- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bukan Nafsu Seksual, Ini Penyebab Utama rudapaksaan


TS
melolaksani
Bukan Nafsu Seksual, Ini Penyebab Utama rudapaksaan
Assalamuallaikum Wr.Wb




Sumbernya nih gan








Quote:
Tahukah kamu mengapa peristiwa rudapaksaan sering terjadi antara majikan sebagai pelaku dan pembantu di rumah sebagai korban? Atau dosen pada mahasiswa? Atau bos dengan karyawannya? Atau yang lebih umum, laki-laki terhadap perempuan?
Walaupun pelaku dan korbannya berbeda-beda, namun polanya tetap sama. Dalam setiap rudapaksaan, pelaku biasanya memiliki kedudukan ekonomi sosial lebih tinggi dibanding si korban.
Sebab rudapaksaan tidak terjadi karena dorongan libido berlebih dari si pelaku dan kesempatan saja. Melainkan karena adanya ketimpangan kuasa antara pelaku dan korban. Bahkan menurut para aktivis feminis, justru ketimpangan kuasa inilah penyebab utama terjadinya rudapaksaan.
Sayangnya, relasi kuasa ini sering diabaikan para penegak hukum dalam menangani kasus rudapaksaan. Buktinya, polisi masih saja bertanya pada korban pelapor apakah merasa nyaman saat rudapaksaan terjadi. Menurut polisi, pertanyaan itu penting dilontarkan pada korban untuk membedakan apakah rudapaksaan benar-benar terjadi, atau sekadar hubungan suka sama suka.
Padahal “nyaman” atau tidak menjadi tidak relevan saat posisi korban lemah di hadapan pelaku.
Sementara aparat penegak hukum lain juga kerap mempertanyakan kebenaran kisah korban saat rudapaksaan terjadi berulang kali. Faktanya, korban sering kali terjebak atau tersudutkan keadaan sehingga tak punya pilihan lain selain menuruti keinginan si pemerkosa.
Belum lagi pandangan umum masyarakat yang masih menempatkan perempuan sebagai “penggoda.” Sehingga saat rudapaksaan terjadi, perempuan korban tak sering mendapat komentar sinis. Antara lain dianggap kegenitan, berpakaian seronok, tak bisa menjaga sikap, dan sejenisnya.
Pandangan masyarakat seperti ini tak jarang membuat perempuan korban ragu untuk melaporkan kasus kekerasan seksual. Sering kali korban rudapaksaan malah meragukan moralnya sendiri atau enggan dicap buruk karena dianggap perempuan penggoda pria. Hal inilah yang biasanya terjadi saat perempuan baru melaporkan rudapaksaan setelah kejadian berulang untuk ketiga, keempat, atau keempat kalinya.
Lebih jauh, Mariana Amiruddin dari Komisi Nasional Perempuan mengatakan, pemerkosaan bahkan tak terkait dengan ketertarikan seksual sama sekali. rudapaksaan, menurut Mariana, adalah tentang pernyataan pelaku menunjukkan kemampuannya mengendalikan korban.
Karena itu relasi kuasa sudah sepantasnya dijadikan bahan pertimbangan para penegak hukum dan penyelenggara peradilan dalam menangani kasus rudapaksaan. Untuk memasukkan unsur relasi kuasa dalam pertimbangan ini tentu dibutuhkan landasan hukumnya.
Kabar baiknya, frasa “relasi kuasa” sudah dimasukkan pada draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Sayang, pengesahan RUU PKS masih tertunda meski sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas sejak 2016. Bila hingga masa bakti DPR periode 2014-2019 berakhir, maka perjuangan memasukkan RUU PKS ke dalam Prolegnas Prioritas harus dimulai lagi dari nol.
Tak heran banyak organisasi massa yang mendesak pengesahan RUU PKS segera mungkin. Sementara partai politik yang konsisten mendukung pengesahan RUU PKS di antaranya adalah Partai Solidaritas Indonesia.
Walaupun pelaku dan korbannya berbeda-beda, namun polanya tetap sama. Dalam setiap rudapaksaan, pelaku biasanya memiliki kedudukan ekonomi sosial lebih tinggi dibanding si korban.
Sebab rudapaksaan tidak terjadi karena dorongan libido berlebih dari si pelaku dan kesempatan saja. Melainkan karena adanya ketimpangan kuasa antara pelaku dan korban. Bahkan menurut para aktivis feminis, justru ketimpangan kuasa inilah penyebab utama terjadinya rudapaksaan.
Sayangnya, relasi kuasa ini sering diabaikan para penegak hukum dalam menangani kasus rudapaksaan. Buktinya, polisi masih saja bertanya pada korban pelapor apakah merasa nyaman saat rudapaksaan terjadi. Menurut polisi, pertanyaan itu penting dilontarkan pada korban untuk membedakan apakah rudapaksaan benar-benar terjadi, atau sekadar hubungan suka sama suka.
Padahal “nyaman” atau tidak menjadi tidak relevan saat posisi korban lemah di hadapan pelaku.
Sementara aparat penegak hukum lain juga kerap mempertanyakan kebenaran kisah korban saat rudapaksaan terjadi berulang kali. Faktanya, korban sering kali terjebak atau tersudutkan keadaan sehingga tak punya pilihan lain selain menuruti keinginan si pemerkosa.
Belum lagi pandangan umum masyarakat yang masih menempatkan perempuan sebagai “penggoda.” Sehingga saat rudapaksaan terjadi, perempuan korban tak sering mendapat komentar sinis. Antara lain dianggap kegenitan, berpakaian seronok, tak bisa menjaga sikap, dan sejenisnya.
Pandangan masyarakat seperti ini tak jarang membuat perempuan korban ragu untuk melaporkan kasus kekerasan seksual. Sering kali korban rudapaksaan malah meragukan moralnya sendiri atau enggan dicap buruk karena dianggap perempuan penggoda pria. Hal inilah yang biasanya terjadi saat perempuan baru melaporkan rudapaksaan setelah kejadian berulang untuk ketiga, keempat, atau keempat kalinya.
Lebih jauh, Mariana Amiruddin dari Komisi Nasional Perempuan mengatakan, pemerkosaan bahkan tak terkait dengan ketertarikan seksual sama sekali. rudapaksaan, menurut Mariana, adalah tentang pernyataan pelaku menunjukkan kemampuannya mengendalikan korban.
Karena itu relasi kuasa sudah sepantasnya dijadikan bahan pertimbangan para penegak hukum dan penyelenggara peradilan dalam menangani kasus rudapaksaan. Untuk memasukkan unsur relasi kuasa dalam pertimbangan ini tentu dibutuhkan landasan hukumnya.
Kabar baiknya, frasa “relasi kuasa” sudah dimasukkan pada draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Sayang, pengesahan RUU PKS masih tertunda meski sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas sejak 2016. Bila hingga masa bakti DPR periode 2014-2019 berakhir, maka perjuangan memasukkan RUU PKS ke dalam Prolegnas Prioritas harus dimulai lagi dari nol.
Tak heran banyak organisasi massa yang mendesak pengesahan RUU PKS segera mungkin. Sementara partai politik yang konsisten mendukung pengesahan RUU PKS di antaranya adalah Partai Solidaritas Indonesia.
Sumbernya nih gan




0
2.1K
Kutip
8
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan