DistrikNasionalAvatar border
TS
DistrikNasional
Jokowi Sang Obama Gagal


Nama Joko Widodo kembali menjadi sorotan media asing. Kali ini majalah ternama Inggris The Guardian menyorot kinerja Presiden Indonesia ke-7 itu. Obama-nya Indonesia yang gagal, begitu secara sarkastik Guardian menyidir Jokowi.

Dulu awal kemunculan Jokowi, dirinya dianggap sebagai wajah baru yang membawa harapan dalam mendobrak tradisi oligarki yang lama bersemayam dalam perpolitikan Indonesia. “Sebuah potret dongeng politik yang secara nyata hadir dalam demokrasi Indonesia”, tulis Kate Lamb dalam Guardian (04/04/19). Memang kisah pergerakan politik Jokowi terlihat begitu heroik, perjalanan dari tukang mabel, menjadi walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, lalu Presiden RI. Karir politiknya terlihat begitu cemerlang, dengan bermodal segudang prestasi semasa menjadi Walikota lalu hijrah ke Ibukota, hingga sampai ke Istana Negara.

Tapi apakah Jokowi benar-benar tanpa cela? Harapan awal hadirnya Presiden yang bersih dari rekam jejak pelanggaran HAM dan Militer dinilai mampu menuntaskan persoalan HAM di masa lalu dan merajuk kekuatan sipil dalam menjalankan roda pemerintahan. Tapi sayangnya Jokowi tidak begitu kuat dan pengalamannya dalam kancah politik nasional masih terlalu hijau. Dengan alasan menyeimbangkan stabilitas pemerintahan mantan-mantan Jenderal TNI satu per satu merapat dalam kabinetnya, dan mulai memunculkan kekecewaan. Menurut seorang aktivis HAM Haris Azhar, demokrasi Indonesia kehilangan arti dan tak lagi memiliki akar substansi. Hal tersebut disebabkan pemerintah kembali mangkir dalam menunaikan janji politiknya dalam penegakan kasus HAM.

Jokowi juga secara mengejutkan menarik pelatuk hukuman mati pada beberapa narapidana yang terjerat kasus narkoba. Jelas hal tersebut berlawanan dengan kampanye penegakan HAM yang dahulu dirinya kumandangkan. Menjaga generasi bangsa dari pusaran buruk narkoba dijadikan alibi penarikan pelatuk hukuman mati tersebut. Jokowi dinilai tidak mampu menengahi pusaran politik dan kepentingan yang bekerja pada dirinya, tersandera beban politik sehingga kehilangan ketegasan dalam mengambil keputusan yang tepat dalam menyelesaikan kasus narkoba.

Kebebasan berserikat dan berekspresi juga menjadi sorotan tajam pada pemerintahan Jokowi. Pemerintah saat ini dinilai membawa awan mendung bagi kebebasan berekspresi dan dinilai terlalu keras dalam memukul lawan atau seteru politiknya. Kasus Hizbut Tahrir adalah satu dari sekian contoh betapa kerasnya rezim Jokowi dalam membungkan lawan politiknya yang dianggap mengancam kehidupan demokrasi dan berbahaya bagi kaum minoritas. Penangkapan dosen Sosiologi saat berorasi dalam mengkritik berlakunya kembali Dwi Fungsi ABRI juga menjadi noda yang buruk bagi pemerintah Jokowi dalam menjamin kebebasan berekspresi warga negaranya.

Kekurangan dalam menjalankan pemerintahan dalam 5 tahun pemerintahan Jokowi tepatkah dijadikan alasan bagi rakyat Indonesia untuk mengambil sikap #2019GantiPresiden? Yang jelas banyak orang yang justru mengambil sikap ‘Golput’ dalam pemilu kali ini. Golput sebagai tindakan politik yang menyuarakan kekecewaan atas jalannya pemerintahan yang dianggap tidak mampu merealisasikan janji kampanyenya.

Toh jika pemeritah ini berlanjut berapa lagi ongkos demokrasi kita yang akan terkuras oleh pemerintah yang tidak kunjung mau menepati jajnjinya. Mungkin akan naik pembangunan infrastrukturnya, tapi indeks demokrasinya terus merosot. Jadi gimana mau lanjut atau ganti?

https://www.theguardian.com/world/20...up-to-the-hype

https://www.suara.com/news/2019/04/0...h-dalam-impian

https://www.matamatapolitik.com/in-d...hi-ekspektasi/

https://politik.rmol.co/read/2019/04...sihkah-relevan
-1
2K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan