mini.minionAvatar border
TS
mini.minion
Respons Wiranto, KPU Sebut Golput Tak Perlu Kena UU Teroris


Kamis, 28/03/2019

Jakarta, CNN Indonesia --Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz mengatakan masyarakat yang tak menggunakan hak pilih alias golput tak perlu dipidana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Antiterorisme.

Demikian diutarakan Viryan saat dimintai tanggapan Hal ini merespons pernyataan Menkopolhukam Wirantoperihal ancaman pidana bagi pengajak golput. Viryan mengatakan pernyataan Wiranto tersebut kurang tepat karena tak berlandaskan aturan perundang-undangan.

"Kalau pidana tidak usah, sebab Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 kan tidak mengatur hal itu," ujar Viryan di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (27/3) malam.

Ia mengatakan hukum Indonesia memang memandang golput sebagai hak politik, setara dengan memilih. Hak politik warga negara dijamin Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Viryan mengatakan hukum Indonesia hanya mengatur larangan mengajak atau membuat orang lain golput. Bahkan dalam UU Pemilu dinyatakan mengajak atau membuat orang golput diancam dengan penjara maksimal tiga tahun dan denda Rp36 juta.

"Sehingga lebih baik, dengan cara seperti saat ini saja, yakni mengoptimalkan edukasi kepada masyarakat," ucapnya.

Viryan juga menegaskan ada kewajiban peserta pemilu, termasuk paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat agar mencegah golput.

"KPU juga menyarankan agar peserta pemilu bisa menampilkan kontestasi terbaiknya sehingga para pemilih jadi tertarik," kata Viryan.

Sebelumnya, Menkopolhukam Wiranto menyatakan orang yang golput merupakan pengacau. Menurut dia, orang golput harus dipidana dengan UU Terorisme atau aturan lain.

"Kalau UU Terorisme tidak bisa UU lain masih bisa, ada UU ITE, UU KUHP bisa," ujar Wiranto di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Rabu (27/3).

Menanggapi pernyataan Wiranto soal golput, Direktur Eksekutif Insitute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara menilai itu justru menimbulkan ketakutan di benak rakyat Indonesia.

Kemarin Anggara mengatakan kebijakan pemerintah untuk merespons kampanye golput dengan pidana ini jelas menunjukkan semakin berkembangnya Penal Populism, fenomena ketika kebijakan penghukuman yang keras diambil dengan mengikuti tren populer dari sikap masyarakat dan dengan memanfaatkan rasa gundah masyarakat karena maraknya kejahatan untuk kepentingan politis.

Dia berpendapat, pengambilan kebijakan pemidanaan yang bersifat populis bukan bertujuan untuk memperbaiki sistem yang ada karena tidak disertai pertimbangan-pertimbangan rasional, pelibatan ahli, atau hasil penelitian yang valid, namun semata-mata dilakukan hanya untuk memperoleh simpati dari masyarakat.

https://m.cnnindonesia.com/nasional

Jadi yg bener yg mana nih? 🤔
Diubah oleh mini.minion 28-03-2019 05:50
0
1.4K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan