- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Lawan Kapolda, Ini Isi Gugatan Anggota Polisi yang Dipecat karena Gay


TS
anarchy0001
Lawan Kapolda, Ini Isi Gugatan Anggota Polisi yang Dipecat karena Gay
Quote:
Jumat 17 Mei 2019, 12:49 WIB
Lawan Kapolda, Ini Isi Gugatan Anggota Polisi yang Dipecat karena Gay
Angling Adhitya Purbaya - detikNews

Lawan Kapolda, Ini Isi Gugatan Anggota Polisi yang Dipecat karena Gay
Angling Adhitya Purbaya - detikNews

Semarang - Proses sanksi disiplin mantan anggota Polda Jateng yang dipecat karena orientasi seksnya yang suka sesama jenis, berlanjut ke pengadilan. Dalam gugatan tersebut polisi berinisial TT itu meminta pemecatannya dicabut.
Dari website resmi PTUN Semarang yang dikutip detikcom, Jumat (17/5/2019), disebutkan gugatan masuk ke PTUN Semarang tanggal 26 Maret 2019. Ada 5 poin gugatan yang disampaikan.
Pertama yaitu meminta majelis hakim PTUN Semarang mengabulkan gugatan. Kedua, menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Nomor: Kep/2032/XII/2018, tanggal 27 Desember 2018 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas POLRI terhadap TT yang merupakan anggota Dit Pamobvit Polda Jateng.
Ketiga mewajibkan tergugat mencabut Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Jawa tengah terkait PTDH terhadap TT. Dalam hal ini tergugat adalah Kapolda Jawa Tengah.
Berikutnya yaitu mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi penggugat untuk kembali berdinas sebagi anggota Polri di Polda Jateng. Terakhir, menghukum tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini. Disebutkan juga apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.
Persidangan sudah berlangsung dan hari Kamis (16/5) kemarin merupakan sidang dengan agenda Replik. Kuasa Hukum TT dari LBH Masyarakat, Maruf Bajammal mengatakan hingga saat ini agenda persidangan akan berlangsung setiap hati kamis.
"Ya selama ini hari Kamis. Masih panjang ini," kata Maruf kepada detikcom kemarin
Untuk diketahui, dari keterangan Maruf, pemecatan kliennya bermula pada hari Valentine 14 Februari 2017 dimana ia ditangkap anggota Polres Kudus dengan tuduhan melakukan penipuan dan ternyata terduga korban penipuan justru membantah.
Keesokan harinya, 15 Februari 2017, lanjut Maruf, TT kembali diperiksa karena dianggap melakukan hubungan sex menyimpang. Pemeriksaan berlanjut tanggal 16 dan 23 Februari 2017 di Mapolda Jateng.
"Pemeriksaan itu dilakukan tidak ada laporan tuduhan. Baru tanggal 16 Maret 2017 ada laporannya. Jadi diperiksa dulu baru ada laporannya, itu pun bukan laporan masyarakat," jelas Maruf.
Singkat cerita, proses berlanjut hingga akhirnya muncul surar keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat pada 27 Desember 2018 lalu. Upaya banding dilakukan namun ditolak sehingga gugatan pun dilayangkan.
Menurut Maruf, pemberhentian kliennya melanggar prinsip non diskriminasi. Melihat dari sisi HAM, Maruf menyebut orientasi seksual apapun harus diperlakukan sama. TT sendiri tidak membantah dirinya memiiki orientasi seksual minoritas dalam hal ini suka sesama jenis.
"Terhadap anggotanya saja seperti itu, kalau ada masyarakat yang dianggap menyimpang (orientasi seksnya) apakah tidak dapat pelayanan atau keadilan. Itu tadi, prinsip non diskriminasi," paparnya.
Sementara itu dari data Propam Polda Jateng menyebut TT dijerat pasal 7 ayat(1) huruf b dan pasal 11 huruf c Perkap 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dan menyatakan perilaku pelanggar (TT) merupakan perbuatan tercela.
(alg/asp)
Dari website resmi PTUN Semarang yang dikutip detikcom, Jumat (17/5/2019), disebutkan gugatan masuk ke PTUN Semarang tanggal 26 Maret 2019. Ada 5 poin gugatan yang disampaikan.
Pertama yaitu meminta majelis hakim PTUN Semarang mengabulkan gugatan. Kedua, menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Nomor: Kep/2032/XII/2018, tanggal 27 Desember 2018 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas POLRI terhadap TT yang merupakan anggota Dit Pamobvit Polda Jateng.
Ketiga mewajibkan tergugat mencabut Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Jawa tengah terkait PTDH terhadap TT. Dalam hal ini tergugat adalah Kapolda Jawa Tengah.
Berikutnya yaitu mewajibkan tergugat untuk merehabilitasi penggugat untuk kembali berdinas sebagi anggota Polri di Polda Jateng. Terakhir, menghukum tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini. Disebutkan juga apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.
Persidangan sudah berlangsung dan hari Kamis (16/5) kemarin merupakan sidang dengan agenda Replik. Kuasa Hukum TT dari LBH Masyarakat, Maruf Bajammal mengatakan hingga saat ini agenda persidangan akan berlangsung setiap hati kamis.
"Ya selama ini hari Kamis. Masih panjang ini," kata Maruf kepada detikcom kemarin
Untuk diketahui, dari keterangan Maruf, pemecatan kliennya bermula pada hari Valentine 14 Februari 2017 dimana ia ditangkap anggota Polres Kudus dengan tuduhan melakukan penipuan dan ternyata terduga korban penipuan justru membantah.
Keesokan harinya, 15 Februari 2017, lanjut Maruf, TT kembali diperiksa karena dianggap melakukan hubungan sex menyimpang. Pemeriksaan berlanjut tanggal 16 dan 23 Februari 2017 di Mapolda Jateng.
"Pemeriksaan itu dilakukan tidak ada laporan tuduhan. Baru tanggal 16 Maret 2017 ada laporannya. Jadi diperiksa dulu baru ada laporannya, itu pun bukan laporan masyarakat," jelas Maruf.
Singkat cerita, proses berlanjut hingga akhirnya muncul surar keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat pada 27 Desember 2018 lalu. Upaya banding dilakukan namun ditolak sehingga gugatan pun dilayangkan.
Menurut Maruf, pemberhentian kliennya melanggar prinsip non diskriminasi. Melihat dari sisi HAM, Maruf menyebut orientasi seksual apapun harus diperlakukan sama. TT sendiri tidak membantah dirinya memiiki orientasi seksual minoritas dalam hal ini suka sesama jenis.
"Terhadap anggotanya saja seperti itu, kalau ada masyarakat yang dianggap menyimpang (orientasi seksnya) apakah tidak dapat pelayanan atau keadilan. Itu tadi, prinsip non diskriminasi," paparnya.
Sementara itu dari data Propam Polda Jateng menyebut TT dijerat pasal 7 ayat(1) huruf b dan pasal 11 huruf c Perkap 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) dan menyatakan perilaku pelanggar (TT) merupakan perbuatan tercela.
(alg/asp)
Quote:
Polisi gay di Semarang menggugat Polda Jateng setelah dipecat karena ‘orientasi seksual’
16 Mei 2019

Seorang polisi di Semarang menggugat Kepolisian Daerah Jawa Tengah karena memecatnya setelah mengetahui bahwa ia seorang gay.
TT, 30 tahun, dijatuhi sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) karena melakukan "perbuatan tercela". Ia yakin pemecatannya itu berhubungan dengan orientasi seksualnya.
Atas perlakuan yang dialaminya, TT mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, sidang yang telah mencapai tahap replik pada Kamis (16/05).
Masalah yang merundung TT bermula pada hari Valentine, 14 Februari 2016. Sehabis bertemu pasangannya, TT ditangkap oleh petugas Polres Kudus terkait dugaan tindak pemerasan.
"Penjelasan mereka karena ada info dari masyarakat. Sampai sekarang saya enggak tahu info masyarakat dari siapa itu. Dan enggak diomongkan ke saya," ungkapnya kepada BBC News Indonesia.
TT kemudian "dibawa paksa" ke kantor Polres Kudus setelah sempat menolak karena para petugas itu tidak menunjukkan surat tugas. Sesampainya di kantor polisi, ia diperiksa oleh bagian pengamanan internal (paminal).
Malam itu juga, lanjut TT, dua ponsel pribadinya disita oleh Kabid Paminal, dengan alasan "untuk proses lebih lanjut". Setelah itulah arah pemeriksaannya berubah jadi tentang orientasi seksualnya.
Dan, dua tahun kemudian, pada Desember 2018 ia dipecat atas tuduhan melanggar kode etik Polri.

Menurut Kabid Humas Polda Jateng Agus Triatmaja, TT diberhentikan tidak hormat karena perilakunya "dinyatakan sebagai perbuatan tercela".
Agus tidak menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan tercela itu terkait dengan orientasi seksual namun ia menolak untuk menjelaskan lebih lanjut.
"Secara mendalam, penyidik yang mengetahui hasil pemeriksaannya," katanya kepada BBC News Indonesia lewat pesan singkat.
"Nggak ada yang tahu kondisi saya"
Keterangan dari Humas Polda Jateng menyebut TT dijerat dengan pasal pasal 7 dan pasal 11 Peraturan Kapolri tentang kode etik profesi Polri.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap anggota Polri harus "menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri." dan "menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum."
TT mempertanyakan klaim bahwa ia telah merusak citra Polri. Padahal, selama ini ia merahasiakan orientasi seksualnya, bahkan dari keluarganya sendiri.
"Kok tiba-tiba mereka mengomong-omongkan saya menurunkan citra polri, padahal selama ini enggak ada yang tahu kondisi saya seperti ini."
Selama ini, TT menutupi kenyataan bahwa ia seorang gay karena merasa dirinya bagian dari kelompok minoritas yang belum diakui di Indonesia.
"Saya enggak mau membuat gaduh," ujarnya.
TT mengaku merasa kecewa karena dipecat setelah menjadi anggota polisi selama 10 tahun.
"Selama ini saya mengabdi di Polri selama sepuluh tahun, menjaga nama baik Polri juga, tapi kok akhirnya mereka mengeluarkan saya dengan alasan seperti ini."
Ia menduga kepolisian mengetahui kondisinya setelah ia ditangkap termasuk telepon selulernya yang diperiksa.
Tidak dibenarkan untuk diskriminasi
Setelah mendapat surat keputusan pemecatan, TT menggugat Polda Jateng ke PTUN Semarang, dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Pengacara dari LBHM yang mendampingi TT, Ma'ruf Bajammal, mengatakan pihaknya mengajukan gugatan pada tanggal 26 Maret.
Mereka juga membuat pengaduan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 10 April tentang dugaan pelanggaran HAM kepada orang dengan minoritas seksual.
Ma'ruf menilai dalil yang digunakan Polda Jateng untuk memecat TT tidak kuat. Penggunaan pasal 7 Peraturan Kapolri, menurut Ma'ruf, sangat dipaksakan.
"Bagaimana ini dikatakan melanggar citra dan soliditas, ini kan masuk ke ranah privat," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Sedangkan ihwal tuduhan melanggar norma, Ma'ruf mengatakan TT bukanlah penyimpangan. Dari perspektif hak asasi manusia, ia adalah seseorang dengan orientasi seksual minoritas.
"Artinya, ia dijamin oleh berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak dibenarkan untuk didiskriminasi," tegasnya.
Bagaimanapun, TT mengatakan ia masih ingin menjadi polisi.
"Saya memiliki kebanggaan menjalankan tugas sebagai seorang polisi, cuma saya kecewa ketika saya menjadi diri saya sendiri. Kenapa saya diberhentikan."
TT, 30 tahun, dijatuhi sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) karena melakukan "perbuatan tercela". Ia yakin pemecatannya itu berhubungan dengan orientasi seksualnya.
Atas perlakuan yang dialaminya, TT mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, sidang yang telah mencapai tahap replik pada Kamis (16/05).
Masalah yang merundung TT bermula pada hari Valentine, 14 Februari 2016. Sehabis bertemu pasangannya, TT ditangkap oleh petugas Polres Kudus terkait dugaan tindak pemerasan.
"Penjelasan mereka karena ada info dari masyarakat. Sampai sekarang saya enggak tahu info masyarakat dari siapa itu. Dan enggak diomongkan ke saya," ungkapnya kepada BBC News Indonesia.
TT kemudian "dibawa paksa" ke kantor Polres Kudus setelah sempat menolak karena para petugas itu tidak menunjukkan surat tugas. Sesampainya di kantor polisi, ia diperiksa oleh bagian pengamanan internal (paminal).
Malam itu juga, lanjut TT, dua ponsel pribadinya disita oleh Kabid Paminal, dengan alasan "untuk proses lebih lanjut". Setelah itulah arah pemeriksaannya berubah jadi tentang orientasi seksualnya.
Dan, dua tahun kemudian, pada Desember 2018 ia dipecat atas tuduhan melanggar kode etik Polri.

Menurut Kabid Humas Polda Jateng Agus Triatmaja, TT diberhentikan tidak hormat karena perilakunya "dinyatakan sebagai perbuatan tercela".
Agus tidak menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan tercela itu terkait dengan orientasi seksual namun ia menolak untuk menjelaskan lebih lanjut.
"Secara mendalam, penyidik yang mengetahui hasil pemeriksaannya," katanya kepada BBC News Indonesia lewat pesan singkat.
"Nggak ada yang tahu kondisi saya"
Keterangan dari Humas Polda Jateng menyebut TT dijerat dengan pasal pasal 7 dan pasal 11 Peraturan Kapolri tentang kode etik profesi Polri.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap anggota Polri harus "menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri." dan "menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum."
TT mempertanyakan klaim bahwa ia telah merusak citra Polri. Padahal, selama ini ia merahasiakan orientasi seksualnya, bahkan dari keluarganya sendiri.
"Kok tiba-tiba mereka mengomong-omongkan saya menurunkan citra polri, padahal selama ini enggak ada yang tahu kondisi saya seperti ini."
Selama ini, TT menutupi kenyataan bahwa ia seorang gay karena merasa dirinya bagian dari kelompok minoritas yang belum diakui di Indonesia.
"Saya enggak mau membuat gaduh," ujarnya.
TT mengaku merasa kecewa karena dipecat setelah menjadi anggota polisi selama 10 tahun.
"Selama ini saya mengabdi di Polri selama sepuluh tahun, menjaga nama baik Polri juga, tapi kok akhirnya mereka mengeluarkan saya dengan alasan seperti ini."
Ia menduga kepolisian mengetahui kondisinya setelah ia ditangkap termasuk telepon selulernya yang diperiksa.
Tidak dibenarkan untuk diskriminasi
Setelah mendapat surat keputusan pemecatan, TT menggugat Polda Jateng ke PTUN Semarang, dengan didampingi Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).
Pengacara dari LBHM yang mendampingi TT, Ma'ruf Bajammal, mengatakan pihaknya mengajukan gugatan pada tanggal 26 Maret.
Mereka juga membuat pengaduan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 10 April tentang dugaan pelanggaran HAM kepada orang dengan minoritas seksual.
Ma'ruf menilai dalil yang digunakan Polda Jateng untuk memecat TT tidak kuat. Penggunaan pasal 7 Peraturan Kapolri, menurut Ma'ruf, sangat dipaksakan.
"Bagaimana ini dikatakan melanggar citra dan soliditas, ini kan masuk ke ranah privat," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Sedangkan ihwal tuduhan melanggar norma, Ma'ruf mengatakan TT bukanlah penyimpangan. Dari perspektif hak asasi manusia, ia adalah seseorang dengan orientasi seksual minoritas.
"Artinya, ia dijamin oleh berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak dibenarkan untuk didiskriminasi," tegasnya.
Bagaimanapun, TT mengatakan ia masih ingin menjadi polisi.
"Saya memiliki kebanggaan menjalankan tugas sebagai seorang polisi, cuma saya kecewa ketika saya menjadi diri saya sendiri. Kenapa saya diberhentikan."
Quote:
Melanggar Kode Etik..
Melawan atasan..
berarti mantan polisi ini agak semlohay ya gaya bicara sama jalannya..
Melawan atasan..
berarti mantan polisi ini agak semlohay ya gaya bicara sama jalannya..

0
2.4K
Kutip
26
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan