- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kupas Tuntas dan Diskusikan Gerilya Digital Cebong-Kampret Bersama NGOPINI


TS
omcons
Kupas Tuntas dan Diskusikan Gerilya Digital Cebong-Kampret Bersama NGOPINI
Fenomena perdebatan antara Cebong dan Kampret sangat ramai di media sosial saat ini. Apalagi menjelang ajang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019-2024 gerilya para buzzer Cebong dan Kampret semakin menjadi-jadi. Eh, tapi agan tahu gak apa dan siapakah yang dimaksud cebong dan kampret itu?
Cebong adalah istilah yang disematkan oleh pendukung Prabowo-Sandiaga kepada pendukung Jokowi-Ma’aruf. Sebaliknya istilah kampret ditujukan pendukung Jokowi-Ma’aruf kepada pendukung Prabowo-Sandiaga.
Sebenarnya julukan untuk para pendukung kedua paslon tersebut, khususnya Jokowi dan Prabowo, berganti-ganti saat menjelang periode pemilihan presiden (Pilpres). Dahulu, julukan untuk paslon pada pilpres tahun 2014 yang kebetulan mempertarungkan Jokowi dan Prabowo juga sebagai calon presiden yaitu pertarungan antara Panastak dan Panasbung. Panastak ditujukan untuk pendukung Jokowi, sedangkan Panasbung ditujukan untuk pendukung Prabowo.

Tidak hanya kedua paslon yang memperebutkan kemenangan, cebong dan kampret pun juga tak mau kalah untuk memperebutkan kemenangan. Jika paslon berjuang untuk memenangkan kursi orang nomor satu di Indonesia, cebong dan kampret berjuang memenangkan narasi dan argumen agar bisa diterima oleh netizen di media sosial. Harapannya, narasi yang dibangun oleh para cebong dan kampret di media sosial melalui konten yang diproduksinya dapat memengaruhi masyarakat, khususnya swing voters, untuk memilih paslon jagoannya masing-masing.
Melihat fenomena yang unik ini, Opini.id melalui event NGOPINI berusaha untuk mengulik lebih dalam tentang tujuan dan bagaimana cara kerja dari para aktor buzzer politik ini dalam memengaruhi pemilih di sosial media. Pada event NGOPINI kali ini, diselenggarakan diskusi yang bertemakan “Gerilya Digital Cebong Kampret”.
Diskusi yang bertempat di Yan Kedai Kopi ini menghadirkan Hariadhi yang merupakan influencer dari kubu Jokowi-Ma’aruf dan Mustofa Nahra yang juga sebagai influencer dari kubu Prabowo-Sandiaga. Kedua narasumber tersebut mempunyai peran vital dalam menumbuhkan narasi-narasi yang berkembang di sosial media untuk memenangkan paslon yang dijagokannya. Keduanya juga buka-bukaan mengenai strategi digital yang dilakukannya untuk memenangkan ajang pilpres 2019 ini.

Untuk menetralisir dan mengungkap fenomena cebong dan kampret dari sisi bisnis, NGOPINI juga mengundang Kun Arief Cahyantoro yang merupakan pengamat cyber, sosial media, dan e-commerce. Analisis dari Kun Arief akan memberikan pandangan yang berbeda atas strategi kampanye digital yang dilakukan oleh kedua kubu.
Dalam analisisnya, Kun Arief menyatakan jika kedua paslon mempunyai strategi yang berbeda dalam membangun narasi untuk memenangkan paslon jagoannya. Menurutnya “Kubu 01 kebanyakan bermain di web dan medsos, sementara kubu 02 bermain di media mainstream seperti koran-koran online di internet dan messenger.” Perbedaan ini tentunya menjadi keunggulan tersendiri bagi kedua tim sukses dalam mendulang pemilih berdasakan basis massa yang ada di platform tempat mereka melakukan kampanye digital.

Mustofa yang menjadi tim sukses dari Prabowo-Sandiaga mengatakan jika kampanye digital merupakan hal yang penting dan diperlukan untuk mendulang basis massa. Mustofa juga mengakui jika konten yang paling diminati di media sosial adalah materi kelemahan lawan. Strategi ini ia gunakan mengingat kesalahan yang dilakukan pada pilpres 2014 yang membuat kampanye digital saat itu kurang efektif.
“Karena kami belajar dari kesalahan 2014, dimana kelemahan Jokowi saat itu malah digoreng sebagai kelebihannya.” kata Mustofa saat diskusi NGOPINI (29/03)
Di sisi lain, Hariadhi yang menjadi tim sukses dari Jokowi-Ma’aruf mempunyai strategi tersendiri dalam membangun basis massa di media sosial. Ia juga setuju jika sosial media merupakan sarana yang efektif dalam menyelenggarakan kampanye digital. Namun ia menganggap medsos yang terbaik tetap dengan komunikasi dari mulut ke mulut.
“Orang sering salah kaprah. Facebook, Youtube itu hanya fasilitator, bukan medsosnya. Karena inti dari media sosial adalah networking.” ujar Hariadhi saat diskusi NGOPINI (29/03).

Acara diskusi yang diselenggarakan NGOPINI juga diwarnai dengan diskusi interaktif dengan para peserta diskusi yang hadir. Hal ini tentunya membuat diskusi berjalan menarik dan memberikan pandangan-pandangan baru yang bisa dijawab oleh para narasumber. Tidak hanya itu saja, penonton diskusi melalui live streaming Opini.id juga bisa memberikan argumennya di kolom komentar, sehingga membuat jalannya diskusi sangat interaktif.
Program diskusi bertajuk NGOPINI ini merupakan program bulanan yang disajikan oleh Opini.id untuk mengajak anak-anak muda untuk saling berdiskusi dan bertukar gagasan tentang isu sosial, politik, dan budaya.
Jadi, buat kalian yang belum berkesempatan hadir mengikuti program NGOPINI, ikutin terus informasi terbarunya di Opini.idya. Ditunggu kehadiran kalian di event NGOPINI selanjutnya ya!

Cebong adalah istilah yang disematkan oleh pendukung Prabowo-Sandiaga kepada pendukung Jokowi-Ma’aruf. Sebaliknya istilah kampret ditujukan pendukung Jokowi-Ma’aruf kepada pendukung Prabowo-Sandiaga.
Sebenarnya julukan untuk para pendukung kedua paslon tersebut, khususnya Jokowi dan Prabowo, berganti-ganti saat menjelang periode pemilihan presiden (Pilpres). Dahulu, julukan untuk paslon pada pilpres tahun 2014 yang kebetulan mempertarungkan Jokowi dan Prabowo juga sebagai calon presiden yaitu pertarungan antara Panastak dan Panasbung. Panastak ditujukan untuk pendukung Jokowi, sedangkan Panasbung ditujukan untuk pendukung Prabowo.

Tidak hanya kedua paslon yang memperebutkan kemenangan, cebong dan kampret pun juga tak mau kalah untuk memperebutkan kemenangan. Jika paslon berjuang untuk memenangkan kursi orang nomor satu di Indonesia, cebong dan kampret berjuang memenangkan narasi dan argumen agar bisa diterima oleh netizen di media sosial. Harapannya, narasi yang dibangun oleh para cebong dan kampret di media sosial melalui konten yang diproduksinya dapat memengaruhi masyarakat, khususnya swing voters, untuk memilih paslon jagoannya masing-masing.
Melihat fenomena yang unik ini, Opini.id melalui event NGOPINI berusaha untuk mengulik lebih dalam tentang tujuan dan bagaimana cara kerja dari para aktor buzzer politik ini dalam memengaruhi pemilih di sosial media. Pada event NGOPINI kali ini, diselenggarakan diskusi yang bertemakan “Gerilya Digital Cebong Kampret”.
Diskusi yang bertempat di Yan Kedai Kopi ini menghadirkan Hariadhi yang merupakan influencer dari kubu Jokowi-Ma’aruf dan Mustofa Nahra yang juga sebagai influencer dari kubu Prabowo-Sandiaga. Kedua narasumber tersebut mempunyai peran vital dalam menumbuhkan narasi-narasi yang berkembang di sosial media untuk memenangkan paslon yang dijagokannya. Keduanya juga buka-bukaan mengenai strategi digital yang dilakukannya untuk memenangkan ajang pilpres 2019 ini.

Untuk menetralisir dan mengungkap fenomena cebong dan kampret dari sisi bisnis, NGOPINI juga mengundang Kun Arief Cahyantoro yang merupakan pengamat cyber, sosial media, dan e-commerce. Analisis dari Kun Arief akan memberikan pandangan yang berbeda atas strategi kampanye digital yang dilakukan oleh kedua kubu.
Dalam analisisnya, Kun Arief menyatakan jika kedua paslon mempunyai strategi yang berbeda dalam membangun narasi untuk memenangkan paslon jagoannya. Menurutnya “Kubu 01 kebanyakan bermain di web dan medsos, sementara kubu 02 bermain di media mainstream seperti koran-koran online di internet dan messenger.” Perbedaan ini tentunya menjadi keunggulan tersendiri bagi kedua tim sukses dalam mendulang pemilih berdasakan basis massa yang ada di platform tempat mereka melakukan kampanye digital.
Mustofa yang menjadi tim sukses dari Prabowo-Sandiaga mengatakan jika kampanye digital merupakan hal yang penting dan diperlukan untuk mendulang basis massa. Mustofa juga mengakui jika konten yang paling diminati di media sosial adalah materi kelemahan lawan. Strategi ini ia gunakan mengingat kesalahan yang dilakukan pada pilpres 2014 yang membuat kampanye digital saat itu kurang efektif.
“Karena kami belajar dari kesalahan 2014, dimana kelemahan Jokowi saat itu malah digoreng sebagai kelebihannya.” kata Mustofa saat diskusi NGOPINI (29/03)
Di sisi lain, Hariadhi yang menjadi tim sukses dari Jokowi-Ma’aruf mempunyai strategi tersendiri dalam membangun basis massa di media sosial. Ia juga setuju jika sosial media merupakan sarana yang efektif dalam menyelenggarakan kampanye digital. Namun ia menganggap medsos yang terbaik tetap dengan komunikasi dari mulut ke mulut.
“Orang sering salah kaprah. Facebook, Youtube itu hanya fasilitator, bukan medsosnya. Karena inti dari media sosial adalah networking.” ujar Hariadhi saat diskusi NGOPINI (29/03).
Acara diskusi yang diselenggarakan NGOPINI juga diwarnai dengan diskusi interaktif dengan para peserta diskusi yang hadir. Hal ini tentunya membuat diskusi berjalan menarik dan memberikan pandangan-pandangan baru yang bisa dijawab oleh para narasumber. Tidak hanya itu saja, penonton diskusi melalui live streaming Opini.id juga bisa memberikan argumennya di kolom komentar, sehingga membuat jalannya diskusi sangat interaktif.
Program diskusi bertajuk NGOPINI ini merupakan program bulanan yang disajikan oleh Opini.id untuk mengajak anak-anak muda untuk saling berdiskusi dan bertukar gagasan tentang isu sosial, politik, dan budaya.
Jadi, buat kalian yang belum berkesempatan hadir mengikuti program NGOPINI, ikutin terus informasi terbarunya di Opini.idya. Ditunggu kehadiran kalian di event NGOPINI selanjutnya ya!

Diubah oleh omcons 30-03-2019 14:18
0
2.4K
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan