- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ma'ruf soal People Power: Kapan Kita Dewasa Berdemokrasi?


TS
mangmamas25
Ma'ruf soal People Power: Kapan Kita Dewasa Berdemokrasi?
Quote:
Ma'ruf soal People Power: Kapan Kita Dewasa Berdemokrasi?

Calon wakil presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin mengkritik seruan beberapa tokoh yang berencana menggelar aksi people power. Diketahui seruan menggerakkan massa tersebut diklaim sebagai upaya mengecam dugaan kecurangan selama Pemilu 2019.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu lantas menyatakan seharusnya para tokoh nasional lebih mengutamakan keutuhan bangsa dan negara ketimbang menggelar aksi people power tersebut
"Ya saya kira kita lebih baik melihat bahwa keutuhan negara harus diutamakan," kata Ma'ruf saat ditemui di Hotel Saripan Pacific, Jakarta, Minggu (12/5).
Lebih lanjut, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menyatakan persoalan kalah dan menang dalam pemilu merupakan hal lumrah yang terjadi di negara demokrasi. Ia lantas mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk lebih dewasa dalam berdemokrasi.
"Kalah menang itu kan artinya kita anggap biasa, jangan anggap kita kalah kemudian people power. Kapan kita bisa dewasa berdemokrasi?" kata Ma'ruf.
Ma'ruf menegaskan bahwa Indonesia akan menggelar pemilu selama lima tahun sekali. Karena itu, Ma'ruf turut meminta agar semua pihak tak menodai pesta demokrasi itu dengan cara-cara inkonstitusional sehingga merusak keutuhan bangsa Indonesia
Ma'ruf sendiri menyarankan pihak-pihak yang menemukan kecurangan dalam Pemilu 2019 untuk menempuh jalur hukum. Ia menyebut institusi seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi merupakan pihak yang berwenang menyelidiki hal tersebut ketimbang menggelar aksi people power.
"Ya sesuai aturan, kita ada mekanisme yang kita tempuh, melalui jalur hukum, Bawaslu, MK, jangan diluar aturan konstitusi," kata dia.
Sejumlah tokoh pendukung Prabowo-Sandi, seperti Amien Rais, dan Eggi Sudjana melontarkan sejumlah pernyataan tentang people power.
Mereka mengingatkan KPU agar adil dan tidak curang, sebab dikhawatirkan bila penyelenggara pemilu curang maka akan berhadapan dengan people power.
Polisi sendiri sudah menetapkan tersangka kepada Eggi Sudjana. Eggi ditetapkan sebagai tersangka kasus makar akibat ucapannya dalam sebuah orasi soal people power dan dugaan kecurangan pemilu.
Namun demikian, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus Anggota Dewan Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212 itu berkilah people power tak lebih dari sekadar aksi protes ke Bawaslu, beberapa hari lalu.
"People power yang saya maksud ini, people power yang saudara-saudara lakukan di Bawaslu," kata Eggy, Jumat (10/5) ketika mengawal massa berdemonstrasi di gedung Bawaslu.
Selain itu, ia juga mengatakan aksi kali ini juga tidak berniat untuk menggulingkan pemerintahan yang ada. "Insyaallah enggak ada makar," ujarnya.

Calon wakil presiden nomor urut 01, Ma'ruf Amin mengkritik seruan beberapa tokoh yang berencana menggelar aksi people power. Diketahui seruan menggerakkan massa tersebut diklaim sebagai upaya mengecam dugaan kecurangan selama Pemilu 2019.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu lantas menyatakan seharusnya para tokoh nasional lebih mengutamakan keutuhan bangsa dan negara ketimbang menggelar aksi people power tersebut
"Ya saya kira kita lebih baik melihat bahwa keutuhan negara harus diutamakan," kata Ma'ruf saat ditemui di Hotel Saripan Pacific, Jakarta, Minggu (12/5).
Lebih lanjut, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menyatakan persoalan kalah dan menang dalam pemilu merupakan hal lumrah yang terjadi di negara demokrasi. Ia lantas mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk lebih dewasa dalam berdemokrasi.
"Kalah menang itu kan artinya kita anggap biasa, jangan anggap kita kalah kemudian people power. Kapan kita bisa dewasa berdemokrasi?" kata Ma'ruf.
Ma'ruf menegaskan bahwa Indonesia akan menggelar pemilu selama lima tahun sekali. Karena itu, Ma'ruf turut meminta agar semua pihak tak menodai pesta demokrasi itu dengan cara-cara inkonstitusional sehingga merusak keutuhan bangsa Indonesia
Ma'ruf sendiri menyarankan pihak-pihak yang menemukan kecurangan dalam Pemilu 2019 untuk menempuh jalur hukum. Ia menyebut institusi seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi merupakan pihak yang berwenang menyelidiki hal tersebut ketimbang menggelar aksi people power.
"Ya sesuai aturan, kita ada mekanisme yang kita tempuh, melalui jalur hukum, Bawaslu, MK, jangan diluar aturan konstitusi," kata dia.
Sejumlah tokoh pendukung Prabowo-Sandi, seperti Amien Rais, dan Eggi Sudjana melontarkan sejumlah pernyataan tentang people power.
Mereka mengingatkan KPU agar adil dan tidak curang, sebab dikhawatirkan bila penyelenggara pemilu curang maka akan berhadapan dengan people power.
Polisi sendiri sudah menetapkan tersangka kepada Eggi Sudjana. Eggi ditetapkan sebagai tersangka kasus makar akibat ucapannya dalam sebuah orasi soal people power dan dugaan kecurangan pemilu.
Namun demikian, politikus Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus Anggota Dewan Penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212 itu berkilah people power tak lebih dari sekadar aksi protes ke Bawaslu, beberapa hari lalu.
"People power yang saya maksud ini, people power yang saudara-saudara lakukan di Bawaslu," kata Eggy, Jumat (10/5) ketika mengawal massa berdemonstrasi di gedung Bawaslu.
Selain itu, ia juga mengatakan aksi kali ini juga tidak berniat untuk menggulingkan pemerintahan yang ada. "Insyaallah enggak ada makar," ujarnya.
Quote:
Kivlan Zen Bantah Makar: Saya Tidak Punya Senjata dan Pasukan

Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen membantah akan melakukan makar seperti yang dilaporkan kepada polisi. Dia menyebut apa yang dirinya lakukan hanya memberikan pendapat di muka umum.
Kivlan mengatakan kebebasan berpendapat sudah diperjuangkan sejak tahun 1998. Dia menyinggung era Presiden BJ Habibie yang menurutnya telah membuat Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Kebebasan Berpendapat.
Lihat juga: Kivlan Zen: Saya Jenderal, Masa Lari dari Tanggung Jawab
"Jadi merdeka untuk memberikan pendapat bukan merdeka untuk mendirikan negara," ujarnya sebelum diperiksa di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (13/5).
Lebih lanjut Kivlan mengatakan tidak memiliki keinginan menggulingkan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo. Selain itu ia membantah menyebut 'pasukan' dalam pidatonya.
"Saya tidak makar. Saya tidak punya senjata, saya tidak punya pengikut, pasukan. Saya tidak punya niat untuk mendirikan negara sendiri, pemerintahan sendiri, nasional yang baru pengganti jokowi, tidak ada," tuturnya.
Terkait rangkaian demonstrasi di Gedung Bawaslu dan KPU pada pekan lalu, Kivlan menegaskan kehadirannya sebagai undangan.
Sebagai undangan yang hadir, Kivlan mengatakan ingin menyatakan pendapat melalui unjuk rasa yang sudah diatur dalam Undang-undang.
Menurut Kivlan, demokrasi di Indonesia telah mati. Dia juga menilai dirinya menjadi korban kriminalisasi.
Kivlan dilaporkan ke polisi atas kasus dugaan makar dan dugaan penyebaran berita bohong. Hari ini dia datang untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasusnya tersebut.
Laporan dugaan makar itu diterima oleh polisi dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019.
Sementara laporan dugaan menyebar berita bohong diterima polisi dengan laporan LP/B/0441/B/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019.

Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen membantah akan melakukan makar seperti yang dilaporkan kepada polisi. Dia menyebut apa yang dirinya lakukan hanya memberikan pendapat di muka umum.
Kivlan mengatakan kebebasan berpendapat sudah diperjuangkan sejak tahun 1998. Dia menyinggung era Presiden BJ Habibie yang menurutnya telah membuat Undang-Undang Nomor 9 tahun 1999 tentang Kebebasan Berpendapat.
Lihat juga: Kivlan Zen: Saya Jenderal, Masa Lari dari Tanggung Jawab
"Jadi merdeka untuk memberikan pendapat bukan merdeka untuk mendirikan negara," ujarnya sebelum diperiksa di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (13/5).
Lebih lanjut Kivlan mengatakan tidak memiliki keinginan menggulingkan pemerintahan Presiden RI Joko Widodo. Selain itu ia membantah menyebut 'pasukan' dalam pidatonya.
"Saya tidak makar. Saya tidak punya senjata, saya tidak punya pengikut, pasukan. Saya tidak punya niat untuk mendirikan negara sendiri, pemerintahan sendiri, nasional yang baru pengganti jokowi, tidak ada," tuturnya.
Terkait rangkaian demonstrasi di Gedung Bawaslu dan KPU pada pekan lalu, Kivlan menegaskan kehadirannya sebagai undangan.
Sebagai undangan yang hadir, Kivlan mengatakan ingin menyatakan pendapat melalui unjuk rasa yang sudah diatur dalam Undang-undang.
Menurut Kivlan, demokrasi di Indonesia telah mati. Dia juga menilai dirinya menjadi korban kriminalisasi.
Kivlan dilaporkan ke polisi atas kasus dugaan makar dan dugaan penyebaran berita bohong. Hari ini dia datang untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasusnya tersebut.
Laporan dugaan makar itu diterima oleh polisi dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019.
Sementara laporan dugaan menyebar berita bohong diterima polisi dengan laporan LP/B/0441/B/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019.






hampala dan 7 lainnya memberi reputasi
8
7.6K
Kutip
86
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan