Kaskus

News

Remi144Avatar border
TS
Remi144
Ajari Anak-anak Perangi Sampah Plastik Melalui Konser Musik
Ajari Anak-anak Perangi Sampah Plastik Melalui Konser Musik (Foto: Remigius Nahal)

DENPASAR - Pencemaran lingkungan berupa sampah minuman kemasan dan plastik masih menjadi momok yang terus menghantui dunia saat ini.

Untuk Indonesia sendiri memiliki sebuah prestasi yang tidak bisa dibanggakan jika dikaitkan dengan sampah plastik.

Dalam daftar negara penyumbang sampah plastik di dunia, Indonesia duduk di peringkat ke dua sebagai negara dengan sampah terbanyak yang dibuang ke laut.

Banyak kalangan terus mengompanyekan terkait masalah sampai plastik ini. Mulai dari LSM, Organisasi Lingkungan, para aktivis Lingkungan hingga Seniman dan sebagainya.

Adalah Balawan Musik Training Center (BMTC), pada Minggu (30/6) menggelar konser dengan tema With The Avenger Save The World Without Plastic, bertempat di Kanda Restoran, Sanur, Denpasar.Ajari Anak-anak Perangi Sampah Plastik Melalui Konser Musik

Dalam konser Rock 'In Days #1 ini, sebanyak 38 kelompok anak-anak ikut mengambil bagian dalam pagelaran ini. Mereka ialah anak-anak yang tergabung dalam Balawan Musik Training Center (BMTC) dan menampilkan Avenger Band Perform, BMTC Student Drum Percussion, Sharing Session Palel Atmoko (Drummer Navicula) Jamming Session the master Balawan.

Owner BMTC, I Wayan Balawan menjelaskan, konser ini dibuat untuk memberi kesadaran kepada anak-anak agar tidak membuang sampah sembarangan terlebih khusus mengenai sampah plastik.

"Konser ini dibuat untuk memberi pesan kepada anak muda agar peduli dengan masalah sampah plastik," ujarnya.

Dikatakan oleh Balawan, hal ini bisa terwujud mulai dari hal sederhana.

"Misalkan jangan buang sampah sembarangan. Semua hal yang besar pasti dimulai dari hal-hal yang sederhana. Mulai dari rumah sendiri," tukasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Koordinator acara Agung Pradipta. Ia menjelaskan, acara konser ini dibuat untuk memberi pemahaman kepada anak-anak tentang bahaya sampah plastik.

"Di dalam konser ini, bukan hanya musik yang kita tonjolkan, namun bagaimana dalam menghadapi bahaya dari sampah plastik. Walaupun sedikit, kita bisa memberi anak-anak kesadaran bagaimana bahayanya sampah pelastik," katanya.

Berkaitan dengan tema "With The Avenger Save The World Without Plastic," Agung Pradipta menjelaskan, tema ini tak lain hanya untuk menarik perhatian anak-anak.

"Kita anggap aja Avenger itu manusia, mereka tak bisa mengalahkan apa yang dibuat sendiri seperti sampah plastik," tukas Agung Pradipta.

Sedangkan untuk tema musik dalam konser ini kata Agung Pradipta, dirinya sengaja mengangkat musik Rock dan tidak menutup anak-anak yang lain untuk membawakan jenis musik yang lainnya.

Agung Pradipta berharap, agar pegelaran konser semacam ini terus digelar setiap tahun dan terus berkembang.

Untuk diketahui juga, masalah sampah plastik saat ini tidak hanya menjadi masalah di perkotaan, namun juga di lautan.

Dampak negatif sampah plastik tidak hanya merusak kesehatan manusia, membunuh berbagai hewan, tetapi juga merusak lingkungan secara sistematis.

Karena itu, jika tidak dikelola secara serius, pencemaran sampah plastik tentunya akan sangat berbahaya bagi kelanjutan bumi itu sendiri.

Pencemaran Plastik di Dunia

Kota-kota di dunia menghasilkan sampah plastik hingga 1,3 miliar ton setiap tahun. Bahkan menurut perkiraan Bank Dunia, jumlah ini bertambah hingga 2,2 miliar ton pada tahun 2025 mendatang. Selama lebih dari 50 tahun, produksi dan konsumsi plastik global terus meningkat.

Sementara itu di lautan, Sekitar 10 hingga 20 juta ton sampah plastik mencemari setiap tahun. Sebuah studi baru memperkirakan, sekitar 5 triliun partikel plastik dengan berat total 268.940 ton mengambang di lautan saat ini.

Sampah plastik menghasilkan kerugian sekitar 13 miliar dolar setiap tahun, mulai dari kerusakan ekosistem laut hingga wisata alam.

Studi yang dilakukan peneliti di Pusat Nasional UC Santa Barbara yang diterbitkan dalam jurnal Science menyebut, 8 juta metrik ton sampah plastik mencemari laut setiap tahun. Pada tahun 2025, input tahunan diperkirakan mencapai 2 kali lipat lebih besar lagi.

Sampah Plastik di Indonesia

Beberapa waktu silam, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan, berdasarkan data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun di mana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.

Menurut sumber yang sama, lanjut dia, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 milar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.

Sementara itu, berdasarkan data World Economic Forum 2016, dari seluruh plastik yang dihasilkan tersebut, hanya sekitar 2 persen yang didaur ulang secara efektif, 14 persen didaur ulang, 14 persen dibakar, 4 persen menumpuk di TPA/TPS, dan 32 persen lainnya mengotori lingkungan.

Indonesia saat ini menempati peringkat kedua penyumbang sampah plastik terbesar ke lautan. Apabila tidak segera ditanggulangi, World Economic Forum memprediksi di tahun 2050 akan lebih banyak sampah plastik di laut dibandingkan ikan.

Secara umum pola penanganan sampah di Indonesia hanya melalui tahapan paling sederhana, yakni mengumpulkan, mengangkut, kemudian membuang. Pola penanganan sampah tersebut telah berlangsung puluhan tahun, dan menjadi kebijakan umum yang dilaksanakan pemerintah.

"Pola pengelolaan sampah tersebut berjalan karena dilandasi oleh mindset bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna sehingga harus dibuang," ujar Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) Djati Witjaksono Hadi beberapa waktu lalu.

Dengan demikian, pendekatan yang dijalankan adalah pendekatan melalui penyelesaian di tempat pemrosesan akhir. Djati menerangkan, amanat utama Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yaitu mengubah paradigma pengelolaan sampah. 

Adapun pengubahan paradigma tersebut dari mengumpulkan, mengangkut, dan membuang, menjadi pengurangan penggunaan material yang berpotensi jadi sampah (reduce) dan daur ulang sumber daya (recycle).

Pendekatan yang tepat menggantikan atau mengombinasikan penyelesaian di tempat pemrosesan akhir yang selama ini dijalankan adalah dengan mengimplementasikan pendekatan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), tanggung jawab produsen diperluas (extended producer responsibility atau EPR).

Penemuan Seekor Paus Sperma (Physeter macrocephalus) Dikelilingi Sampah Plastik

Minggu sore, 18 November 2018, sekitar pukul 16.00 Wita, seekor paus sperma (Physeter macrocephalus) ditemukan warga terdampar di sekitar Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Paus sepanjang 9,5 meter dan memiliki lebar 1,85 meter itu ditemukan dalam kondisi sudah jadi bangkai.

Saat ditemukan, paus malang itu dikelilingi sampah plastik dan potongan-potongan kayu. Saat perut paus dibelah, ternyata di dalamnya juga berisi beragam sampah plastik seberat kurang lebih 6 kilogram.

Sampah-sampah dalam perut paus itu terdiri dari plastik keras 19 buah seberat 140 gram, botol plastik 4 buah 150 gram, kantong plastik 25 buah 260 gram. Ada pula sepasang sandal jepit seberat 270 gram hingga tali rafia 3,6 kilogram dan gelas-gelas plastik.

Penemuan tersebut baru terungkap pada Senin keesokan harinya, saat salah seorang warga mengunggah fotonya di salah satu akun media sosial miliknya. Sejak itu, kabar bangkai paus sperma yang menelan plastik menjadi viral dan memunculkan keprihatinan banyak pihak.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Greenpeace Indonesia, misalnya, mengatakan kalau kasus di Wakatobi hanyalah salah satu contoh kasus dari sejumlah peristiwa pencemaran akibat sampah plastik di lautan.

"Mungkin kita masih ingat, di tahun ini terdapat video viral seorang wisatawan mancanegara yang memperlihatkan kondisi perairan di Nusa Penida, Bali yang sudah tercemar dengan sampah-sampah plastik," ujar Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, Selasa (27/11/2018).

Bahkan, kasus serupa juga terjadi tak jauh dari Ibu Kota, tepatnya pada Maret 2018 lalu.

"Ketika itu, wilayah konservasi mangrove di Muara Angke sempat tercemar karena kedatangan lebih dari 50 ton sampah yang sebagian besar merupakan sampah plastik dari lautan," jelas Atha.

Dia mengatakan, sampah plastik yang berakhir di lautan sangat berpotensi mencemari dan memberikan dampak yang serius bagi keseimbangan ekosistem di laut. Ketika semuanya sudah menggunung, tak cukup dengan daur ulang untuk bisa melenyapkannya.

"Daur ulang bukanlah jawaban utama atas permasalahan yang terjadi pada saat ini. Pengurangan (reduksi) adalah kuncinya. Semua pihak harus berperan aktif dalam mewujudkan hal itu," papar Atha.

Hal ini dibenarkan Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar. Dia mengatakan, sampah plastik yang sudah sampai di laut akan selalu menjadi ancaman.

"Yang menakutkan dari sampah plastik yang masuk ke laut, dia nggak bisa terurai. Jadi, kalau sudah masuk ke perairan butuh waktu ratusan tahun (untuk terurai). Dia akan menjadi ancaman kalau nanti dimakan sama binatang laut, biota laut, oleh mikrorganisme laut," jelas Novrizal, Selasa (27/11/2018) malam.

Di sisi lain, lanjut dia, sampah plastik harus dikurangi agar tidak menumpuk dan mengancam biota laut. Caranya adalah dengan pembatasan penggunaan plastik atau dengan daur ulang.

"Daur ulang adalah bagaimana semua sampah plastik itu bisa jadi sumber daya. Jadi, harus diusahakan sampah plastik ini tidak boleh atau jangan masuk TPA, melainkan didaur ulang," jelas Novrizal.

Dia beralasan, jika sampah plastik akhirnya bermuara ke tempat pembuangan akhir sampah, sampai kapan pun tak akan bisa terurai.

"Makanya, bagaimana caranya meningkatkan kesadaran masyarakat. Minimal masyarakat memilah sampah. Bisa dibawa ke bank sampah atau ke tempat industri daur ulang agar tidak masuk ke perairan," ujar Novrizal.

Sementara itu, pihak Greenpeace Indonesia melihat upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjadikan sampah plastik sebagai ancaman jangka panjang sudah berada pada koridor yang benar. Yang diperlukan saat ini adalah aksi di lapangan.

"Saya pikir pemerintah sudah melihat bahwa permasalahan ini memang menjadi ancaman yang serius, yaitu dengan menetapkan target pengurangan sampah di lautan hingga 70% sampai tahun 2025. Namun, upaya penyelesaiannya masih perlu ditingkatkan," tegas Atha. (**)

Sumber: bali.kabardaerah.com
Diubah oleh Remi144 01-07-2019 00:30
0
903
2
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan