Manajemen ketahanan pangan nasional tidak hanya soal produksi dan distribusi. Tapi juga soal bagaimana hasil panen pangan tersebut disimpan di gudang-gudang penyimpanan.

Dewasa ini kerap kali terjadi gangguan terhadap komoditas pangan tertentu yang terkadang sulit dikendalikan dan berdampak ke segala penjuru negeri. Beras atau bawang putih, sebagai contoh.

Dalam kasus beras, misalnya, Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), disebutkan pada Pasal 3 bahwa pelepasan CBP harus dilakukan apabila telah melampaui batas waktu simpan 4 bulan. Jika lebih dari 4 bulan, beras berpotensi mengalami penurunan mutu.

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) yang juga pernah menjabat Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) periode 2009-2014, Soetarto Alimoeso, pernah bilang reprocessing (pemrosesan ulang) diperlukan bagi beras-beras yang sudah berusia enam bulan untuk mencegah beras menjadi busuk di gudang.

Reprocessing juga mendesak, terutama pada beras lokal yang dibeli pada musim hujan, karena berumur lebih cepat, yaitu sekitar tiga bulan, mengingat beras produksi pada musim hujan tidak mampu mengering sempurna akibat hanya dikeringkan di lantai jemur.

Sementara itu, ada pula komoditas musiman yang harganya kerap naik turun. Mulai dari bawang putih, bawang merah dan cabai merah. Komoditas tersebut dinilai membutuhkan gudang pegawet yang bisa menampung selama enam bulan.



Untuk itu, pemerintah bermaksud membangun gudang yang dapat menampung bahan pangan agar awet setidaknya dalam enam bulan. Pembangunan gudang tersebut akan ditugaskan kepada Bulog.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, saat ini pemerintah tengah membahas strategi Bulog dalam membangun gudang yang membuat awet bahan pangan. Pihaknya telah meminta Bulog mulai mereview gudang dan fasilitas yang dimiliki. Mulai dari dryer (mesin pengering) untuk beras dan bisa kerja sama dengan penggilingan.

Darmin menekankan perlunya keterhubungan antara penggilingan-penggilingan kecil yang jumlahnya lumayan banyak dan gudang-gudang besar penyimpan hasil pangan. Salah satu yang perlu dilakukan adalah dengan membekali penggilingan kecil dengan dryer atau pengering.

Hal ini mengingat banyak dari petani yang masih bergantung pada lantai jemur untuk melakukan pengeringan hasil panen seperti beras. Padahal, lantai jemur hanya bisa dimanfaatkan saat matahari bersinar.

“Kalau kalau pakai dryer, dikaitkan dengan penggilingan kecil, kemudian mestinya ada gudang atau lumbung. Ekosistem itu yang harus kita bangun supaya tidak terjadi waktu panen harganya jatuh waktu paceklik harganya melambung. Itu berlaku untuk beras, cabai, dan bawang," jelasnya, baru-baru ini.



Bulog pun didorong untuk membangun gudang-gudang besar di enam provinsi yang kerap menorehkan surplus produksi beras sehingga bisa menampung hasil dari penggilingan-penggilingan kecil. Enam daerah yang dimaksud adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.

Untuk daerah yang mengalami defisit, perlu dibangun gudang-gudang kecil untuk menyimpan hasil panen di daerah tersebut dan distribusi dari daerah surplus.

Di samping sarana logistik tersebut, satu hal lagi yang perlu menjadi perhatian adalah penggolongan atau standarisasi hasil produksi. Dengan standarisasi ini, para petani dan pengolah hasil pangan terbiasa menggolongkan hasil pangan sesuai grade atau standar kualitas yang dihasilkan.

Dengan dituntaskannya seluruh isu ini, diharapkan kesenjangan harga dan ketersedian bahan pangan, baik antar daerah maupun antar musim, panen maupun paceklik, bisa diselesaikan. “Jadi yang juga kita bicarakan lama tadi adalah ini masalah musiman harus terjawab secara sistematis. Kalau tidak akan terulang terus, belum panen tapi harga naik,” kata Darmin.


Acuan:

Pemerintah dorong Bulog bangun gudang penampung bahan pangan

Indonesia Perlu Bentuk Ekosistem Gudang Pangan