- Beranda
- Komunitas
- Female
- Wedding & Family
Pernikahan Tanpa Cinta


TS
Isyana12
Pernikahan Tanpa Cinta
Q kenal suami kurang lebih setahun sebelum menikah. Setelah kenal 6 bulan lebih Q dimutasi ke kota xxx, dan berpikir klo memang jodoh pasti dia akan mengejar. Ternyata benar, orang tuanya datang untuk menanyakan kapan siap dilamar. Dan kesepakatannya kami akan menikah tahun depan. Namun mertua bilang klo awal th depan adiknya jg akan menikah, sehingga minta dilaksanakan th ini saja. Akhirnya kurang dr 3 bulan persiapan pun rampung. Namun ada hal yg mengganjal hatiku, bahkan mendekati hari H muncul niatan untuk membatalkan pernikahan, tapi apa daya undangan sudah disebar. Benar adanya, keraguan terbukti. Ketika bersentuhan suami terlihat risih. Setelah kami pulang bekerja pun, kami jarang ngobrol karena suami biasa langsung tidur. Ketika kutanya soal harinya di kantor, dia hanya menjawab sekenanya. Ini berbeda jauh ketika dia PDKT, usahanya yg begitu luar biasa untuk mendapatkan ku sampai membuat orang disekitar yg melihat risih. Setelah menikah Alhamdulillah langsung hamil, namun lagi2 tidak terlihat perhatiaannya sbg seorang suami saat istrinya hamil. Setahun pertama menikah Q lebih banyak menangis dalam diam, sesekali kusampaikan keluhan padanya. Dan jawabannya “itu hanya perasaanmu saja”. Sampai dengan anak pertama kami lahir, kami pindah ke tempat mertua yg jaraknya cukup jauh dengan tempat kami bekerja. Dan di tempat mertua kami tinggal satu kamar dengan adik perempuannya yg masih SMA. Gak tahu harus bilang apa, tapi terima sajalah karena ini demi anak. Ya sudah jalani saja.
Peran sebagai ibu baru ternyata membuat stress, karena suami tidak memberi support bahkan tidak pernah menanyakan bagaimana perasaanku. Bahkan terkadang dia cenderung menyalahkanku, katanya terlalu ini dan itu. Pada akhirnya istri dr adik iparku yg menaruh iba menyampaikan kepada mertua jika seharusnya kmi mendapat privasi karena kmi sudah menikah dan akhirnya adiknya pun pindah ke kamar mertua. Selama tinggal dengan mertua, setiap kali kami ribut besar suami akan mencoba mencairkan suasana agar orang tuanya tak tahu perselisihan kami. Mertua melihat rumah tangga kami rukun2 saja. Dan semakin lama tanggung jawab suami makin tidak kelihatan karena kita menumpang orang tuanya. Akhirnya setelah setahun kuminta untuk ngontrak dan menggunakan pengasuh. Bukan karena tidak cocok dengan mertua. Mertuaku adalah bonus karena beliau begitu baik dan perhatian. Q bak ratu di sana, namun suamiku jdi seolah melempar tanggung jawab karena ada banyak orang yg membantu mengasuh. Sedangkan kondisi kesehatan mertua sudah tidak memungkinkan untuk mengasuh anak2. Selain itu jarak yg cukup jauh dan ongkos yg tidak sedikit untuk PP rumah-kantor.
Setelah perdebatan yg panjang dan melelahkan akhirnya suami setuju untuk pindah.
Baru 2 bulan tinggal bersama, q sudah hampir putus asa dengan pernikahan ini. Bagaimana tidak, pengasuh anak ku kala itu berusia 18 th. Tidak bisa beres2 dan tidak bisa masak. Intinya tugasnya hanya menemani anakq saja selama kami bekerja. Q yg setiap hari melakukan seluruh pekerjaan rumah, bangun jam 4 pagi membereskan semua keperluan suami dan anak sebelum berangkat kerja. Pulang kerja jam 7 malam menidurkan anakq kemudian lanjut beres2 sampe jam 11 an biasanya. Dan semua itu q lakukan dalam kondisi q hamil 8 bulan. Kemudian saat mamaku berkunjung, mamaku merasa sepertinya q butuh bantuan untuk mengurus pekerjaan rumah karena fisik q yg sudah mudah lelah karena hamil tua. Akhirnya q mengajak ngobrol suamiku menyampaikan bagaimana klo kami ganti pengasuh? Dan jawaban yg tak terduga keluar dr mulutnya, “km itu emang banyak mau, km emang gak bisa hidup bareng orang laen. Km blom ngasi tahu anaknya (pengasuh) udah minta ganti aja”. Q merasa q sudah mengajari pengasuh anak q agar q bisa sedikit terbantu. Namun namanya anak2 q pun tak bisa mengharapkan apa2. Dan yg membuatku semakin terluka, hari sabtu itu pengasuh anakq ijin mau main ke tempat kakaknya sampai dengan hari minggu sore tak ada kabar. Kupikir ya sudah klo memang gak balik q ada alasan untuk cari pengasuh lg. Tapi tanpa sepengetahuanku suamiku menjemput pengasuh anakq. Sedangkan sebelum pergi dia hanya bilang “mau makan apa, biar q beliin.” Sampe 4 jam berlalu tanpa kabar tanpa apa tiba2 q dengan suara pintu dibuka. Ternyata pengasuhku pulang dan bilang tadi dijemput bapak dan bapak skg potong rambut. Trus makananpun tak ada dibelinya.. betapa sakit hatiku, ketika kutanya dia hanya bilang “klo dia gak balik siapa yg jagain anak2 besok”. Ya Tuhan yg begini saja tidak bisa kami obrolkan. Dia tidak merasa kasihan melihat saya kelelahan.. Setelah hari itu kudiamkan dia beberapa hari, q ke pengadilan agama untuk konsul masalah perceraian. Iya q yg sedang hamil kala itu datang untuk mengajukan perceraian. Belum lg masalah nafkah, dr awal menikah kita memang mengurus ekonomi masing2. Bukan apa2, q malas harus mengurus hutang2nya yg entah apa dan berapa. Semenjak mengontrak kami sudah sepakat membagi biaya. Q biaya makan dan kebutuhan rumah tangga, dia bayar pengasuh. Tapi yg terjadi, ketika waktunya bayar pengasuh dia bilang pinjem dlu gak ada duit. AC bocor berbulan2 jg dibiarkan membanjiri lantai dan pada akhirnya tetap q yg membereskan. Iuran lingkungan berbulan2 tidak dibayar, dan q jg yg harus membereskan. Sampai saatnya melahirkan anak ke2 kami, dia diam tidak menyampaikan apapun karena q tahu dia bingung cari by persalinan. Q harus cs karena anak pertamaku pun lahir secara sc. Akhirnya q putuskan untuk melahirkan di tempat orang tuaku. Q urus BPJS semua sendiri sedangkan suami tahu beres. Tidak sampai dstu, sebelum masuk ruang operasi om ku sempet nanya suamimu kmna? Jemput mertua om, lah kan km mau ngelahirin knp dianya malah pergi?? Q tak bisa berkata2, memang sudah begitu adanya.
Tak lama setelah anak ke2 kami lahir, kami mulai dipusingkan soal tempat tinggal. Kontrakan sudah mau jatuh tempo tapi q tahu suami tak mungkin berhutang lg. Dan q sempat menyampaikan jika orangtuaku menawarkan untuk menitipkan anak2 kepada mereka, namun q menolak karena q tidak bisa jauh dr anak.
Yg mengejutkan, suamiku menyampaikan ya sudah km ikut pindah sama anak2 ke rumah orang tuamu dan ajukan mutasi kesna. Q mendengar ini antara anugrah atau musibah. Setidaknya q merasa lega tidak perlu melihatnya setiap hari, tapi disisi lain q merasa dia meepaskan tanggung jawab tanpa berkata sepatah katapun kepada orang tuaku. Ternyata pengajuan mutasiku disetujui. Hanya 2 bulan menunggu dan akhirnya q pindah bersama anak2. Punya kebahagiaan baru, iya semenjak tinggal bersama orang tuaku beban terasa sedikit demi sedikit bisa kulepaskan. Komunikasi dan hubungan intim dengan suami yg sangat jarang membuatku semakin nyaman. FYI selama 4 th menikah mungkin kami hanya berhubungan kurang dri 20 kali. Dlu sempat kutanya, km homo atau apa mas? Dan selalu jawabannya karena sikon. Entah sikon apa yg dimaksud, q tak paham. Sampai akhirnya kami putuskan berlebaran di tempat mertua karena sudah setahun beliau tidak bertemu cucunya. Niat hati ingin mengajak anak2 ke tempat rekreasi, tapi yg ada sia bilang gak punya duit bahkan uang THR anak2 dipakainya untuk isi bensin. Dan yg baru kutahu saat itu suami habis beli gadget & laptop baru, sungguh terlalu rasaku. Libur lebaran diisi pertengkaran, jika q lelah dan kesal anak yg jadi pelampiasan. Meski setelah marah akan kutangisi anak q karena q menyesal. Setelah lebaran komunikasi ku dengan suami seolah mati, q merasa q tak bisa trus begini. Untuk terakhir kali q memantapkan hati, q text suamiku “aku mencintaimu”.... pesanku hanya dibacanya, dan dia membahas hal lain.
Beberapa minggu berlalu... q text lagi
“Aku mau pisah ya mas”
Lalu muncul lah semua kata sayang, maaf dsb...
yg rasanya sudah berulang2 kudengar... oia ini kali kedua q minta pisah.
Q sudah tak lagi merasa ini berharga untuk dipertahankan. Cinta memang bukan segala2 nya dalam pernikahan, tapi rasanya cinta itu perlu untuk menjaga dan menghargai pasangan mu.
Peran sebagai ibu baru ternyata membuat stress, karena suami tidak memberi support bahkan tidak pernah menanyakan bagaimana perasaanku. Bahkan terkadang dia cenderung menyalahkanku, katanya terlalu ini dan itu. Pada akhirnya istri dr adik iparku yg menaruh iba menyampaikan kepada mertua jika seharusnya kmi mendapat privasi karena kmi sudah menikah dan akhirnya adiknya pun pindah ke kamar mertua. Selama tinggal dengan mertua, setiap kali kami ribut besar suami akan mencoba mencairkan suasana agar orang tuanya tak tahu perselisihan kami. Mertua melihat rumah tangga kami rukun2 saja. Dan semakin lama tanggung jawab suami makin tidak kelihatan karena kita menumpang orang tuanya. Akhirnya setelah setahun kuminta untuk ngontrak dan menggunakan pengasuh. Bukan karena tidak cocok dengan mertua. Mertuaku adalah bonus karena beliau begitu baik dan perhatian. Q bak ratu di sana, namun suamiku jdi seolah melempar tanggung jawab karena ada banyak orang yg membantu mengasuh. Sedangkan kondisi kesehatan mertua sudah tidak memungkinkan untuk mengasuh anak2. Selain itu jarak yg cukup jauh dan ongkos yg tidak sedikit untuk PP rumah-kantor.
Setelah perdebatan yg panjang dan melelahkan akhirnya suami setuju untuk pindah.
Baru 2 bulan tinggal bersama, q sudah hampir putus asa dengan pernikahan ini. Bagaimana tidak, pengasuh anak ku kala itu berusia 18 th. Tidak bisa beres2 dan tidak bisa masak. Intinya tugasnya hanya menemani anakq saja selama kami bekerja. Q yg setiap hari melakukan seluruh pekerjaan rumah, bangun jam 4 pagi membereskan semua keperluan suami dan anak sebelum berangkat kerja. Pulang kerja jam 7 malam menidurkan anakq kemudian lanjut beres2 sampe jam 11 an biasanya. Dan semua itu q lakukan dalam kondisi q hamil 8 bulan. Kemudian saat mamaku berkunjung, mamaku merasa sepertinya q butuh bantuan untuk mengurus pekerjaan rumah karena fisik q yg sudah mudah lelah karena hamil tua. Akhirnya q mengajak ngobrol suamiku menyampaikan bagaimana klo kami ganti pengasuh? Dan jawaban yg tak terduga keluar dr mulutnya, “km itu emang banyak mau, km emang gak bisa hidup bareng orang laen. Km blom ngasi tahu anaknya (pengasuh) udah minta ganti aja”. Q merasa q sudah mengajari pengasuh anak q agar q bisa sedikit terbantu. Namun namanya anak2 q pun tak bisa mengharapkan apa2. Dan yg membuatku semakin terluka, hari sabtu itu pengasuh anakq ijin mau main ke tempat kakaknya sampai dengan hari minggu sore tak ada kabar. Kupikir ya sudah klo memang gak balik q ada alasan untuk cari pengasuh lg. Tapi tanpa sepengetahuanku suamiku menjemput pengasuh anakq. Sedangkan sebelum pergi dia hanya bilang “mau makan apa, biar q beliin.” Sampe 4 jam berlalu tanpa kabar tanpa apa tiba2 q dengan suara pintu dibuka. Ternyata pengasuhku pulang dan bilang tadi dijemput bapak dan bapak skg potong rambut. Trus makananpun tak ada dibelinya.. betapa sakit hatiku, ketika kutanya dia hanya bilang “klo dia gak balik siapa yg jagain anak2 besok”. Ya Tuhan yg begini saja tidak bisa kami obrolkan. Dia tidak merasa kasihan melihat saya kelelahan.. Setelah hari itu kudiamkan dia beberapa hari, q ke pengadilan agama untuk konsul masalah perceraian. Iya q yg sedang hamil kala itu datang untuk mengajukan perceraian. Belum lg masalah nafkah, dr awal menikah kita memang mengurus ekonomi masing2. Bukan apa2, q malas harus mengurus hutang2nya yg entah apa dan berapa. Semenjak mengontrak kami sudah sepakat membagi biaya. Q biaya makan dan kebutuhan rumah tangga, dia bayar pengasuh. Tapi yg terjadi, ketika waktunya bayar pengasuh dia bilang pinjem dlu gak ada duit. AC bocor berbulan2 jg dibiarkan membanjiri lantai dan pada akhirnya tetap q yg membereskan. Iuran lingkungan berbulan2 tidak dibayar, dan q jg yg harus membereskan. Sampai saatnya melahirkan anak ke2 kami, dia diam tidak menyampaikan apapun karena q tahu dia bingung cari by persalinan. Q harus cs karena anak pertamaku pun lahir secara sc. Akhirnya q putuskan untuk melahirkan di tempat orang tuaku. Q urus BPJS semua sendiri sedangkan suami tahu beres. Tidak sampai dstu, sebelum masuk ruang operasi om ku sempet nanya suamimu kmna? Jemput mertua om, lah kan km mau ngelahirin knp dianya malah pergi?? Q tak bisa berkata2, memang sudah begitu adanya.
Tak lama setelah anak ke2 kami lahir, kami mulai dipusingkan soal tempat tinggal. Kontrakan sudah mau jatuh tempo tapi q tahu suami tak mungkin berhutang lg. Dan q sempat menyampaikan jika orangtuaku menawarkan untuk menitipkan anak2 kepada mereka, namun q menolak karena q tidak bisa jauh dr anak.
Yg mengejutkan, suamiku menyampaikan ya sudah km ikut pindah sama anak2 ke rumah orang tuamu dan ajukan mutasi kesna. Q mendengar ini antara anugrah atau musibah. Setidaknya q merasa lega tidak perlu melihatnya setiap hari, tapi disisi lain q merasa dia meepaskan tanggung jawab tanpa berkata sepatah katapun kepada orang tuaku. Ternyata pengajuan mutasiku disetujui. Hanya 2 bulan menunggu dan akhirnya q pindah bersama anak2. Punya kebahagiaan baru, iya semenjak tinggal bersama orang tuaku beban terasa sedikit demi sedikit bisa kulepaskan. Komunikasi dan hubungan intim dengan suami yg sangat jarang membuatku semakin nyaman. FYI selama 4 th menikah mungkin kami hanya berhubungan kurang dri 20 kali. Dlu sempat kutanya, km homo atau apa mas? Dan selalu jawabannya karena sikon. Entah sikon apa yg dimaksud, q tak paham. Sampai akhirnya kami putuskan berlebaran di tempat mertua karena sudah setahun beliau tidak bertemu cucunya. Niat hati ingin mengajak anak2 ke tempat rekreasi, tapi yg ada sia bilang gak punya duit bahkan uang THR anak2 dipakainya untuk isi bensin. Dan yg baru kutahu saat itu suami habis beli gadget & laptop baru, sungguh terlalu rasaku. Libur lebaran diisi pertengkaran, jika q lelah dan kesal anak yg jadi pelampiasan. Meski setelah marah akan kutangisi anak q karena q menyesal. Setelah lebaran komunikasi ku dengan suami seolah mati, q merasa q tak bisa trus begini. Untuk terakhir kali q memantapkan hati, q text suamiku “aku mencintaimu”.... pesanku hanya dibacanya, dan dia membahas hal lain.
Beberapa minggu berlalu... q text lagi
“Aku mau pisah ya mas”
Lalu muncul lah semua kata sayang, maaf dsb...
yg rasanya sudah berulang2 kudengar... oia ini kali kedua q minta pisah.
Q sudah tak lagi merasa ini berharga untuk dipertahankan. Cinta memang bukan segala2 nya dalam pernikahan, tapi rasanya cinta itu perlu untuk menjaga dan menghargai pasangan mu.
0
1.3K
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan