lonjakan terparah sepanjang tahun lalu mencapai 13,8%, sementara ekspor hanya tumbuh 0,9%. Ini merupakan kinerja perdagangan TPT terburuk dalam era pemerintahan saat ini.

Pertumbuhan kinerja perdagangan TPT 5 tahun terakhir berdasarkan data APSyFI, yang diolah dari BPS yaitu pada 2014 pertumbuhan ekspor 0,6%, tapi impornya naik 1,1%. Lalu pada 2018, ekspor hanya tumbuh 0,9%, sedangkan impor tumbuh sampai 13,8%.

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, saat ini industri hulu yang memproduksi serat dan benang tengah digempur impor kain akibat kebijakan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.

Kondisi ini menyebabkan produk dari industri hulu, khususnya di sektor pembuatan kain kalah bersaing dengan kain impor dan kurang terserap oleh industri garmen di hilir. Redma menyebut saat ini utilisasi produksi di sektor pertenunan, perajutan dan pencelupan kain hanya berada di kisaran 40%.

"Subsektor industri antara ini memang tidak sehat dalam 5 tahun terakhir karena banjirnya serbuan barang impor. Kehadiran Permendag 64/2017 yang memberikan izin impor tanpa pengendalian kepada importir pedagang (API-U) membuat kondisi semakin kritis," kata Redma dalam paparan kinerja di Hotel Sahid, Rabu (10/7/2019).

"Jika ini dibiarkan, maka dalam 3 tahun ke depan akan terjadi defisit neraca perdagangan di sektor TPT," imbuhnya.

APSyFI sendiri memproyeksi impor TPT pada semester I tahun ini tumbuh 7% secara tahunan mencapai US$ 4,4 miliar. Sementara hingga akhir tahun ini, APSyFI memperkirakan nilai impor dapat mencapai US$ 11 miliar dengan ekspor kembali tumbuh di kisaran 1-2% atau paling optimal 3%.

"Kami memprediksi neraca perdagangan tekstil sepanjang tahun 2019 hanya akan surplus US$ 2 miliar," katanya.


(hoi/hoi)

https://www.cnbcindonesia.com/news/2...g-lokal-kritis
0
1.3K
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan