- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ras dan Agama Perkeruh Reformasi Malaysia


TS
pasti2periode
Ras dan Agama Perkeruh Reformasi Malaysia

Quote:
Bandul politik berayun menjauh dari koalisi Harapan yang berkuasa, hanya sepuluh bulan setelah kemenangan bersejarah dalam pemilu. Koalisi multirasial yang berkuasa di bawah pimpinan Perdana Menteri Mahathir Mohamad—yang dikenal sebagai Pakatan Harapan—tiba-tiba berusaha mempertahankan diri dari pakta oposisi yang berani. Retorika yang memecah-belahdari tokoh-tokoh UMNO dan PAS telah menimbulkan ketegangan, seiring kedua partai membentuk diri mereka sebagai pembela hak-hak etnis Melayu dan Islam, yang mereka katakan sedang diancam oleh agenda reformasi pemerintah dan penunjukan politisi non-Melayu ke posisi-posisi terkemuka.
Sepuluh bulan setelah pemilu bersejarah Malaysia yang menggulingkan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang berkuasa lama, sudah ada tanda-tanda bahwa bandul politik mulai berayun kembali.
Koalisi multirasial yang berkuasa di bawah pimpinan Perdana Menteri Mahathir Mohamad—yang dikenal sebagai Pakatan Harapan—tiba-tiba berusaha mempertahankan diri dari pakta oposisi yang berani, yang telah berhasil mengubah citra dirinya sendiri, setelah kekalahan pemilu yang menghancurkan pada Mei lalu.
Awal bulan ini, UMNO dan Parti Islam SeMalaysia (PAS)—dua partai etnis Melayu terbesar di negara itu—meresmikan kerja sama mereka ke dalam aliansi resmi, setelah mencatat dua kemenangan berturut-turut pada pemilu paruh waktu tahun ini, dengan perolehan pemilu terbaru yang didapatkan di negara bagian milik kubu pemerintah.
Retorika yang memecah-belah dari tokoh-tokoh UMNO dan PAS telah menimbulkan ketegangan, seiring kedua partai membentuk diri mereka sebagai pembela hak-hak etnis Melayu dan Islam, yang mereka katakan sedang diancam oleh agenda reformasi pemerintah dan penunjukan politisi non-Melayu ke posisi-posisi terkemuka.
Berbicara di sebuah kampanye di Semenyih—sebuah wilayah konstituensi di negara bagian Selangor yang kaya, di mana koalisi oposisi pimpinan UMNO memenangkan pemilu paruh waktu bulan lalu—Mohamed Nazri Abdul Aziz, seorang pendukung UMNO dan mantan menteri hukum, menegaskan bahwa para pemimpin yang ditunjuk oleh Harapan—Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Menteri Keuangan, yang semuanya non-Melayu—gagal menyelesaikan sumpah jabatan masing-masing karena mereka tidak dilantik dengan Alquran.
Para pengacara dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengkritik bahwa pernyataan Nazri memicu rasisme, sambil menekankan bahwa pengambilan sumpah tidak memerlukan penggunaan Alquran di bawah konstitusi. Pernyataan mantan menteri itu juga menciptakan kekacauan di antara partai-partai etnis minoritas koalisi UMNO, yang sekarang menjadi koalisi oposisi Barisan Nasional (BN).
Asosiasi China Malaysia (MCA) dan Kongres India Malaysia (MIC) mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa mereka akan “pindah” dan “mengeksplorasi aliansi baru” sebagai tanggapan atas komentar rasial baru-baru ini oleh para pemimpin UMNO, dan menentang penunjukan Nazri sebelumnya sebagai Sekretaris Jenderal BN, yang mereka tekankan tidak sah dan dilakukan tanpa konsultasi.
Kedua partai itu melunakkan pandangan mereka—setelah BN menyingkirkan Nazri dari jabatannya dan akhirnya menarik kembali pengumuman mereka sebelumnya—dan mengatakan bahwa mereka akan tetap berada di BN untuk mempertahankan kerja sama multiras dan mencegah hubungan ras mengarah pada skenario “Melayu melawan non-Melayu”.
Muslim Melayu mencakup sekitar 60 persen dari populasi multiras Malaysia, dan diberikan hak istimewa dan status khusus sebagai ‘bumiputera’ di bawah konstitusi. Komunitas minoritas Tionghoa dan India bersama-sama membentuk sekitar 30 persen dari populasi, sementara penduduk dan suku asli mencakup sisanya.
Meskipun kepala pelaksana BN Mohamad Hasan mengatakan bahwa koalisi ini akan memeriksa keluhan MCA dan MIC, namun masih harus dilihat sejauh mana koalisi dapat menempa konsensus politik, seiring UMNO berhadapan dengan PAS untuk memperjuangkan bentuk nasionalisme etnis-agama yang secara luas dipandang bertentangan dengan multirasisme dan mengasingkan orang non-Melayu.
Kedua partai ini memiliki rencana untuk membentuk kaukus oposisi di Parlemen, meskipun mereka tidak akan bertarung di bawah bendera yang sama atau membentuk koalisi. Para pemimpin penting dari masing-masing partai akan segera bersidang untuk menyiapkan kerangka kerja bagi kerja sama politik mereka, demi kepentingan “menyatukan Muslim dan Melayu,” menurut laporan media setempat.
Mahathir tampaknya mengabaikan berita aliansi UMNO-PAS, tetapi mengatakan bahwa gagasan koalisi antara kedua partai itu “sangat buruk” bagi masyarakat majemuk Malaysia. Namun, pernyataan yang dibuat oleh Menteri Keuangan Lim Guan Eng—anggota etnis Tionghoa dari Partai Aksi Demokratis (DAP) dalam koalisi Harapan yang berkuasa—memicu kontroversi.
Lim awalnya merilis pernyataan berbahasa China yang mengatakan bahwa aliansi UMNO-PAS sama saja dengan “menyatakan perang” pada orang non-Melayu. Dia mengeluarkan koreksi beberapa jam kemudian, yang menggantikan istilah “menyatakan perang” dengan kata “penargetan”, di tengah seruan oposisi untuk mengajukan laporan polisi terhadapnya karena menghasut kebencian rasial.
Kantor Lim kemudian menghubungi media-media Malaysia untuk meminta agar istilah itu diubah dalam berita-berita yang telah mereka publikasikan. Kesalahan komunikasi ini menyoroti perjuangan Harapan untuk membingkai narasinya, seiring para pendukung oposisi mempersepsikan bahwa hak-hak Melayu dikepung oleh pemerintah yang mereka duga didominasi oleh etnis Tionghoa.
Michael Jeyakumar Devaraj—seorang mantan anggota parlemen—mengatakan kepada Asia Times bahwa kritik UMNO-PAS telah mendapatkan daya tarik karena Harapan “tidak benar-benar memberikan keuntungan ekonomi”, mengutip kenaikan harga kebutuhan sehari-hari, kenaikan upah minimum yang terabaikan, dan penghapusan skema pemberian uang yang populer di pemerintah sebelumnya.
“Semua ini memberikan semacam kepercayaan terhadap tuduhan UMNO bahwa Harapan sebenarnya dikendalikan oleh DAP. Sudah terdapat pengikisan dukungan di kalangan orang Melayu kota. Mereka merasa terpinggirkan,” katanya, seraya menambahkan bahwa permainan kartu ras dan agama oleh oposisi mewakili “ancaman signifikan” terhadap proses reformasi dan hubungan antar-etnis.
Mustafa Izzuddin—seorang analis politik di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura—berpendapat bahwa populisme Melayu oposisi “bukanlah formula kemenangan untuk merebut kembali pemerintah” karena ada “sedikit selera” untuk taktik semacam itu di antara pemilih di negara-negara bagian timur seperti Sabah dan Sarawak, dan di antara masyarakat Melayu dan non-Melayu perkotaan, khususnya etnis Tionghoa.
Namun, populisme Melayu “memang memiliki daya tarik dan dapat memberikan hasil tertentu,” katanya. “UMNO-PAS mengandalkan populisme Melayu, khususnya di antara orang-orang Melayu pedesaan untuk memperoleh keuntungan tambahan, dan secara bertahap merebut dukungan mayoritas dan kursi pemilihan Pakatan Harapan.”
Koalisi yang berkuasa “tampaknya tidak memiliki jawaban untuk melawan permainan ini,” kata Wong Chin Huat, seorang ilmuwan politik di wadah pemikir lokal Penang Institute. “Oleh karena itu, beberapa dari mereka mencoba untuk menyelaraskan dengan UMNO dan PAS dalam upaya komunal, tetapi mereka tidak bisa pergi sejauh itu, meningat mereka dapat mengasingkan basis minoritas dan liberal mereka,” katanya.
Meningkatnya polarisasi juga menyebabkan celah di dalam koalisi Harapan. Nurul Izzah Anwar—seorang anggota parlemen dan putri politisi veteran Anwar Ibrahim—mengundurkan diri dari semua posisi partai dan pemerintahannya akhir tahun lalu, dan sekarang mengatakan bahwa dia akan menjalani masa tugas terakhirnya sebagai anggota parlemen federal, dengan alasan frustrasi dengan “lambatnya” reformasi.
“Kami tidak melakukan cukup banyak untuk memberanikan masyarakat. Kami tidak melakukan cukup banyak hal untuk memberanikan mereka yang dianggap moderat,” katanya seperti dikutip dalam wawancara baru-baru ini ketika ditanya tentang retorika ras-agama yang dimainkan secara politis. Dia juga meminta Harapan untuk mengubah pendekatannya, daripada “tiba-tiba merangkul agenda Melayu itu sendiri.”
Pernyataannya dipandang sebagai balasan terhadap Menteri Urusan Ekonomi Mohamed Azmin Ali—wakil presiden Parti Keadilan Rakyat (PKR) di mana Nurul menjadi anggotanya—yang menyerukan koalisi untuk memperkuat agenda Melayu dan bumiputera “tanpa merasa bersalah atau takut akan kritik orang lain
,” menyusul kekalahan Harapan di Semenyih.
Pemilu paruh waktu lainnya dijadwalkan pada tanggal 13 April mendatang, di daerah pemilihan Rantau yang akan membuat presiden sementara UMNO Mohamad Hasan mempertahankan kursinya dalam kontes berisiko tinggi, yang dapat membantunya memperkuat posisinya dalam partai dan melanjutkan momentum oposisi sayap kanan. Para analis percaya bahwa Harapan menghadapi perjuangan berat di wilayah ini.
Terlepas dari salah satu kantong pemilih India terbesar di daerah pemilu negara bagian, Muslim Melayu mencakup lebih dari setengah blok pemilih. Rais Husin—ahli strategi di koalisi yang berkuasa, Parti Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM)—memperkirakan peluang 50-50 bahwa Harapan kalah tiga pemilu berturut-turut karena “sebagian besar amarah Melayu.”
Kartini Aboo Thalib Khalid—seorang profesor di Universiti Kebangsaan Malaysia—mengatakan kepada Asia Times bahwa Harapan telah gagal meyakinkan orang-orang Melayu bahwa mereka, sebagai “masyarakat tuan rumah,” menikmati lebih banyak manfaat “dengan menerima persamaan dengan yang lain,” dan menambahkan bahwa pemerintah telah terlalu fokus untuk melemparkan kesalahan pada pemerintahan sebelumnya.
Muslim Melayu, katanya, juga bermasalah dengan penggunaan bahasa selain bahasa Melayu dalam pengumuman menteri, dan melihat rencana pemerintah yang dibatalkan untuk meratifikasi konvensi PBB melawan diskriminasi rasial sebagai “menantang konstitusi”, yang bertentangan dengan posisi khusus yang diabadikan komunitas etnis.
Harapan perlu “mulai meningkatkan hubungan masyarakat mereka dengan mayoritas dan tetap berpegang pada agenda mereka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jika mereka terlalu menekankan pada mengkritik masa lalu dan tidak mampu memimpin di masa sekarang, mereka hanya akan berkuasa untuk satu periode,” dia memperkirakan.
Sepuluh bulan setelah pemilu bersejarah Malaysia yang menggulingkan Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang berkuasa lama, sudah ada tanda-tanda bahwa bandul politik mulai berayun kembali.
Koalisi multirasial yang berkuasa di bawah pimpinan Perdana Menteri Mahathir Mohamad—yang dikenal sebagai Pakatan Harapan—tiba-tiba berusaha mempertahankan diri dari pakta oposisi yang berani, yang telah berhasil mengubah citra dirinya sendiri, setelah kekalahan pemilu yang menghancurkan pada Mei lalu.
Awal bulan ini, UMNO dan Parti Islam SeMalaysia (PAS)—dua partai etnis Melayu terbesar di negara itu—meresmikan kerja sama mereka ke dalam aliansi resmi, setelah mencatat dua kemenangan berturut-turut pada pemilu paruh waktu tahun ini, dengan perolehan pemilu terbaru yang didapatkan di negara bagian milik kubu pemerintah.
Retorika yang memecah-belah dari tokoh-tokoh UMNO dan PAS telah menimbulkan ketegangan, seiring kedua partai membentuk diri mereka sebagai pembela hak-hak etnis Melayu dan Islam, yang mereka katakan sedang diancam oleh agenda reformasi pemerintah dan penunjukan politisi non-Melayu ke posisi-posisi terkemuka.
Berbicara di sebuah kampanye di Semenyih—sebuah wilayah konstituensi di negara bagian Selangor yang kaya, di mana koalisi oposisi pimpinan UMNO memenangkan pemilu paruh waktu bulan lalu—Mohamed Nazri Abdul Aziz, seorang pendukung UMNO dan mantan menteri hukum, menegaskan bahwa para pemimpin yang ditunjuk oleh Harapan—Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Menteri Keuangan, yang semuanya non-Melayu—gagal menyelesaikan sumpah jabatan masing-masing karena mereka tidak dilantik dengan Alquran.

Para pengacara dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengkritik bahwa pernyataan Nazri memicu rasisme, sambil menekankan bahwa pengambilan sumpah tidak memerlukan penggunaan Alquran di bawah konstitusi. Pernyataan mantan menteri itu juga menciptakan kekacauan di antara partai-partai etnis minoritas koalisi UMNO, yang sekarang menjadi koalisi oposisi Barisan Nasional (BN).
Asosiasi China Malaysia (MCA) dan Kongres India Malaysia (MIC) mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa mereka akan “pindah” dan “mengeksplorasi aliansi baru” sebagai tanggapan atas komentar rasial baru-baru ini oleh para pemimpin UMNO, dan menentang penunjukan Nazri sebelumnya sebagai Sekretaris Jenderal BN, yang mereka tekankan tidak sah dan dilakukan tanpa konsultasi.
Kedua partai itu melunakkan pandangan mereka—setelah BN menyingkirkan Nazri dari jabatannya dan akhirnya menarik kembali pengumuman mereka sebelumnya—dan mengatakan bahwa mereka akan tetap berada di BN untuk mempertahankan kerja sama multiras dan mencegah hubungan ras mengarah pada skenario “Melayu melawan non-Melayu”.
Muslim Melayu mencakup sekitar 60 persen dari populasi multiras Malaysia, dan diberikan hak istimewa dan status khusus sebagai ‘bumiputera’ di bawah konstitusi. Komunitas minoritas Tionghoa dan India bersama-sama membentuk sekitar 30 persen dari populasi, sementara penduduk dan suku asli mencakup sisanya.
Meskipun kepala pelaksana BN Mohamad Hasan mengatakan bahwa koalisi ini akan memeriksa keluhan MCA dan MIC, namun masih harus dilihat sejauh mana koalisi dapat menempa konsensus politik, seiring UMNO berhadapan dengan PAS untuk memperjuangkan bentuk nasionalisme etnis-agama yang secara luas dipandang bertentangan dengan multirasisme dan mengasingkan orang non-Melayu.
Kedua partai ini memiliki rencana untuk membentuk kaukus oposisi di Parlemen, meskipun mereka tidak akan bertarung di bawah bendera yang sama atau membentuk koalisi. Para pemimpin penting dari masing-masing partai akan segera bersidang untuk menyiapkan kerangka kerja bagi kerja sama politik mereka, demi kepentingan “menyatukan Muslim dan Melayu,” menurut laporan media setempat.
Mahathir tampaknya mengabaikan berita aliansi UMNO-PAS, tetapi mengatakan bahwa gagasan koalisi antara kedua partai itu “sangat buruk” bagi masyarakat majemuk Malaysia. Namun, pernyataan yang dibuat oleh Menteri Keuangan Lim Guan Eng—anggota etnis Tionghoa dari Partai Aksi Demokratis (DAP) dalam koalisi Harapan yang berkuasa—memicu kontroversi.
Lim awalnya merilis pernyataan berbahasa China yang mengatakan bahwa aliansi UMNO-PAS sama saja dengan “menyatakan perang” pada orang non-Melayu. Dia mengeluarkan koreksi beberapa jam kemudian, yang menggantikan istilah “menyatakan perang” dengan kata “penargetan”, di tengah seruan oposisi untuk mengajukan laporan polisi terhadapnya karena menghasut kebencian rasial.
Kantor Lim kemudian menghubungi media-media Malaysia untuk meminta agar istilah itu diubah dalam berita-berita yang telah mereka publikasikan. Kesalahan komunikasi ini menyoroti perjuangan Harapan untuk membingkai narasinya, seiring para pendukung oposisi mempersepsikan bahwa hak-hak Melayu dikepung oleh pemerintah yang mereka duga didominasi oleh etnis Tionghoa.
Michael Jeyakumar Devaraj—seorang mantan anggota parlemen—mengatakan kepada Asia Times bahwa kritik UMNO-PAS telah mendapatkan daya tarik karena Harapan “tidak benar-benar memberikan keuntungan ekonomi”, mengutip kenaikan harga kebutuhan sehari-hari, kenaikan upah minimum yang terabaikan, dan penghapusan skema pemberian uang yang populer di pemerintah sebelumnya.
“Semua ini memberikan semacam kepercayaan terhadap tuduhan UMNO bahwa Harapan sebenarnya dikendalikan oleh DAP. Sudah terdapat pengikisan dukungan di kalangan orang Melayu kota. Mereka merasa terpinggirkan,” katanya, seraya menambahkan bahwa permainan kartu ras dan agama oleh oposisi mewakili “ancaman signifikan” terhadap proses reformasi dan hubungan antar-etnis.
Mustafa Izzuddin—seorang analis politik di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura—berpendapat bahwa populisme Melayu oposisi “bukanlah formula kemenangan untuk merebut kembali pemerintah” karena ada “sedikit selera” untuk taktik semacam itu di antara pemilih di negara-negara bagian timur seperti Sabah dan Sarawak, dan di antara masyarakat Melayu dan non-Melayu perkotaan, khususnya etnis Tionghoa.
Namun, populisme Melayu “memang memiliki daya tarik dan dapat memberikan hasil tertentu,” katanya. “UMNO-PAS mengandalkan populisme Melayu, khususnya di antara orang-orang Melayu pedesaan untuk memperoleh keuntungan tambahan, dan secara bertahap merebut dukungan mayoritas dan kursi pemilihan Pakatan Harapan.”
Koalisi yang berkuasa “tampaknya tidak memiliki jawaban untuk melawan permainan ini,” kata Wong Chin Huat, seorang ilmuwan politik di wadah pemikir lokal Penang Institute. “Oleh karena itu, beberapa dari mereka mencoba untuk menyelaraskan dengan UMNO dan PAS dalam upaya komunal, tetapi mereka tidak bisa pergi sejauh itu, meningat mereka dapat mengasingkan basis minoritas dan liberal mereka,” katanya.
Meningkatnya polarisasi juga menyebabkan celah di dalam koalisi Harapan. Nurul Izzah Anwar—seorang anggota parlemen dan putri politisi veteran Anwar Ibrahim—mengundurkan diri dari semua posisi partai dan pemerintahannya akhir tahun lalu, dan sekarang mengatakan bahwa dia akan menjalani masa tugas terakhirnya sebagai anggota parlemen federal, dengan alasan frustrasi dengan “lambatnya” reformasi.
“Kami tidak melakukan cukup banyak untuk memberanikan masyarakat. Kami tidak melakukan cukup banyak hal untuk memberanikan mereka yang dianggap moderat,” katanya seperti dikutip dalam wawancara baru-baru ini ketika ditanya tentang retorika ras-agama yang dimainkan secara politis. Dia juga meminta Harapan untuk mengubah pendekatannya, daripada “tiba-tiba merangkul agenda Melayu itu sendiri.”
Pernyataannya dipandang sebagai balasan terhadap Menteri Urusan Ekonomi Mohamed Azmin Ali—wakil presiden Parti Keadilan Rakyat (PKR) di mana Nurul menjadi anggotanya—yang menyerukan koalisi untuk memperkuat agenda Melayu dan bumiputera “tanpa merasa bersalah atau takut akan kritik orang lain

Pemilu paruh waktu lainnya dijadwalkan pada tanggal 13 April mendatang, di daerah pemilihan Rantau yang akan membuat presiden sementara UMNO Mohamad Hasan mempertahankan kursinya dalam kontes berisiko tinggi, yang dapat membantunya memperkuat posisinya dalam partai dan melanjutkan momentum oposisi sayap kanan. Para analis percaya bahwa Harapan menghadapi perjuangan berat di wilayah ini.
Terlepas dari salah satu kantong pemilih India terbesar di daerah pemilu negara bagian, Muslim Melayu mencakup lebih dari setengah blok pemilih. Rais Husin—ahli strategi di koalisi yang berkuasa, Parti Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM)—memperkirakan peluang 50-50 bahwa Harapan kalah tiga pemilu berturut-turut karena “sebagian besar amarah Melayu.”
Kartini Aboo Thalib Khalid—seorang profesor di Universiti Kebangsaan Malaysia—mengatakan kepada Asia Times bahwa Harapan telah gagal meyakinkan orang-orang Melayu bahwa mereka, sebagai “masyarakat tuan rumah,” menikmati lebih banyak manfaat “dengan menerima persamaan dengan yang lain,” dan menambahkan bahwa pemerintah telah terlalu fokus untuk melemparkan kesalahan pada pemerintahan sebelumnya.
Muslim Melayu, katanya, juga bermasalah dengan penggunaan bahasa selain bahasa Melayu dalam pengumuman menteri, dan melihat rencana pemerintah yang dibatalkan untuk meratifikasi konvensi PBB melawan diskriminasi rasial sebagai “menantang konstitusi”, yang bertentangan dengan posisi khusus yang diabadikan komunitas etnis.
Harapan perlu “mulai meningkatkan hubungan masyarakat mereka dengan mayoritas dan tetap berpegang pada agenda mereka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jika mereka terlalu menekankan pada mengkritik masa lalu dan tidak mampu memimpin di masa sekarang, mereka hanya akan berkuasa untuk satu periode,” dia memperkirakan.
SUMBER
SUMBER
benar benar "serumpun"
cara mainnya pun sama sama kotor
Quote:
Retorika yang memecah-belah dari tokoh-tokoh UMNO dan PAS telah menimbulkan ketegangan,
Quote:
permainan kartu ras dan agama oleh oposisi mewakili “ancaman signifikan” terhadap proses reformasi dan hubungan antar-etnis.
Quote:
Nurul menjadi anggotanya—yang menyerukan koalisi untuk memperkuat agenda Melayu dan bumiputera “tanpa merasa bersalah atau takut akan kritik orang lain
jika sama sama merupakan penduduk negara itu
maka sudah seharusnya semua di anggap sebagai WARGA NEGARA tersebut
dan memperoleh hak yang sama dari negara
begitu juga kewajiban pada negara pun sama
kenapa kudu di "mainkan ras atau agama" ?
memang klo beda ras atau agama, warna darah lu lain gitu?

selama rakyatnya masih dengan BODOH merasa rasnya atau agamanya adalah terbaik diantara yang lain
maka konflik dalam suatu negara tidak akan berhenti
walau demikian, masih mending malaysia
hanya masalah kekuasaan dengan penggunaan ras dan agama
di indonesia da sampai tahap ada yang pengen ganti ideologi pancasila

sungguh gw ga ngerti isi otak makhluk itu
terlahir hanya untuk mengkhianati negaranya



14
6.2K
Kutip
80
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan