TKN Laporkan Saksi Beti ke Polisi, Tim Prabowo Mempersilakan

Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin mengatakan akan melaporkan salah saksi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Beti Kristiana karena diduga telah memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Juru Bicara Hukum TKN Razman Nasution mengatakan pihaknya melaporkan Beti karena memberikan amplop suara yang diduga palsu.

"Saksi Beti malah kami mau laporkan ke polisi karena memberi keterangan palsu," kata Razman dalam acara diskusi MNC Trijaya Network, di Jakarta Pusat, Sabtu (22/6).

Dalam persidangan, Beti mengaku menemukan tumpukan amplop surat suara yang diduga berisi C1 di halaman Kantor Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali.

Menurut Razman, kesaksian terduga palsu tersebut melanggar sumpah saksi dalam persidangan. Ia juga menilai keterangan yang diberikan Beti juga bisa memperburuk suasana.

"Oleh karena itu, maka apabila keadaan-keadaan ini mendesak, terus ada yang mengganggu, ada yang membuat kekacauan dan sebagainya. Itu di proses," ujar Razman.

Menanggapi hal tersebut, Jubir Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Hendarsam Marantuko mempersilakan pihak termohon untuk mempidanakan Beti.

"Ya kita monggo-monggo saja bahwa selama ini juga banyak sekali badai laporan yang melanda kami para simpatisan 02," kata Hendarsam.

Kendati demikian, Hendarsam mengingatkan bahwa saat ini tensi sudah meninggi. Ia mengatakan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto telah memerintahkan BPN untuk mendinginkan suasana.

"Pak Prabowo cooling down, untuk tidak ada pengerahan massa di MK dan kita sudah patuh itu. para pendukung sudah mematuhi itu. 01 juga harus melakukan yang sama jangan malah menimbulkan gesekan," kata Hendarsam.

"Jangan sampai kita ngerem sana gas terus," lanjutnya.
sumber

========

Jubir koplak.

Urusan pelaporan kesaksian palsu dalam persidangan dimungkinkan dalam KUHP. Ini untuk pembelajaran kedepan supaya tak ada lagi kejadian serupa dimasa datang.

Sementara urusan pengerahan massa adalah cara barbar dalam alam demokrasi, meskipun demo dijamin UU.

Jika kubu 02 merasa banyak pendukungnya terkena pidana, coba dilihat lagi pangkal masalahnya. Tak mungkin ada pelaporan atau pidana yang mengakibatkan pendukung kubu 02 dipenjara kalau tidak ada perbuatan yang memang memenuhi unsur pidana.

Sayangnya, hampir semua hoax dan fitnah yang bertebaran di dunia maya atau sosial media memang dilakukan oleh pendukung 02. Entah karena dukungan membabi buta atau memang karena mencari pahalanya dengan cara demikian. Bahkan karena terlalu semangatnya, tak lagi bisa dibedakan antara kebodohan seketika atau kebodohan sejak lahir. Andai pendukung 01 iseng memposting sesuatu yang sarkas lalu diumpankan ke kumpulan pendukung 02, maka seperti kumpulan ikan yang kelaparan, seketika pendukung 02 akan memakan umpan tersebut tanpa berpikir ulang, bahkan membagikan semua kebodohan itu dengan cepat dan merata. Itulah TSM sesungguhnya.

Dari narasi diatas, masihkah kita mempercayai kalau pendukung 02 itu sebagian besar adalah orang terpelajar? Bisa jadi benar, mereka memang terpelajar. Tetapi mereka terlanjur menutup mata, mulut, dan telinga mereka untuk melihat, memgucapkan, dan mendengar sesuatu hal yang benar. Mereka terlalu jumawa mengambil kata dungu dengan cepat lalu menuding ke orang lain. Mereka merasa sebagai pemilik kata akal sehat sehingga berhak memakainya meskipun mereka jelas-jelas sakit. Mereka seperti kumpulan orang yang terpesona dengan segala macam bualan permainan kata seorang RG, termasuk Wan Abud, sehingga mendadak mereka menjadi ahli filsafat dan sastra.

Karena terpesonanya, mereka tak sadar. Sadar-sadar ketika pagi terbangun, ternyata mereka kalah!

Sakitnya tuh di biji!