- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- Movies
Perusahaan Si Unyil Siap Bangkit Lagi


TS
aksibelacinta
Perusahaan Si Unyil Siap Bangkit Lagi

Siapa sih yang nggak kenal Unyil? Kalau anak lama era 90-an mungkin nonton Unyil di TVRI, kalau anak sekarang nonton Unyil di Trans7, tepatnya lewat tayangan Laptop si Unyil.
Di thread ini, yang mau Ane bahas yaitu perusahaan film pertama yang memproduksi serial Unyil di TVRI, yaitu PFN (Produksi Film Negara) yang sekarang berbentuk BUMN.
Menurut artikel detikfinance, Tak banyak orang tahu ada perusahaan pelat merah yang memproduksi film layar lebar, film dokumenter, dan animasi. Perusahaan ini bernama Perum Produksi Film Negara atau PFN.
Tahun 1980-an merupakan masa keemasan bagi PFN. Kala itu, PFN berjaya dengan membuat membuat film-film fenomenal seperti film G30S/PKI dan film serial anak Si Unyil.

Seiring dinamika industri perfilman hingga penghentian suntikan modal dari negara pada 1996, PFN kemudian mengalami guncangan. PFN 'istirahat' dalam memproduksi film.
Lama tak memproduksi film, PFN kemudian masuk masa kelam hingga jadi salah satu BUMN yang memiliki neraca keuangan negatif dengan utang mencapai Rp 11 miliar. PFN sempat menjadi BUMN Dhuafa.
Setelah lebih dari dua dekade tak berkiprah, PFN akhirnya berhasil memproduksi layar lebar kembali pada Maret 2019 kemarin. Hal ini menjadi sorotan banyak pihak.
Direktur Utama PFN Mohamad Abduh Aziz mengungkapkan, saat ini pun kondisi perusahaan sudah berangsur membaik. Bahkan PFN disebut telah mencetak untung, meski dia tak merinci berapa keuntungan yang diperoleh.
"Alhamdulillah ya, 2016 itu kita masih masuk daftar BUMN rugi. 2017-2018 kita sudah keluar dari daftar itu, walaupun marginnya masih kecil," kata Abduh kepada detikFinance di kantornya, Jakarta, Senin (8/4/2019).
"Sekarang jauh lebih ringan ketimbang dulu. Karena utang-utang kita juga mulai kita bereskan kan pelan-pelan. Terutama pajak-pajak yang belum dibayarkan segala macam. Piutang juga dibereskan segala macam," sambungnya.
Abduh hanya mengatakan pada 2018 lalu PFN berhasil memperoleh pendapatan hingga Rp 26 miliar. Sementara untuk tahun ini, kata Abduh, perusahaan menargetkan bisa meraup hingga Rp 48 miliar.
"Angkanya untuk revenue tahun lalu kita baru sampai sekitar Rp 26 miliar ya. Diharapkan tahun ini kita bisa mencapai Rp 48 miliar. Itu revenue ya, belum margin," katanya.
Abduh menjelaskan, PFN bisa berhasil keluar dari status BUMN dhuafa berkat adanya sinergi BUMN. PFN, kata Abduh, masih menggarap sejumlah proyek-proyek yang dibutuhkan dari BUMN lainnya.
"Klien kita adalah BUMN sebenarnya. Ya kan kita bukan hanya bikin film bioskop, banyak services yang terkait audiovisual, ya dokumenter, ya company profile, ya commercial, itu ke PFN," jelas Abduh.
Apa sih film yang diproduksi PFN baru-baru ini? judulnya 'Kuambil Lagi Hatiku', film ini mengangkat kekayaan alam Borobudur.
Sinopsisnya 'Kuambil Lagi Hatiku'

Di tengah kesibukan mengurus pernikahannya dengan Vikash (Sahil Shah), Sinta Malhotra (Lala Karmela) dibuat kalut dengan menghilangnya Ibu, Widi Malhotra (Cut Mini). Hanya sesobek kertas ditinggalkan di kamar, bertuliskan "Ibu pergi dulu. Minggu depan pulang."
Di meja kerja tergeletak sehelai foto lama bergambar Ibu beserta kakak dan adiknya di Candi Borobudur. Sinta mendapat firasat kuat hilangnya sang ibu berkaitan erat dengan foto ini. Masalahnya, dia tak tahu apa-apa tentang Indonesia, negeri ibunya.
Sinta sejak lahir hingga dewasa hidup di India, negeri asal almarhum ayahnya. Ibunya tak pernah bercerita tentang Indonesia, juga tentang tanah leluhurnya di Desa Borobudur.
Berayah pengusaha, sejak lahir Sinta hidup di tengah keluarga berkecukupan. Kini, calon suaminya yang politisi muda, juga dari keluarga terhormat.
Pernikahan direncanakan menggunakan tradisi India. Tahapnya kini menjelang lamaran. Keluarga Vikash sudah berkompromi bahwa Sinta menolak salah satu tradisi lamaran India, yakni calon istri menari di acara itu.
Namun tidak berhenti di situ. Dengan menghilangnya Widi, padahal acara lamaran tinggal sepekan ke depan, keluarga Vikash terpaksa sekali lagi memenuhi permintaan Sinta untuk menunda seminggu acara lamaran, berpegang pada pesan Ibu bahwa dia pergi selama seminggu.
Sementara itu di negeri lain, ada kehebohan di sebuah joglo tua di Desa Borobudur, menyusul kemunculan mendadak Widi. Dia datang setelah ditelpon adiknya, Dimas (Dian Sidik), mengabarkan ayah mereka meninggal.
Hampir 30 tahun lalu Widi minggat dari desa, kimpoi lari dengan laki-laki India yang membuat cemar nama keluarga. Pasalnya bapak mereka adalah keluarga bangsawan dan sangat dihormati masyarakat. Masa anak gadisnya kimpoi lari?
Sejak itu Bapak murung. Mbak Dewi (Ria Irawan), si sulung, terpaksa meninggalkan kuliah, dan segera turun tangan membereskan urusan keluarga, salah satunya rumah kontrakan.
Mbak Dewi tak sempat lagi memikirkan urusan pribadi, pun dia tidak menikah sampai sekarang. Mantan tunangannya malah sekarang jadi salah satu penghuni kontrakan.
Boleh dibilang Mbak Dewi dulu orang yang paling kalang kabut seperginya Widi. Maka tak heran jika kini dia menganggap angin saja terhadap kepulangan adiknya.
Dan, tanpa ada yang dapat menduga, Sinta sudah sampai juga di rumah joglo itu. Ibu dan anak ini kemudian mencari jawaban atas pertanyan-pertanyaan yang selama ini menggelayut tentang apa yang terjadi dahulu, tentang keberadaan Sinta, tentang ketidaksukaan Widi jika Sinta menari, tentang Mbak Dewi yang menutup diri, juga tentang bapak mereka yang bangsawan.
Sumber
Trailer

0
1.8K
9


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan