- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Kulamar Engkau Dengan Bismillah


TS
evywahyuni
Kulamar Engkau Dengan Bismillah

Pilihan Hijrah Terakhir

Sumber Foto : Pinterest
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Mendung bergelayut di bibir cakrawala, ikut menenggelamkan senja bersama suasana sore yang kelam, bianglala tak lagi menampakkan keindahannya. Suasana kelabu sangat terasa, merundungi hati yang kian berawan, ibarat mendung di atas langit yang tak lagi biru, yang seakan mengancam akan menurunkan bulir-bulir tirta nan deras.
Sejak kepergian Clara, hatiku seakan ikut pergi meninggalkan raga. Tiada lagi senandung melodi indah, yang selalu mengiringi hari-hari kala menemani gadis pujaanku berlatih piano. Kecelakaan tragis yang menimpanya saat sedang menyebrang jalan masih teringat jelas di pelupuk mata yang seakan tak ingin terkatup rapat.
Kembali terbayang kala itu, saat aku sedang bersama Clara, menemani gadis itu ke penampilan resitalnya. Rasa bahagia menyusupi hati, betapa perjuangan melatih seorang Clara akan berakhir dengan penampilan perdananya.
Namun, apa hendak dikata. Saat sedang menuju gedung pertunjukan, Clara memintaku berhenti sejenak di pinggir jalan, karena ia hendak membeli air mineral di seberang jalan. Saat sedang menyebrang, tiba-tiba ada mobil yang melaju cukup kencang ke arah Clara.
Ciiit โฆ.
Bruuk!
"Ya Allah โฆ Claraaa!"
***๐๐๐๐๐๐๐***
"Hei, ada apa, Randy? Kenapa kau tiba-tiba berteriak memanggil Clara?"Tepukan di bahu membuatku tersadar seketika, rupanya kenangan masa silam masih membekas dalam ingatan. Menghentakkan sisi melankolis jiwaku merambah lintas waktu kala bersamamu, Clara.
"Ooh โฆ Ibu rupanya. Maafkan Randy, Bu."
"Makanya, sore-sore begini jangan suka melamun, ayo masuk โฆ tak lama lagi waktu berbuka puasa tiba," ajak ibu.
"Ayo Bu, kita masuk."
Ini sudah hari keenam puasa Ramadhan di tahun ini, berarti sudah genap setahun kepergian Clara menghadap-Nya. Namun, rasa sedih akan kehilangannya โฆ masih melekat di dinding memori. Ini tak bisa dibiarkan.
Setelah bersama-sama ibu di meja makan, aku pun membuka percakapan agar ibu tidak duluan bertanya soal teriakanku tadi saat di duduk di teras.
"Semoga sebentar hujan tak turun ya, Bu. Di luar mendung tadi."
"Iya Randy, ย semoga aja ... biar bisa ke mesjid untuk sholat tarawih. Mumpung bulan Ramadhan. Saatnya kita hijrah 'tuk memperbaiki diri, meraih banyak pahala dan menjaring amal ibadah buat bekal di akhirat nanti."
"Iya, Bu. Aamiin."
***โค๐น**โค**๐นโค***
Alhamdulillah, malamnya hujan batal mengunjungi bumi. Angin dingin berhembus sepoi-sepoi membelai sukma, memberi kesegaran malam dengan hawanya yang khas. Udara yang sangat bersahabat menghantarkan kedamaian yang begitu khusyu'.
Aku dan ibu berjalan bersama menuju mesjid terdekat dari kompleks rumah kami. Bersisian dengan beberapa tetangga yang juga ikut berjalan bersama kami menuju tempat beribadah umat muslim, masjid At-Taqwa.
Di antara iringan tetangga, aku melihat sosok yang berbeda dari yang lain. Penampakan seorang gadis cantik berkulit putih, tinggi tubuh yang semampai dan cahaya di wajahnya itu, ya Allah! Apakah ini salah satu petunjuk-Mu?
Tak sadar, tanganku menyenggol lengan ibu. "Bu, dia siapa?"Sambil mengarahkan telunjuk ke arah gadis yang kumaksud.
Ibu sontak melihat ke arah gadis itu, "Oh, dia itu Risma. Anaknya ustadz Syam. Teman sepermainanmu waktu kecil. Kenapa, Ran? Apa kau sudah lupa pada Risma?" tanya ibu.
"Gak kok, Bu. Cuma nanya aja, soalnya Randy baru liat dia lagi," jawabku.
Baru kali ini aku merasa malu, bertanya tentang seorang gadis yang rupanya pernah menjadi teman sepermainanku, kala masih mengaji pada ayahnya. Namun, wajar saja, setelah tamat kuliah dan memutuskan hijrah ke kota mencari pekerjaan. Momen pulang kampung hanya terjadi pada saat hari lebaran tiba. Meski begitu, rata-rata tetangga ibu tak ada satu pun yang yang tak kukenal.
"Iya, kamu memang baru melihatnya, selama ini Risma ada di pesantren Ustadz Syam, membantu mengajar mengaji santri-santri di sana," ucap ibu kemudian.
Oalah! Pantas saja baru kelihatan, mutiara gemilang itu tersembunyi dari segala hiruk pikuk keramaian. Memandang wajahnya sepintas saja sudah membuat hati ini tenang. Ada damai menyelusup, memenuhi rongga dada.
'Ya Allah, izinkan aku berdoa padamu.'
***๐๐๐๐นโค๐น๐๐๐***
Selepas ibadah tarawih malam itu, keesokan harinya aku pun jalan-jalan ke rumah ustadz Syam. Setelah memberi salam dan kemudian dibalas oleh beliau, aku dipersilahkan masuk dan duduk di kursi di hadapan beliau.
"Rupanya kamu pulang juga, Nak Randy. Abah kira masih betah tinggal di kota,"kata utadz Syam.
"Iya, Abah. Aku minta cuti tahunan ke kantor. Jadi, tahun ini bisa merasakan ibadah puasa bersama keluarga, Abah," ucapku.
"Bagaimana kabar Ibumu?"
"Alhamdulillah baik, Abah."
"Lalu, apa maksudmu datang ke mari, Nak?"
Kuhela napas panjang. Tekad yang terkumpul semalam harus segera kuutarakan, agar tak menjadi beban yang menganggu pikiran di kemudian hari.
"Maaf bila aku lancang, Abah. Niatku datang kemari, karena ingin melamar putri Abah, Risma."
Deg! Dadaku langsung terasa plong. Tatapanku terarah ke wajah Abah Syam. Sejak kecil belajar mengaji pada beliau, aku telah terbiasa memanggilnya 'Abah'.
"Alhamdulillah, Nak Randy. Akhirnya, kamu punya keberanian juga. Sejak kecil kalian selalu bermain bersama. Rupanya sekarang kau malah tertarik pada Risma."
"Iya, Abah. Randy sudah lelah bertualang ke sana-sini. Sudah saatnya Randy memilih hijrah ke arah yang lebih diridhoi Allah. Menikah, dengan seorang gadis sholehah, putri Abah."
"Ya โฆ ya โฆ ya, Abah paham. Ibumu pernah bercerita tentang Clara, gadis yang pernah menjadi kekasihmu. Qodarullah, ia meninggal karena kecelakaan. Semoga Allah melapangkan dan memberikan tempat yang layak buat almarhumah Clara."
"Aamiin. Iya, Abah. Randy dulu lupa diri, lama berpacaran hanyalah menambah dosa. Selalu berduaan dengan gadis yang bukan muhrim, selalu melakukan hal-hal yang membutakan mata hati. Akibat terlalu cinta, akhirnya kadang ibadah pun jadi terlupa. Sering bersama Clara, menemaninya ke mana saja. Membuatku lupa akan akhirat , Abah. Kecelakaan Clara adalah sebuah teguran besar. Bahwa, semua hanyalah ujian, bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara. Bahwa suatu saat kelak kita semua akan kembali menghadap-Nya."
"Allahu Akbar! Akhirnya hidayah mendatangimu, Nak. Namun, apa kau sudah siap mengarungi bahtera rumah tangga dengan Risma? Kalian belum pernah saling bertemu, 'kan?"
"Aku sudah melihat Risma semalam, Abah. Saat menuju mesjid untuk sholat tarawih. Dalam sujud kuberdoa, agar Allah memilihkan pendamping yang bisa meneguhkan jalan keimanan pada-Nya. Setelah sholat tahajud dan sholat istikhoroh saat dini hari tadi, Allah makin meneguhkan pilihanku pada Risma, Abah."
Kembali kuhela napas, dengan ucapan yang pasti kuberkata, "Bismillah. Semoga Abah merestui dan menerima lamaranku buat Risma."
Ustadz Syam lalu mengulurkan tangan kanannya, segera kuraih dan menjabat erat tangan beliau.
"Bismillah โฆ lamaranmu Abah terima, Nak. Bimbing Risma sebagai istri dan jadilah imam yang sholeh bagi Risma."
"Alhamdulillah. Insya Allah, Abah. Semoga pilihan hijrahku ini diridhoi Allah SWT."
"Aamiin โฆ aamiin allahumma aamiin. Segera minta ibumu datang ke mari, Nak Randy. Hal baik seperti ini tak boleh ditunda-tunda lebih lama."
"Iya, Abah. Kalau begitu, aku pamit pulang. Titip salam buat Risma, ya Abah."
Kembali kuraih tangan kanan Abah Syam dan menciumnya penuh takzim. Setelah mengucap salam, aku pun melangkah meninggalkan rumah bidadari surgaku kelak. Semoga inilah pilihan hijrah yang terakhir. Aamiin.












Diubah oleh evywahyuni 26-10-2019 07:00






indri507 dan 23 lainnya memberi reputasi
24
4.6K
150


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan