Hari yang dinanti semakin dekat, nggak terasa ya sebentar lagi Indonesia bakal menggeber pesta demokrasi terbesar setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden dan calon legislatif. Yup, tanggal 17 April 2019 kurang 12 hari lagi, Gan, Sist. Nggak sabar menanti.datangnya hari yang sudah ditunggu-tunggu ratusan juta warga negara Indonesia.

Termasuk ane yang notabene berstatus emak-emak yang tinggal di kampung pinggiran kota Surabaya.

Ana punya cerita seru tentang pemilu bersama emak-emak kampung di sini.

Setiap sore ane selalu nganterin anak ngaji, di sana berkumpul emak-emak kampung yang selalu heboh setiap saat setiap waktu. Percakapan tema pemilu lagi jadi trending topik daster squad.

"Ning, udah punya pilihan partai mana yang bakal dicoblos pemilu nanti?" tanyaku pada Emaknya Aldo yang mesam-mesem ngelihat ponsel. Dia mematikan ponsel dan meletakkan dalam kantung dasternya.

"Tentu saja, Bundanya Agha. Aku udah punya partai yang oke punya. Dia juga mempunyai kandidat presiden dan wakil presiden yang mempunyai visi misi hebat demi kemakmuran bangsa."

"Mantap tuh. Mamanya Aldo kalau memilih pempimpin itu yang seperti apa? Boleh nggak tahu rahasianya?"

Emak Aldo berdehem-dehem gemes. "Boleh banget. Pertama ya, aku pilih pemimpin karena kepribadiannya. Kalau sepak terjangnya baik, perhatian pada rakyat kecil itu yang akan kupilih. Kedua aku pilih pemimpin yang jujur, nggak asyik dong punya pemimpin pembohong. Berat lho dikibulin."

Aku menyahut, "Bener, Ning. Selanjutnya, pilih pemimpin yang bersih. Bukan kulitnya lho, ya. Tetapi bersih di sini berarti dia nggak tersandung kasus korupsi."

"Iya, betul. Buat apa memilih pemimpin yang korupsi. Bisa habis kekayaan negara buat memenuhi pundi-pundi harta koruptor itu. Yang paling penting juga memilih pemimpin yang tegas dan nggak tebang pilih dalam melaksanakan peraturan. Kalau hukum ditegakkan seadil-adilnya, pastilah tingkat kejahatan akan menurun drastis. Rakyat juga jadi tenang dalam mengais rezeki."

Tiba-tiba Emaknya Rena datang ikutan ngerumpi. "Kalau aku pilih golput aja, nggak ada yang sreg di hatiku. Dari presiden pertama hingga sekarang, sepertinya nggak ada banyak perubahan di negara kita. Gitu-gitu aja."

Emaknya Aldo menyahut, "Makanya, Ning kita harus memilih pemimpin yang kebaikannya lebih banyak. Jangan sia-siakan kertas suara dengan cara golput, mubazir, Ning. Nggak boleh patah harapan dong, yakinlah bahwa Indonesia bakal jadi bangsa yang besar, makmur dan adil. Semua itu nggak akan terwujud kalau banyak yang golput. Katanya mau perubahan lebih baik? Ayo ikut memilih di TPS tanggal 17 April."

"Ho oh, Ning." Aku memberi pendapat, "kalau Ning peduli pada bangsa kita, ayuk ikutan nyoblos di TPS. Ikut nyoblos berarti sayang sama Indonesia, lho."

"Tapi aku rada males ke TPS, panas."

"Kalau begitu, Mamanya Rena aku jemput aja, ya. Kita sama-sama menuju TPS. Nanti setelah nyoblos kita bisa selfi-selfi pameran jari kelingking. Bagaimana?" Aku menawarkan solusi.

"Okelah kalau begitu. Tahun ini aku akan memilih. Nggak golput lagi." Mamanya Rena tersenyum ceria. Kami tertawa bersama.

Emak-emak kampung bersorak gembira. Janjian mau ke TPS bareng-bareng. Biasalah sambil membahas baju apa yang dipakai. Kita sepakat pakai baju warna navy, biar body yang melar nggak kelihatan banget. Ternyata acara nyoblos bareng itu aayik juga.

Agan Sista, Emak kampung aja nggak golput, masa kamu mau golput?

Yok sama-sama datang ke TPS dan meriahkan pesta demokrasi. Memilih itu lebih keren dari pada nggak memilih. Iya apa iya?

Merdeka!