Kaskus

Story

fuwaaika4Avatar border
TS
fuwaaika4
Terima Kasih Suamiku (Hijrah)
Terima Kasih Suamiku (Hijrah)

Aku adalah seorang istri yang taat. Kepada agama maupun kepada suami. Hari hari ku habiskan sebagai ibu rumah tangga. Namun setiap Jum'at sore aku mengajari anak anak mengaji di mushalah yang berjarak kurang lebih 300 Meter dari rumahku. Aku pernah mempunyai seorang anak perempuan, namun saat baru berumur 1 tahun lebih 4 bulan dia harus dipanggil ke rahmatullah.

Namaku adalah Farida. Sedang biasanya ibu ibu perumahan memanggilku dengan bu Kholis. Karena nama Kholis diambil dari nama suamiku. Sudah hampir 3 tahun kami menikah. Suamiku adalah orang yang baik. Dia selalu mengutamakan aku dari pada egonya. Seperti itulah aku mengisyaratkan suamiku.

Suamiku adalah seorang pengusaha kontraktor. Dia sudah cukup lama menggeluti dunia konstruksi yaitu sekitar 9 tahun. Perusahaanya lumayan bagus dan menjajikan. Bahkan dia juga memiliki CV yang memperkerjakan konsultan dan perencanaan. Namun atas nama adiknya. Jadi semua proyek yang ditangani PTnya selalu berjalan lancar.

Tapi aku sering mendengar hal yang kurang enak tentang suamiku. Seperti proyek yang di garap semena mena. Atau main suap. Bahkan melakukan intimidasi kepada lawan bisnisnya. Hingga suatu hari aku pernah bertanya kepadanya.

Saat itu kami sedang bersiap siap tidur. Tampak dia masih sibuk mengutak atik Hpnya sambil membaringkan badanya di dipan hadiah pernikahan dari orang tua kami. Dia terlihat serius. Seakan akan tidak rela hari ini harus berakhir. Sedang aku yang mengenakan piyama tidur, tengah berbaring di sampingnya. Ku pandangi wajahnya.

"Mas, aku mendengar hal yang kurang enak tentang pekerjaan mas."Tanyaku dengan mengelus rambutnya menggunakan tangan kananku.

"Memangnya kamu mendengar apa sayang." Tanggap dia, Sambil meletakan Hpnya ke meja sebelah dipan dan memeluku erat.

"Seperti melakukan hal yang tidak seharusnya di lakukan untuk mencarkan bisnis mas." Jawabku. Aku memang sangat menghormati suamiku. Karena dalam kepercayaanku suami adalah panutan bagi istrinya.

"Seperti apa sayang? Apa yang kamu maksud itu membagikan uang bonus pada orang orang?" Jawab dia dengan melepaskan pelukanya. Di lihat dari tatap matanya, saat itu dia terlihat ngomong apa adanya.

"Bonus apa suap mas? Dalam islam itu gak boleh mas?" Tanyaku lagi, sedikit ku kerutkan dahiku.

"Gak mungkin aku melakukan itu sayang." Ucapnya sambil mengecup dahiku.
"Sudah malam. Tidur yuk" Tambah dia sebelum sempat ku sela.

Akupun langsung tidur tanpa berani membantahnya. Karena membantah suami adalah awal dari pertengkaran setiap rumah tangga.

Dahulu sebelum menikah denganku, suamiku adalah orang yang kurang baik. Dia suka mengkonsumsi minuman keras dan bermain perempuan. Saat ku tanyai dia ketika melamarku,  katanya dia hanya ikut ikutan temanya. Dan alhamdulilah setelah menikah, aku tidak pernah melihat dia dengan perempuan lain. Juga tidak pernah tercium bau alkohol di mulutnya, Walaupun dia pulang malam dan katanya dari tempat karaoke karena itu adalah acara perusahaan. Dulu pernah sekali dia pulang dan nafasnya berbau alkohol, Katanya sih dia dipaksa oleh temanya. Dan malamnya aku sengaja tidak tidur sekamar denganya sebagai tanda protesku kepadanya.

Dengan perubahan itu, tampak jelas bahwa suamiku sangat sayang denganku. Bahkan CV kontraktor miliknya dulu saat akan di rubah menjadi PT dia menggantinya dengan namaku. Yaitu PT. Farida Contraktor & Building.

Hingga suatu hari. Aku pulang cepat setelah sholat Ashar. Karena anak anak yang biasa mengaji bersamaku di mushalah sedang berkemah. Ku lihat ada pak Maman yang sedang memarkirkan mobilnya di garasi. Mungkin suamiku pulang cepat, Aku bergegas masuk pintu pagar. Sepertinya pak Maman tidak menyadari kalau aku baru pulang dari Mushalah. Tampak pak Maman sedang mengeluarkan anak kecil yang masih mengenakan seragam SD. Kira kira anak itu masih kelas 2 SD.Pak Maman mengeluarkan anak itu dengan mengangkatnya. Anak itu terlihat sedang tidur. Ku percepat langkahku karena aku ingin menanyai pak Maman tentang anak itu.

Pak Maman meletakan anak itu di lantai sebelah mobil. Seketika aku jadi curiga apa yang sedang dia lakukan. Lalu aku sengaja bersembunyi di balik tanaman hias di depan rumah dan mengawasi apa yang sedang pak Maman lakukan. Setelah itu, dia mengambil selotip untuk membungkam mulut anak itu. Juga untuk mengikat tangan dan kaki anaknya. Dalam hatiku aku ingin sekali menghentikan tindakan pak Maman. Tapi karena aku ingin menyelidiki lebih banyak. Jadi aku tetap sabar menunggunya.

Kemudian anak itu di angkat lagi oleh pak Maman. Betapa kagetnya aku, Ternyata anak itu dimasukan kedalam bagasi. Seketika aku langsung berlari dan berteriak.

"Tunggu pak Maman, Apa yang sedang pak Maman lakukan?" Tanyaku.

Pak Maman tampak kaget dan bingung. Jelas sekali ekspresinya. Bahkan dia mengabaikan pertanyaanku.

"Apa yang pak Maman lakukan?" tanyaku ulang sambil mengeluarkan anak itu dari bagasi.

Dia  masih tidak menjawab lagi. Tampak dia sedang menoleh kekanan dan kekiri. Sambil memegangi jari jarinya seperti orang yang cemas.

Lalu ku angkat anak itu menuju ke sofa ruang tamu sambil mengisyaratkan pak Maman untuk masuk mengikutiku. Setelah ku baringkan, Ku lepas semua selotip yang ada di tubuhnya. Tampak pak Maman masih gelisah, dia sedang berdiri di samping kiriku. Ku pandangi anak perempuan ini, betapa manisnya dia. Mengingatkanku pada anak perempuanku. Ku periksa, sepertinya nafasnya baik baik saja.

"Ceritakan semunya pak Man, Apa yang sedang pak Maman lakukan dengan mengikat anak ini?" Tanyaku lagi.

"Maaf nyonya, tapi saya tidak bisa." Jawabnya sambil menundukan kepala.

"Yasudah kalau pak Man tidak mau cerita." Ujarku

Ku ambil telefon genggamku.

"Ceritakan pak, Atau saya akan telfon polisi karena pak Man sedang menculik anak perempuan." Ancamku.

"Tunggu bu, sebelumnya saya minta maaf....." ujarnya dengan gemetaran.

Lalu dia bercerita bahwa dia melakukan ini adalah atas suruhan suamiku. Ternyata anak ini adalah anak tunggal dari saingan bisnis suamiku. Dia menculiknya untuk menuntut kepada saingan bisnisnya, agar melepaskan proyek yang telah di lelang beberapa hari lalu. Mendengar itu, Aku seakan tidak percaya. Jantungku berdetak dengan sangat kencang. Nafasku seakan berat. Apa saja yang telah di lakukan suamiku selama ini?? gumamu dalam hati. Air mataku mengalir begitu saja, Apakah suamiku sekurang ajar itu?

Tanpa pikir panjang, Ku telfon mas Kholis. Dan menyuruhnya pulang sekarang juga. Mendengar suaraku yang bersendu sendu dia khawatir dan langsung pulang. Namun aku sengaja tidak menceritakan apa yang sedang terjadi. Aku hanya bilang agar cepat pulang karena ada hal yang ingin ku bicarakan.

Sambil menunggu suamiku, aku duduk dan menggenggam tangan anak itu. Air mataku masih tidak mau berhenti menetes.

"Lalu kenapa anak ini bisa pingsan begini pak Man?" tanyaku.

"Anu bu, saya bius" Jawabnya sambil menundukan kepala.

Mendengar itu rasanya hatiku seakan jatuh kedalam jurang yang sangat dalam. Apakah selama ini aku hanya di bohongi suamiku? Apakah selama ini dia tidak berubah? Sejauh mana dia telah melakukan hal seperti ini? Kalimat kalimat itu terus berdengung di telingaku.

Tidak lama suamiku datang dan masuk dengan sedikit berlari. Dia tampak khawatir denganku, namun setelah melihat anak ini dan pak Man yang berdiri di sampingku. Ekspresinya langsung berubah. Dia tampak ketakutan dan bingung mencari alasan.

"Sayang aku bisa jelaskan ini." ujarnya dengan suara cemas.

"Aku udah tau mas." jawabku.

Lalu dia memandang pak Man. Dia tampak kesal, Namun juga tampak ketakutan.

"Jangan salahkan pak Man. Apa lagi sampai memecatnya" Ujarku.

"Ini anak temanku sayang. Dia lagi sakit, sedang temanku lagi sibuk. Makanya di titipin ke sini." Ujar dia.

"Masih mau bohongin aku ya mas?" Jawabku dengan nada tinggi.

Suamiku tampak bingung, Dia sebenarnya pasti sudah faham kalau pak Man sudah menceritakannya. Tapi dia masih ingin membela diri.... Gara gara kalimat itu, perasaanku semakin hancur. Masih sempat sempatnya dia berbohong.

"Sekarang ayo antar anak ini ke orang tuanya bersamaku mas. Ayo kita minta maaf." tegasku, Padahal hatiku benar benar sakit dan ingin marah sekali.

"Gabisa sayang, temanku lagi sibuk" jawab dia masih berbohong.

"Ayo mas, jangan sampai kalimatku ku ulang ke tiga kalinya." pintaku dengan menarik tangannya.

"Besok saja sayang." jawab dia.

Mendengar kebohongan yang terus terusan itu membuat emosiku semakin memuncak. Seakan akan dia menganggapku seperti anak kecil dan tidak menghargaiku. Seketika aku marah dan menjelaskan kejadian anak ini seperti apa yang telah di jelaskan pak Man dengan nada tinggi. Ini adalah pertama kali aku menggunakan nada bicara yang kurang enak di dengar di depan suamiku. Tapi dia tampak tidak mau mengalah dan masih menyangkal perbuatanya. Kamipun cekcok cukup lama. Entah setan apa yang telah merasukiku hingga ku katakan kata kata yang seharusnya tidak ku katakan.

"..............................." Teriak ku.

"Apa?" tanya dia tampak kaget.

"Ku bilang ceraikan saja aku mas. Aku tidak ingin memiliki suami yang tidak bisa di jadikan panutan seperti mas." ujarku sambil melepas cincin perkimpoian kita. Lalu ku lempar ke lantai.

"Tunggu tunggu sayang." dia tampak mengejar cincin yang ku lempar. Lalu aku langsung berlari menuju kamar, namun sebelum sampai di kamar. Mas Kholis memenggangi bajuku lalu menarik tanganku.

"Tolong jangan ceraikan aku. Kamu adalah segalanya. Farida" Pinta dia sambil menciumi tanganku yang di pegangnya.

"Jika kamu masih mau jadi suamiku, rubahlah pikiranmu mas... Sudah berapa kali aku bilang harta tak di bawa mati mas." kataku sambil menangis

"Tapi aku melakukan ini demi kamu sayang, Aku ingin kamu bahagia dengan segala yang aku punya." Jawab dia.

"Tapi aku tidak ingin menukar kemanusiaan suamiku dengan seluruh harta ini mas. Tidak semua wanita itu gila harta mas. Tobatlah mas. Jangan menyakiti orang lain terus terusan mas." Omelku

"Iya iya sayang, Aku tobat. Aku akan berubah." Jawab dia.

"Apa yang akan kamu rubah mas? Jangan janji janji saja mas." ujarku sudah agak tenang.

"Ya aku tidak akan mengulanginya lagi sayang." jawab dia sambil mengajaku masuk ke kamar.

"Bukan itu saja mas, mas harus janji. Setiap bulan mas harus sumbangin 2,5% jumlah hartanya mas. Ke orang orang yang membutuhkan." pintaku.

"Iya sayang, Aku janji" Jawab dia sambil mencium tanganku yang selama itu terus di peganginya.

Lalu aku megajaknya untuk mengantar anak itu sekarang. Dia tampak menurut. Meskipun sebenarnya dia tidak mau. Setiba di sana, ibunya yang sedang menungunya tampak bahagia melihat kita membawa anak ini. Namun setelah bercerita yang sebenarnya, dia langsung marah dan menampar suamiku. Kita sempat diusir dan sang ibu mengancam akan melaporkanya kepada polisi.

Lalu ku jelaskan bahwa polisi akan segera datang kemari. Ku jelaskan pula bahwa aku yang memanggilnya karena tak ingin suamiku menjadi penjahat. Tak lama, polisi datang dan membawa suamiku.

Beruntung karena suamiku hanya di tahan seminggu. Sang ibu anak itu telah memaafkan dan menarik berkasnya. Sehingga kasusnya dianggap selesai dan diurus secara kekeluargaan. Mendapati itu, hatiku sangat lega. Aku bingung, apa yang harus ku perbuat untuk membalas niat baik mereka. Lalu ku putuskan untuk menjalin hubungan baik dengan wanita itu. Dan alangkah kagetnya, ternyata dia juga wanita yang taat beragama.

Setelah kejadian itu, suamiku mulai berubah. Dia mulai terbuka tentang proyek proyeknya. Kita juga mempunyai kegiatan rutin bulanan di setiap tanggal 27. Yaitu bagi bagi rejeki ke panti asuhan.

"Terima kasih karena sudah berubah mas" Ujarku di dalam mobil saat kunjungan ke panti asuhan.

"Maaf sayang, karena aku sudah membuatmu menangis waktu itu." Ucap dia sambil menggenggam tanganku.

"Gak papa mas. Karena air mata waktu itu gak sia sia" Balasku.

Sekian

KnightDruidAvatar border
anasabilaAvatar border
disya1628Avatar border
disya1628 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
2.1K
13
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan