Tengkyuw buat Om quatzlcoatl yang udah bikinin cover. KEREN BANGET SUMPAH!!

PART 1

Bandung, Juni 2003

Sore ini, Kaka dan Mas baru sampai di terminal Cicaheum dan langsung celingukan nyari Bapak.

Kata mbah, nanti Bapak nunggu di wartel deket pintu masuk terminal. Langsung aja Kaka cari wartel yang di maksud. Ini pertama kalinya Kaka ke Bandung cuma sama Mas, naik bis pula. Tangan kanan bawa tas jinjing besar punyanya mbah waktu mbah naik haji, sama bawa tas gendong yang berat juga. Tangan kiri ngegandeng si Mas yang jalannya masih agak ngantuk2 karena selama perjalanan tadi tidur dan baru bangun pas udah mau turun. Suasana terminal rame banget. Kaka takut bawaan Kaka hilang atau (amit2) si Mas yang hilang.

Belum sampai wartel, dari jauh kayaknya Bapak udah liat Kaka dan Mas. Buru2 Bapak matiin rokok dan jalan cepet ke arah kami. Setelah salim, Bapak ngeraih tas jinjing yang Kaka bawa dan ngegandeng tangan si Mas. Kaka ngikutin jalan kaki di belakang kalian. Belum tau mau kemana.



Bapak ngajak masuk ke warung makan sunda “sukahati” di belakang terminal.
Kaka milih menu makan dan minum buat Mas dulu. Untung si Mas udah bisa rapih makan sendiri, jadi Kaka gak perlu repot2 suapin. Bapak milih menu makanan yang sama kaya Kaka. Dan kita makan dalam diam. Sesekali Bapak cuma ngajak ngobrol ke Mas aja.



Sebenarnya, ini kan bukan pertama kali Kaka ke Bandung. Kaka sama Mas lahir di Bandung, malah Kaka sempat SD disini. Di daerah Kosambi kalo gak salah. Tapi itu udah lamaaa dan Kaka lupa2 ingat tentang Bandung. Yang jelas, perjalanan kita sekarang bukan ke arah Kosambi.

Kalo Mas sih pasti sama sekali gak ingat tentang Bandung.



Kaka cuma diam memperhatikan calon gedung sekolah Kaka yang dua tingkat itu. Kesan pertama, sekolahannya kecil. Gak kaya sekolah2 di daerah Mbah. Mana lapangannya?

15 menit dari calon tempat sekolahnya Kaka, Bapak teriak lagi.


Kaka memperhatikan calon sekolahannya Mas. Lebih kecil dan pasti gak ada lapangannya. Dimana nanti Mas upacara/olahraga?
Belokan pertama dari sekolahnya Mas, Bapak membelokkan motornya. Gak jauh dari situ, masuk lah kita ke area rumah kontrakan. Setelah membuka pagar, Bapak segera memasukkan motor.

Kaka dan Mas baru pertama kali kesini. Area kontrakan ini total ada 8 rumah, saling berhadapan. Jadi 1 baris ada 4 rumah dan berhadapan dengan 4 rumah lainnya. Dipisah oleh jalan yang lebarnya 1,5 meter. Jalan itu akhirnya dipakai untuk parkir motor/jemuran penhuni kontrakan. Kamar mandi ada 4 buah, terletak di ujung kontrakan dan menghadap ke pagar. Di depan kamar mandi, ada tempat untuk mencuci dan masih pake pompa air manual.

Kontrakan Bapak ada di nomer 2 sebelah kanan dari depan. Begitu membuka pintu, ada dua ruangan sama besar dan di belakang ada ruangan kecil, keciiil sekali untuk dapur. Ruangan pertama kosong melompong. Ruangan kedua hanya ada karpet dan 2 bantal. Lemari plastik yang masih pakai resleting penutupnya, cermin, 1 air galon, setrika dan magic.com. Ada kardus isinya gula dan kopi di pojok ruangan. Di ruangan kecil yang sebetulnya gak layak disebut dapur, cuma ada peralatan dapur alakadarnya. Kompor minyak, panci, wajan, beberapa piring, gelas, mangkok dan ember besar yang ada tutupnya buat nampung air bersih. Gak ada TV, tapi ada tape kecil merk polytron. Beberapa kaset dangdut koleksi Bapak berserakan didekatnya.

Mulai hari ini, Kaka harus terbiasa sama keadaan disini.
Mulai hari ini, Kaka harus terbiasa tinggal sama Bapak.

Bapak kandung, yang ironisnya agak asing buat Kaka. Tiba2 sekarang harus tinggal bersama dan membiasakan ada sosok Bapak di kehidupan Kaka. Kenapa baru sekarang? Ya karena begitulah perjanjian hak asuh yang diputuskan pengadilan saat Bapak dan Mama bercerai entah kapan, Kaka sampai lupa (mungkin dari Mas baru lahir?). Kesepakatannya saat Kaka lulus SMP, Kaka dan Mas harus ikut Bapak yang sebelumnya tinggal sama Mama. Tinggal sama Mama? Ah, Mama hampir sama asingnya dengan Bapak. Kaka dan Mas kan anaknya Mbah, bukan anak Mama Bapak...