- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bachtiar Nasir Jadi Tersangka, Aliran Uang ke Suriah yang Diduga Terkait ISIS


TS
pasti2periode
Bachtiar Nasir Jadi Tersangka, Aliran Uang ke Suriah yang Diduga Terkait ISIS
Bachtiar Nasir Jadi Tersangka, Berawal dari Aliran Uang ke Suriah yang Diduga Terkait ISIS
SUMBER

Spoiler for berita tribun selalu di panjang panjangin:
Quote:
PENYIDIK Bareskrim Polri menetapkan Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir sebagai tersangka.
Bachtiar Nasir jadi tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Daniel Silitonga membenarkan penetapan status tersangka Bachtiar Nasir.
"Ya, benar (Bachtiar Nasir ditetapkan sebagai tersangka)," ujar Daniel ketika dikonfirmasi, Selasa (7/5/2019).
Bachtiar Nasir jadi tersangka karena diduga terlibat dalam kasus TPPU dana Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS).
Kasus ini bermula ketika pada akhir 2016 silam, nama Bachtiar Nasir ramai diperbincangkan di media sosial.
Kala itu, akun Facebook bernama Moch Zain mengunggah informasi bahwa yayasan pimpinan Bachtiar Nasir, Indonesian Humanitarian Relief (IHR), diduga mengirim bantuan logistik untuk mendukung kelompok pemberontak pemerintahan Bassar Al-Assad, Jaysh Al-Islam di Aleppo, Suriah.
Penyidik telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan TPPU dana yayasan.
Mereka adalah petugas bank syariah Islahudin Akbar dan Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua Adnin Armas.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian pernah menyatakan bahwa penyidikan kasus tersebut dilakukan setelah ditemukan indikasi pengiriman dana dari GNPF-MUI ke Turki.
Menurutnya, Islahudin Akbar, pegawai BNI Syariah, menarik uang di atas Rp 1 miliar yang kemudian diserahkan kepada Bachtiar Nasir.
Berdasarkan informasi yang diperoleh polisi, kata Tito Karnavian, lembaga bantuan yang menjadi tujuan pengiriman uang tersebut memiliki hubungan dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Apa hubungannya bisa Suriah? Saat ini pemeriksaan dan pendalaman, kami belum tetapkan Bachtiar Nasir sebagai tersangka," ucap Tito Karnavian pada 22 Februari 2017.
Sebelumnya, Kapitra Ampera saat menjadi kuasa hukum Bachtiar Nasir, membenarkan adanya aliran uang ke Suriah yang dikirimkan oleh Islahudin Akbar.
Namun, kata Kapitra Ampera, uang tersebut tak ada kaitannya dengan kliennya.
"Dikirim oleh Ishaluddin Akbar melalui rekening pribadi yang uangnya berasal dari Abu Kharis, Pengurus Solidaritas untuk Syam," ujar Kapitra Ampera kepada Kompas.com, Kamis (23/2/2017).
Menurut Kapitra Ampera, Abu Kharis merupakan kawan dekat Islahudin Akbar.
Saat itu, Abu meminta Islahudin Akbar mengirimkan uang sebesar 4.600 dollar AS ke NGO di Turki bernama IHR.
Uang itu berasal dari hasil bedah buku bertema Suriah yang dilakukan di sejumlah masjid.
"Itu orang menyumbang untuk pengungsi Suriah ke NGO terbuka. Ada bukti slipnya," ungkap Kapitra Ampera.
Dana tersebut dikirim pada Juni 2016. Sementara, Yayasan Keadilan untuk Semua menyerahkan rekeningnya ke GNPF-MUI, untuk menampung donasi aksi bela Islam dilakukan pada Oktober 2016.
Dengan demikian, kata dia, uang ke Suriah itu dikirimkan sebelum adanya peminjaman rekening yayasan ke GNPF-MUI.
"Sehingga, tidak ada urusan dengan Bachtiar Nasir karena GNPF baru muncul," jelas Kapitra Ampera.
Kapitra Ampera menganggap kemungkinan bukti transfer ke Suriah itu ditemukan penyidik bersama dokumen lainnya, saat menggeledah kantor Islahudin di BNI Syariah.
Hal tersebut, kata dia, juga sudah dijelaskan dan tertuang dalam berita acara pemeriksaan.
"Jadi tidak pernah ada Bachtiar Nasir mengirim uang sebesar 4.600 dollar AS ke Turki," cetus Kapitra Ampera.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya mengungkapkan adanya indikasi pengiriman dana dari GNPF-MUI ke Turki.
Polisi kini masih mendalami tujuan transfer dana tersebut. Diduga, transfer uang itu berkaitan dengan kasus dugaan penyalahgunaan dana Yayasan Keadilan untuk Semua.
Tito Karnavian menyebutkan, Ketua Yayasan Adnin Armas memberikan kuasanya pada Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir.
Bachtiar Nasir kemudian menguasakannya lagi kepada pegawai Bank BNI Syariah Islahudin Akbar, untuk menarik uang.
Menurut Undang-undang Perbankan, kata Tito Karnavian, pemberian kuasa tak boleh diberikan hingga dua kali.
"IL menarik (dana) di atas Rp 1 miliar kemudian diserahkan kepada Bachtiar Nasir. Sebagian digunakan untuk kegiatan, sebagian lagi kami melihat dari slip transfer, dikirim ke Turki," ujar Tito Karnavian dalam rapat kerja Polri dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senayan, Rabu (22/2/2017).
"Ini yang kami dalami. Yang ke Turki ini untuk apa kegiatannya? Apa hubungannya bisa sampai ke Suriah?" sambungnya.
Kepolisian lantas semakin serius untuk mendalami temuan tersebut lantaran berdasarkan klaim media asing di Suriah, dana tersebut terkait dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Pada 2017, Bachtiar Nasir sempat menjelaskan aliran dana Yayasan Keadilan untuk Semua, yang diduga telah disalahgunakan.
Bachtiar Nasir yang berstatus sebagai saksi menyatakan, dana yang ditampung dari sumbangan masyarakat saat ini totalnya mencapai Rp 3 miliar.
Dana tersebut dipakai untuk kepentingan aksi 411, 212, dan 112.
"Total dana yang (ada) di saya Rp 3 miliar, dipakai untuk dan 411 dan 212. Insyaallah (akan) kami pakai kembali ke umat lagi (saat aksi 112)," ucap Bachtiar Nasir di Kantor Bareskrim, Gedung KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2017).
Rincian dananya, sambung Bachtiar Nasir, digunakan untuk konsumsi yang diberikan kepada massa aksi 411, 212, dan 112.
Kemudian, sebagian lagi digunakan untuk publikasi berupa pemasangan spanduk dan baliho.
Sejumlah dana juga digunakan untuk membantu masyarakat yang ada di luar Jakarta.
"Dipakai untuk konsumsi (massa) yang datang unjuk rasa, untuk korban luka-luka di 411, informasi untuk pasang spanduk dan baliho, operasional," jelasnya.
"Sampai kemudian kami sumbangkan Rp 500 juta ke Aceh dan Rp 200 juta korban ke Sumbawa (Bima). Semua kembali ke umat lagi," tambahnya.
Dia juga menyampaikan bahwa dana tersalurkan dengan baik, dan sejumlah dana yang dipakai masih disimpan untuk kepentingan aksi 112 mendatang.
Kendati demikian, Bachtiar Nasir tidak tahu pasti berapa jumlah dana yang masih disimpan di rekening tersebut.
"Belum terpakai semua, jadi kami rawat betul dana itu. Uangnya masih ada di rekening Yayasan Keadilan untuk Semua. Sisa uangnya masih saya tanyakan lagi," ungkap Bachtiar Nasir.
Bachtiar Nasir menegaskan kala itu bahwa tidak ada Tindak Pidana Penyucian Uang (TPPU) dalam aliran dana di rekening yayasan.
Ia juga menyatakan tidak terkait dalam struktur keorganisasian di Yayasan Keadilan untuk Semua.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri akan memanggil Bachtiar Nasir sebagai tersangka pada Rabu (8/5/2019) besok sekitar pukul 10.00 WIB.
Hal itu dibuktikan dengan adanya surat panggilan bagi yang bersangkutan dengan nomor S. Pgl/212/v/Res2.3/2019 Dit Tipideksus.
Surat panggilan itu dilayangkan pada tanggal 3 Mei 2019 dan ditandatangani oleh Dirtipideksus Brigjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho.
Selain itu, di surat tersebut disebutkan pula Bachtiar Nasir disangka melanggar Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28/2004.
Atau, pasal 374 KUHP juncto pasal 372 KUHP atau pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan.
Atau Pasal 63 ayat (2) UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
Bachtiar Nasir jadi tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Daniel Silitonga membenarkan penetapan status tersangka Bachtiar Nasir.
"Ya, benar (Bachtiar Nasir ditetapkan sebagai tersangka)," ujar Daniel ketika dikonfirmasi, Selasa (7/5/2019).
Bachtiar Nasir jadi tersangka karena diduga terlibat dalam kasus TPPU dana Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS).
Kasus ini bermula ketika pada akhir 2016 silam, nama Bachtiar Nasir ramai diperbincangkan di media sosial.
Kala itu, akun Facebook bernama Moch Zain mengunggah informasi bahwa yayasan pimpinan Bachtiar Nasir, Indonesian Humanitarian Relief (IHR), diduga mengirim bantuan logistik untuk mendukung kelompok pemberontak pemerintahan Bassar Al-Assad, Jaysh Al-Islam di Aleppo, Suriah.
Penyidik telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan TPPU dana yayasan.
Mereka adalah petugas bank syariah Islahudin Akbar dan Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua Adnin Armas.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian pernah menyatakan bahwa penyidikan kasus tersebut dilakukan setelah ditemukan indikasi pengiriman dana dari GNPF-MUI ke Turki.
Menurutnya, Islahudin Akbar, pegawai BNI Syariah, menarik uang di atas Rp 1 miliar yang kemudian diserahkan kepada Bachtiar Nasir.
Berdasarkan informasi yang diperoleh polisi, kata Tito Karnavian, lembaga bantuan yang menjadi tujuan pengiriman uang tersebut memiliki hubungan dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Apa hubungannya bisa Suriah? Saat ini pemeriksaan dan pendalaman, kami belum tetapkan Bachtiar Nasir sebagai tersangka," ucap Tito Karnavian pada 22 Februari 2017.
Sebelumnya, Kapitra Ampera saat menjadi kuasa hukum Bachtiar Nasir, membenarkan adanya aliran uang ke Suriah yang dikirimkan oleh Islahudin Akbar.
Namun, kata Kapitra Ampera, uang tersebut tak ada kaitannya dengan kliennya.
"Dikirim oleh Ishaluddin Akbar melalui rekening pribadi yang uangnya berasal dari Abu Kharis, Pengurus Solidaritas untuk Syam," ujar Kapitra Ampera kepada Kompas.com, Kamis (23/2/2017).
Menurut Kapitra Ampera, Abu Kharis merupakan kawan dekat Islahudin Akbar.
Saat itu, Abu meminta Islahudin Akbar mengirimkan uang sebesar 4.600 dollar AS ke NGO di Turki bernama IHR.
Uang itu berasal dari hasil bedah buku bertema Suriah yang dilakukan di sejumlah masjid.
"Itu orang menyumbang untuk pengungsi Suriah ke NGO terbuka. Ada bukti slipnya," ungkap Kapitra Ampera.
Dana tersebut dikirim pada Juni 2016. Sementara, Yayasan Keadilan untuk Semua menyerahkan rekeningnya ke GNPF-MUI, untuk menampung donasi aksi bela Islam dilakukan pada Oktober 2016.
Dengan demikian, kata dia, uang ke Suriah itu dikirimkan sebelum adanya peminjaman rekening yayasan ke GNPF-MUI.
"Sehingga, tidak ada urusan dengan Bachtiar Nasir karena GNPF baru muncul," jelas Kapitra Ampera.
Kapitra Ampera menganggap kemungkinan bukti transfer ke Suriah itu ditemukan penyidik bersama dokumen lainnya, saat menggeledah kantor Islahudin di BNI Syariah.
Hal tersebut, kata dia, juga sudah dijelaskan dan tertuang dalam berita acara pemeriksaan.
"Jadi tidak pernah ada Bachtiar Nasir mengirim uang sebesar 4.600 dollar AS ke Turki," cetus Kapitra Ampera.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya mengungkapkan adanya indikasi pengiriman dana dari GNPF-MUI ke Turki.
Polisi kini masih mendalami tujuan transfer dana tersebut. Diduga, transfer uang itu berkaitan dengan kasus dugaan penyalahgunaan dana Yayasan Keadilan untuk Semua.
Tito Karnavian menyebutkan, Ketua Yayasan Adnin Armas memberikan kuasanya pada Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir.
Bachtiar Nasir kemudian menguasakannya lagi kepada pegawai Bank BNI Syariah Islahudin Akbar, untuk menarik uang.
Menurut Undang-undang Perbankan, kata Tito Karnavian, pemberian kuasa tak boleh diberikan hingga dua kali.
"IL menarik (dana) di atas Rp 1 miliar kemudian diserahkan kepada Bachtiar Nasir. Sebagian digunakan untuk kegiatan, sebagian lagi kami melihat dari slip transfer, dikirim ke Turki," ujar Tito Karnavian dalam rapat kerja Polri dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senayan, Rabu (22/2/2017).
"Ini yang kami dalami. Yang ke Turki ini untuk apa kegiatannya? Apa hubungannya bisa sampai ke Suriah?" sambungnya.
Kepolisian lantas semakin serius untuk mendalami temuan tersebut lantaran berdasarkan klaim media asing di Suriah, dana tersebut terkait dengan kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Pada 2017, Bachtiar Nasir sempat menjelaskan aliran dana Yayasan Keadilan untuk Semua, yang diduga telah disalahgunakan.
Bachtiar Nasir yang berstatus sebagai saksi menyatakan, dana yang ditampung dari sumbangan masyarakat saat ini totalnya mencapai Rp 3 miliar.
Dana tersebut dipakai untuk kepentingan aksi 411, 212, dan 112.
"Total dana yang (ada) di saya Rp 3 miliar, dipakai untuk dan 411 dan 212. Insyaallah (akan) kami pakai kembali ke umat lagi (saat aksi 112)," ucap Bachtiar Nasir di Kantor Bareskrim, Gedung KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (10/2/2017).
Rincian dananya, sambung Bachtiar Nasir, digunakan untuk konsumsi yang diberikan kepada massa aksi 411, 212, dan 112.
Kemudian, sebagian lagi digunakan untuk publikasi berupa pemasangan spanduk dan baliho.
Sejumlah dana juga digunakan untuk membantu masyarakat yang ada di luar Jakarta.
"Dipakai untuk konsumsi (massa) yang datang unjuk rasa, untuk korban luka-luka di 411, informasi untuk pasang spanduk dan baliho, operasional," jelasnya.
"Sampai kemudian kami sumbangkan Rp 500 juta ke Aceh dan Rp 200 juta korban ke Sumbawa (Bima). Semua kembali ke umat lagi," tambahnya.
Dia juga menyampaikan bahwa dana tersalurkan dengan baik, dan sejumlah dana yang dipakai masih disimpan untuk kepentingan aksi 112 mendatang.
Kendati demikian, Bachtiar Nasir tidak tahu pasti berapa jumlah dana yang masih disimpan di rekening tersebut.
"Belum terpakai semua, jadi kami rawat betul dana itu. Uangnya masih ada di rekening Yayasan Keadilan untuk Semua. Sisa uangnya masih saya tanyakan lagi," ungkap Bachtiar Nasir.
Bachtiar Nasir menegaskan kala itu bahwa tidak ada Tindak Pidana Penyucian Uang (TPPU) dalam aliran dana di rekening yayasan.
Ia juga menyatakan tidak terkait dalam struktur keorganisasian di Yayasan Keadilan untuk Semua.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri akan memanggil Bachtiar Nasir sebagai tersangka pada Rabu (8/5/2019) besok sekitar pukul 10.00 WIB.
Hal itu dibuktikan dengan adanya surat panggilan bagi yang bersangkutan dengan nomor S. Pgl/212/v/Res2.3/2019 Dit Tipideksus.
Surat panggilan itu dilayangkan pada tanggal 3 Mei 2019 dan ditandatangani oleh Dirtipideksus Brigjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho.
Selain itu, di surat tersebut disebutkan pula Bachtiar Nasir disangka melanggar Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 16/2001 tentang Yayasan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 28/2004.
Atau, pasal 374 KUHP juncto pasal 372 KUHP atau pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 KUHP atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Nomor 10/1998 tentang Perbankan.
Atau Pasal 63 ayat (2) UU Nomor 21/2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 dan Pasal 5 dan Pasal 6 UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU
SUMBER







rizaradri dan 3 lainnya memberi reputasi
4
3.5K
Kutip
44
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan