MursidingAvatar border
TS
Mursiding
Moral Yang Bermasalah Infrastruktur Yang Diperbaiki, Indahnya Negeri Ini
Fenomena sosial bangsa saat ini menunjukkan disorientasi nilai yang sangat memprihatinkan. Banyak elite politik korup, masyarakat bermental instan ingin kaya dan gampang marah, serta aparat negara bertindak brutal. Panggung politik selalu gaduh. Satu per satu politisi tersangkut kasus korupsi. Konflik sosial juga mudah meletus. Masyarakat bermental instan untuk mendapatkan hasil cepat hingga terjebak investasi bodong.

Bertambah runyam karena aparat negara yang seharusnya menciptakan kedamaian dan stabilitas justru menciptakan keonaran. Pada saat sama, para pemimpin bangsa dinilai lemah dan tak sungguh-sungguh melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tanpa keteladanan elite politik dan para pemimpin, bangsa ini cenderung mengalami anomi, yaitu kehilangan pegangan terhadap nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.

Disorientasi nilai terjadi hampir di berbagai aspek kehidupan. Publik terlampau sering melihat kemunafikan pemimpin yang tidak memiliki integritas sehingga sebagian masyarakat juga mengambil jalan menerabas, mencari jalan mudahnya, dan tidak lagi percaya pada hukum. Kemunafikan menunjukkan lemahnya integritas pemimpin tersebut. Ketika pemimpin meminta elite politik tidak gaduh, tetapi pada saat sama justru gaduh dengan kemelut internal di partai politik.

Bangsa Indonesia sekarang ini sudah ”kusut masai” akibat sudah terlalu banyak borok yang menyerang. Gelombang utama moral sudah tumpul, bahkan rusak, sedangkan nilai-nilai kebaikan seperti jadi riak-riak kecil saja. Budaya liar kian marak. Salah satu akar masalahnya adalah kepemimpinan yang lemah dan tidak mampu memberikan teladan. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak dipegang lagi, sementara elite politik semakin pragmatis.

Yang memprihatinkan adalah nilai-nilai Pancasila yang pernah tumbuh dalam masyarakat dan menjadi panduan serta spirit para generasi awal Republik ini semakin terkikis. Nilainilai kemanusiaan yang berketuhanan, berkeadilan, dan berorientasi kerakyatan semakin menipis, ditinggalkan dan dikhianati.

Kita mengalami defisit moral-ideologis dalam berbangsa dan bernegara. Tabungan moral warisan para pendahulu semakin menipis, sementara kita tidak melakukan reinvestasi moral untuk kita wariskan pada generasi penerus. Jika di sana terdapat sekian banyak teori kepemimpinan, salah satu teori yang disepakati bersama adalah memimpinlah dengan keteladanan.

Pemimpin yang memberikan suri teladan ini semakin sulit ditemukan. Para pendiri Republik ini adalah para politisi dan sekaligus juga negarawan. Mereka biasa berbeda dan bertengkar tentang pandangan politiknya. Namun, etika politik tetap dijaga dan kepentingan bangsa-negara di atas kepentingan serta loyalitas politik golongan. Sekarang ini yang terjadi sebaliknya.

Orang rela mengorbankan kepentingan rakyat dan negara demi kepentingan diri dan kelompoknya. Fungsi hukum yang sedianya untuk menjaga keadilan dan melindungi warga agar tidak dizalimi orang lain, kadang kala yang terjadi adalah mempermainkan hukum, dengan otoritas dan jabatan yang dimiliki, untuk membenarkan yang salah semata karena kepentingannya terganggu.

Yang menyedihkan, defisit moral politik ini juga melanda lingkungan parpol yang merupakan tulang punggung dan aktor demokrasi serta pemasok politisi serta pejabat negara. Banyak kader parpol yang masuk penjara karena melakukan tindak pidana korupsi. Lalu parpol juga terjangkit perpecahan antarelitenya.

Setiap ada musyawarah atau kongres nasional untuk pergantian pimpinan, selalu beredar uang untuk membeli loyalitas dan membeli suara dukungan. Ini realitas politik yang pahit dilihat dan diterima. Ketika idealisme dan etika politik tak lagi tumbuh di lingkungan parpol, kelanjutannya panggung negara juga terkenaimbasnya karenadalamerademokrasi yang namanya pemerintah adalah panggung bagi wakilwakil parpol.

Masyarakat sekarang ini merasa semakin sulit menunjuk politisi yang bisa dijadikan suri teladan baik secara moral maupun intelektual. Dahulu para aktivis dan pejuang politik adalah juga pencinta ilmu. Mereka rata-rata pencinta buku sehingga terlihat keluasan wawasannya. Tentu saja sekarang masih ada yang memiliki kualitas seperti itu. Namun terasa semakin langka.

Yang menonjol sosok politisi adalah juga pemain bisnis dan pelobi. Ketika seseorang masuk ranah politik praktis, yang ada di benaknya adalah kalkulasi untung- rugi secara ekonomi. Seorang politisi adalah juga seorang pelobi yang berlangsung di belakang layar. Yang kemudian keluar ke publik hanyalah beberapa pernyataan singkat tanpa wawasan intelektual dan kenegarawanan, bahkan sering membingungkan rakyat.

Ir Joko Widodo atau yang akrab disapa "Jokowi", kembali memimpin bangsa Indonesia untuk periode kedua (periode I 2014-2019) setelah kembali unggul dari rival "abadi" nya Prabowo Subianto di Pilpres 2019 yang baru-baru ini berlangsung cukup panjang dan melelahkan. Kemenangan Jokowi atas Prabowo ini adalah yang kedua kalinya mengingat Pilpres 2014 lalu juga mempertemukan keduanya namun dengan pendamping yang berbeda.

Nawacita adalah sembilan program kerja prioritas Jokowidi Periode I (2014-2019). Sembilan program kerja prioritas tersebut diantaranya :

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara
2. Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”
6. ]Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional agar Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa Asia lainnya
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional
9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga

Dalam empat tahun (2015-2019), pembangunan infrastruktur menjadi salah satu program prioritas Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sejak tahun 2015, pemerintah mengalihkan belanja subsidi menjadi belanja produktif, yakni pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Anggaran infrastruktur terus meningkat dari Rp 155 triliun pada 2014 menjadi sekitar Rp 410 triliun pada tahun 2018 (lihat: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi...ur-indonesia/ ).

Dikutip dari rilis resmi Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan turut berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia serta peningkatan daya saing nasional.

Kementerian PUPR melalui Ditjen Bina Marga telah berhasil menyelesaikan pembangunan jalan nasional sepanjang 3.432 km termasuk jalan di perbatasan Papua, Kalimantan, dan NTT. Kemudian telah dibangun jalan tol baru sepanjang 941 km dengan target akhir 2019 mencapai 1.852 km.

Selain membangun jembatan bentang panjang, jembatan gantung yang menghubungkan antar desa juga dibangun. Dalam mendukung ketahanan air dan pangan, target pembangunn 65 bendungan, tahun 2018 sebanyak 8 bendungan telah rampung yakni Bendungan Paya Seunara dan Rajui di Aceh, Jatigede di Jabar, Bajulmati dan Nipah Jatim, Titab di Bali, Teritip di Balikpapan, Raknamo dan Tanju di NTB. Bendungan lainnya akan selesai bertahap hingga tahun 2023.

Pembangunan 65 bendungan akan menambah layanan irigasi waduk sebanyak 160.000 hektare, kapasitas tampung 2,11 miliar m3, tersedia air baku sebanyak 3,02 m3/detik dan menghasilkan potensi energi sebesar 145 MW.

Sejak 2015 hingga 2018, Kementerian PUPR telah membangun jaringan irigasi baru seluas 860.015 hektare dan merehabilitasi 2.319.693 hektar. Sementara embung yang selesai dibangun sebanyak 949 embung dari target 1.088 embung hingga tahun 2019 yang tersebar di seluruh Indonesia (lihat: http://kiprah.pu.go.id/artikel/38/Da...ol-Trans-Jawa ).

Presiden Joko Widodo dan Wakil nya yang baru Ma'ruf Amin telah merumuskan visi-misi untuk 2019-2024. Jokowi memfokuskan 9 program yang mendukung pencapaian visi-misi tersebut seperti dikutip CNBC Indoensia dalam dokumen Visi-Misi Jokowi-Ma'ruf. ]Ke-9 program tersebut di antaranya :

1. Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia
2. Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri, dan Berdaya Saing[
3. Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan
4. Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan
5. Kemajuan Budaya yang Mencerminkan Kepribadian Bangsa
6. Penegakan Sistem Hukum yang Bebas Korupsi, Bermartabat, dan Terpercaya
7. Perlindungan bagi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga
8. Pengelolaan Pemerintahan yang Bersih, Efektif, dan Terpercaya
9. Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan

Ke-9 program tersebut berikut yang masuk ke dalam pengembangan ekonomi dan pembangunan.

Program Ekonomi Jokowi-Ma'ruf :

1. Menumbuhkan Kewirausahaan 
Bonus demografi dan hadirnya Revolusi Industri 4.0 harus dihadapi dengan menumbuhkan wirausahawan-wirausahawan baru terutama dari kalangan generasi muda/milenial.
2. Menguatkan Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
3. Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri, dan Berdaya Saing
4. Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan

Jauh Dari Persoalan

Melawan Rezim Infrastruktur, Muhammad Ridha,  Buku yang membedah kondisi "zaman Jokowi" ini menarik untuk dibaca. Dalam buku tersebut penulis menuangkan beragam kritikan terhadap program-program pemerintah yang hanya berporos pada infrastruktur. Kepentingan siapa di belakangnya? siapa mendapat apa dan siapa tak mendapat apa-apa? Bagaimana proyek besar infrastruktur dan pembangunan ekonomi hanya berpihak kepada kelas pengusaha dan oligarki bisnis lokal, nasional, maupun internasional. Sedangkan bagi rakyat kecil, yang sudah menghadang di depan mata adalah munculnya krisis perumahan, krisis ruang publik, krisis lahan, dan kenaikan harga-harga menjadi sajian awal dari derita panjang dari skandal tersebut.



Berbagai Krisis yang ada termasuk yang paling utama krisis moral tentunya tida bisa dengan mudah diselesaikan dengan infrastruktur secanggih apapun. Ini yang harus dipahami bersama khususnya pemerintah. Persoalan moral harus segera diatasi sebelum bangsa ini benar-benar kehilangan identitasnya]

Degradasi akhlak yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan oleh hilangnya keimanan dalam diri bangsa. Degradasi akhlak itu didasari nilai moral seperti kejujuran, dan kebenaran itu telah hilang. Nah, pertanyaanya kenapa nilai-nilai moral itu hilang? Nilai-nilai itu hilang karena akar dasarnya telah hilang yaitu keimanan.

Sebetulnya yang terjadi pada bangsa negeri ini itu krisis keimanan. Pada dasarnya out-put untuk solusi masalah krisis keimanan itu adalah karakter yaitu dengan membangun karakter bangsa yang baik, sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Tetapi pembangunan karakter itu tidak akan berhasil tanpa memegang nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, adil, peduli, bertanggung jawab dan lain sebagainya. Nilai-nilai itu pun tidak cukup jika tidak didasari oleh keyakinan yang disebut dengan keimanan.

Akhlak itu harus diperbaiki atau dibenahi hingga karakter dalam nilai-nilai itu dapat dibangun dalam diri bangsa ini. Maka sudah saatnya kita perbaiki semuanya. Dan tidak mungkin kita bicara karakter tanpa faktor keimanan tersebut. Pemerintah segera membuka mata dan bangkit untuk membangun karakter bangsa dengan keimanan.

Persoalan bangsa saat ini tidak bisa diselesaikan dengan jalan pintas. Penanaman nilai untuk mengikis sifat hipokrisi sejatinya bisa dijalankan lembaga pendidikan. Sayangnya, sebagian besar lembaga pendidikan juga menghadapi persoalan internal dan tekanan dari luar.

Saat ini yang bisa diharapkan untuk membuat perubahan hanyalah masyarakat sipil independen, baik yang berbasis agama maupun mereka yang melakukan gerakan advokasi, serta media massa. Kalangan ini perlu bergerak memberi tekanan ke atas, tetapi pada saat yang sama juga memberikan bimbingan, kesejukan, dan harapan bagi masyarakat di bawah. Untuk mengatasi berbagai problem itu, sistem politik harus diperbaiki dan kualitas aktor-aktor politik ditingkatkan.

Negara harus kembali kepada tujuannya, terutama mencerdaskan kehidupan bangsa. Ilmu Pengetahuan yang benar berlandaskan moral dan Ketuhanan penting untuk itu. Pendidikan karakter belum sepenuhnya dapat dijadikan rujukan untuk mengatasi masalah pendidikan yang ada di negara ini. Karena hanya menitikberatkan kepada nilai-nilai dan norma-norma kemanusiaan saja.

Hanya mencetak manusia yang mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) kepada sesama makhluk, tapi minin akan ketauhidan ilahiyah. Lebih jauh lagi secara tidak langsung akan menjauhkan kita dari sang Tuhan. Dalam pendidikan karakter juga menganggap bahwa agama bukan suatu yang mendasar untuk menciptakan manusia yang baik apalagi di negara yang plural. Maka hanya dengan pendidikan karakter saja, justru akan membahayakan bagi akidah umat Islam. Pendidikan akhlak yang terdapat dalam pendidikan Islam akan menyempurnakan semua itu. Karena berakhlak adalah berpikir, berkehendak, dan berperilaku sesuai dengan fitrahnya (nurani) untuk terus mengabdi kepada Allah. Jadi bukan hanya menjadi manusia baik yang berkarakter tapi juga berakhlak mulia.

Fenomena kemajuan ilmu pengetahuan modern secara pesat bagai buah simalakama. Umat manusia berada di antara harapan dan ancaman dalam perkembangannya. Fisikawan Amerika Serikat J. Robert Oppenheimer menyesali dirinya telah menemukan bom atom dengan mengatakan, "Now I am become death, the destroyer of world". Itu karena bom atom diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki. Korbannya diestimasikan 210.000 jiwa. Penemuan lain, seperti senjata kimia dan biologi juga menjadi bencana umat manusia hingga saat ini.

Sains modern dapat dikatakan sebagai masalah dan memberikan permasalahan. Jika ditelaah, permasalahan ini berangkat dari cara pandang (worldview) yang mendasari sains tersebut. Setidaknya ada tiga cara pandang dominan terhadap sains modern, yaitu : (a) bebas nilai, (b) materialistik, dan (c) anti metafisik. Ketiganya sebagai dampak atas demoralisasi di dalam dunia sains. sehingga sains tidak diposisikan secara benar. Hal ini terbukti apabila belajar dari sejarah panjang negara-negara maju, kita mengetahui bahwa perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang telah melahirkannya tidak selalu menghasilkan kemaslahatan akan tetapi sering kali juga kemudaratan.
Diubah oleh Mursiding 07-07-2019 21:28
bukanbungtak
thehutch
ngehe14
ngehe14 dan 13 lainnya memberi reputasi
-14
3.6K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan