Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nusantaralinkAvatar border
TS
nusantaralink
Marunda Terombang-Ambing di Lautan Pasal


Niat pemerintah untuk mengurangi beban Pelabuhan Tanjung Priok direalisasikan dengan mengutus PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) melalui Kementerian BUMN untuk mengadakan tender pencarian mitra bisnis pengembangan lahan C-01 Marunda di tahun 2004. Batas lahan C-01 terdiri dari garis pantai 1.700 m dari cakung drain sampai sungai blencong. Perlu untuk diketahui, dasar hukum dari tender meliputi:

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kawasan Berikat Nusantara tanggal 11 Februari 1992.
2. Master Plan Studi Kelayakan Peningkatan Status Pelabuhan Khusus Marunda menjadi Pelabuhan Umum Rencana Pengembangan di Unit Usaha Kawasan Marunda (FS UGM).
3. Analisis Dampak Lingkungan (Andal) KBN Tahun 1990 Revisi Andal Tahun 2005.

PT Karya Tekhnik Utama (KTU) sebagai pengembang pelabuhan terkemuka kemudian mendaftar dan akhirnya keluar sebagai pemenang tender. Kemenangan itu disahkan lewat SK Direksi KBN, dengan No.06/SKD-PL/Dirut/2004 tentang Penunjukkan KTU sebagai mitra bisnis pengembangan kepelabuhanan Lahan C-1.

Selain Master Plan dalam FS UGM, masih ada ringkasan yang menjadi dasar tender KBN itu mensyaratkan agar kepemilikan usaha patungan atau kerja sama membagi porsi kepemilikan KBN tidak melebihi 20%, agar pihak swasta yang mengeluarkan dana pembangunan tetap berminat.

Memasuki 2005, KBN dan KTU menandatangani perjanjian kerjasama untuk membentuk anak perusahaan di bidang kepelabuhanan yakni PT Karya Citra Nusantara (KCN). Pendirian anak usaha itupun disetujui Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan Pemprov DKI Jakarta yang waktu itu dipimpin oleh Sutiyoso, sebagai pemegang saham KBN.

Dalam pasal yang tertuang dalam perjanjian, KTU berkewajiban menyediakan sumber dana seluruh pembangunan Pelabuhan Marunda dan sekaligus membangun 3 dermaga. Dengan dasar tersebut, komposisi saham KCN dipegang KTU sebesar 85% dan KBN sebesar 15% (Goodwill). Akan tetapi, saham KBN sebesar 15% di dalam perjanjian itu memuat ketentuan tidak akan terdelusi berapapun penambahan investasi KTU kepada KCN nantinya.

Lampu hijau pun nampak setelah KCN mendapatkan izin Badan Usaha Pelabuhan dan memperoleh konsesi yang ditetapkan Menteri Perhubungan.

Selama tidak melanggar aturan dan telah memenuhi persyaratan seharusnya memiliki kekuatan hukum yang tetap. Perlu untuk diketahui, setelah masa konsesi berakhir, semua aset pembangunan berupa pelabuhan beserta seluruh fasilitasnya yang telah terbangun harus diserahkan kepada negara.

Akan tetapi, petaka datang setelah HM Sattar Taba diangkat menjadi Direktur Utama KBN pada tahun 2012. Arah kebijakan KBN berubah 180 derajat. Usaha untuk menguasai seluruh aset KCN pun sampai masuk ke ranah hukum. Izin konsesi yang dikeluarkan oleh Kemenhub menjadi batu kerikil yang menyeret KCN beserta Kemenhub ke pengadilan.

Padahal, Mantan Direktur Utama KBN, Rahardjo, berani memastikan kehadiran KCN di Marunda adalah sah. "Tak ada yang salah. Tahapan yang dilalui juga jelas dan terbuka. Bahkan pemilik modal adalah investor lokal," kata Rahardjo seperti dikutip dari BeritaSatu.com.

Pada 1 Februari 2018, Sattar menggugat konsesi Pelabuhan Umum Marunda yang pada November 2016 diteken KCN bersama Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Marunda. Keppres No. 11 tahun 1992 menjadi senjata utama KBN. Padahal Keppres tersebut juga menjadi dasar KBN dalam membuka lelang tender pada 2004 silam.

Hasilnya, PN Jakut memenangkan gugatan KBN. Semua bukti-bukti yang diajukan tergugat KCN dan Kemenhub tak mendapat penilaian dari mejelis hakim. Selain membatalkan konsesi, Hakim juga menghukum tergugat I (KCN) dan tergugat II (KSOP V Marunda) untuk bertanggung jawab secara tanggung renteng membayar kerugian kepada KBN secara materiil sebesar Rp 773 miliar lebih.

Anehnya, keputusan ini keluar hanya dalam jangka waktu beberapa bulan setelah proses peradilan dimulai. Kuasa Hukum KCN, Juniver Girsang berkilah, sepanjang sejarah dirinya menangani kasus, hanya perkara ini yang diputus kurang dari satu tahun. Tidak hanya itu saja, dalam putusan disebutkan KBN sebagai pengelola pelabuhan. Padahal KBN bergerak dalam bidang kawasan berikat dan logistik.

Sehingga, Hakim seharusnya juga sadar jika KBN bukanlah badan usaha pelabuhan (BUP), KBN juga tidak memiliki perairan. Maka dari itu pada 2004 ketika ingin mengembangkan pelabuhan KBN mencari mitra melalui tender yang kemudian dimenangkan KTU.

Jika sudah begini, maka pembangunan yang telah diimpikan masih jauh dari kenyataan. Batu bara yang menggunung masih mendominasi lapangan penumpukan di pelabuhan KCN. Pelabuhan itu memang difokuskan melayani muatan curah yang juga merupakan wujud nyata keberadaan Pelabuhan KCN sebagai pelabuhan supporting Pelabuhan Tj. Priok.

Meski saat ini KCN tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), Juniver mengungkapkan kliennya berharap sengkarut itu bisa diselesaikan secara business-to-business. Pasalnya, bila kasus itu dimenangkan KBN akan sangat rancu apabila lembaga kementerian setingkat Kemenhub RI harus membayar denda kepada KBN sebagai anak perusahaan BUMN. Bukankah APBN sangat terbatas?


Sumber:

https://bisnis.tempo.co/read/1188468...n-kasasi-ke-ma

https://news.okezone.com/read/2019/0...-dikabulkan-ma

https://www.beritasatu.com/ekonomi/5...dari-indonesia
Diubah oleh nusantaralink 21-06-2019 03:42
yukoaldino
adriantimur
adriantimur dan yukoaldino memberi reputasi
2
1.7K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan