- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Manusia Pertama Adam dan Hawa Ada di Indonesia, Benarkah?


TS
raven12
Manusia Pertama Adam dan Hawa Ada di Indonesia, Benarkah?
Indonesia secara politik, ekonomi, dan budaya, hingga kini masih dikatakan sebagai bangsa yang berkembang. Kemajuan di Indonesia sering dikatakan sebagai imbas dari kemajuan negara-negara maju, seperti Tiongkok, India, dan negara-negara Eropa.
Benarkah demikian? Tidak bisa dipastikan jawabannya selama segala tolak ukur dan takaran kemajuannya masih berlandaskan pada bangsa-bangsa tersebut. Apalagi, itu baru terjadi dalam beberapa puluh atau ratusan tahun belakangan ini. Padahal, umur peradaban manusia sudah berlangsung ribuan tahun lamanya.
Buku "Eden in the East" yang ditulis Oppenheimer, seolah mencoba menjungkirbalikkan pendapat mainstream tersebut. Bahwa jauh sebelumnya, Indonesia pernah menjadi cikal bakal kehidupan umat manusia di bumi.
Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju di dunia merupakan buah karya manusia yang pada mulanya menghuni kawasan Paparan Sunda yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer sangat serius dengan mendasarkan hipotesisnya kepada sejumlah kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, dan arkeologi
Gagasan diaspora manusia dari kawasan Asia Tenggara dicoba untuk direkonstruksi dari peristiwa di akhir zaman es (last glacial maximum) pada sekitar 20.000 tahun yang lalu. Pada saat itu, permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut (zaman sekarang). Kepulauan Indonesia bagian Barat, masih menyatu dengan benua Asia sebagai sebuah kawasan daratan maha luas yang disebut Paparan Sunda.
Paparan Sunda sendiri merupakan landas kontinen perpanjangan lempeng Benua Eurasia di Asia Tenggara dengan daratan utamanya antara lain Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Madura, Bali, dan pulau-pulau kecil di sekitarya.
Penelitian oseanografi menunjukkan bahwa di bumi ini pernah tiga kali terjadi banjir besar, pada 14.000, 11.000, dan 8.000 tahun yang lalu. Sebagian besar kawasan Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang kini kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, serta Kepulauan Sunda Kecil.
Oppenheimer mengemukakan bahwa saat itu kawasan Paparan Sunda telah dihuni oleh manusia dalam jumlah besar. Karena itulah, menurutnya, hampir semua kebudayaan dunia memiliki tradisi yang mengisahkan cerita banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah seperti banjir pada era Nabi Nuh, olehnya dianggap sebagai salah satu bentuk transfer informasi antargenerasi manusia tentang peristiwa maha dahsyat bencana alam tersebut.
Menurut Oppenheimer, setelah terjadinya banjir besar tersebut, menusia mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa hipotesisnya ini disokong oleh rekonstruksi persebaran linguistik terbaru yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba melakukan dekonstruksi persebaran bahasa Austronesia.
Sebelumnya, Robert Blust (linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran bahasa-bahasa Austronesia berasal dari daratan Asia ke Formosa (Taiwan) dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum sampai ke Filipina, Indonesia, Kepulauan Pasifik, dan Madagaskar. Bahasa-bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia-Malaysia ke kawasan-kawasan lainnya dan menjadi induk dari bahasa-bahasa dunia lainnya.
Pendapatnya tentang persebaran manusia di dunia berasal dari Paparan Sunda itu, ia perkuat dengan analisa tentang adanya kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yang diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian ciri fisik pada patung-patung peninggalan zaman Sumeria yang memiliki tipikal wajah lebar dan oriental juga memperkuat hipotesis tersebut.
Oppenhimer juga yakin bahwa tokoh dalam kisah Gilgamesh yang dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir besar adalah karakter yang sama dengan Nabi Nuh dalam kitab Injil dan Alquran, yang tak lain adalah karakter yang berhasil menyelamatkan diri dari banjir besar yang menenggelamkan Paparan Sunda.
Legenda Babilonia tua mengisahkan pula kedatangan tujuh cendekiawan dari Timur yang membawa ketrampilan dan pengetahuan baru. Kisah yang sama terdapat pula di dalam India kuno di Hindukush, dengan varian legenda yang ternyata tersebar di Kepulauan Nusantara dan Pasifik.
Oppenheimer, lebih lanjut, mengemukakan bahwa kisah yang serupa dengan kisah penciptaan Adam dan Hawa serta pertikaian Kain dan Habel (Qabil dan Habil) ternyata dapat ditemukan di kawasan Asia Timur dan Kepulauan Pasifik.
Misalnya, orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan pertama dengan nama ‘Eeve’. Kemudian di Papua Nugini, kisah yang serupa dengan Kain dan Habel ada dalam wujud Kullabop dan Manip. Tradisi-tradisi di kawasan ini juga mengemukakan bahwa manusia pertama dibuat dari tanah lempung yang berwarna merah.
Atas dasar berbagai hipotesis tersebut pula, Oppenheimer meyakini bahwa Taman Eden yang disebut-sebut dalam Injil ada di Paparan Sunda. Ini diperjelas oleh salah satu ayat dalam Kitab Genesis atau Kitab Kejadian dalam Alkitab yang dengan jelas menyebut bahwa Eden ada di Timur.
Mungkinkah Taman Eden yang disebut ada di Timur itu berlokasi di Paparan Sunda, Indonesia? Kalau itu benar, maka manusia pertama yang dimaksudkan dengan Adam dan Hawa itu berada di Paparan Sunda, Indonesia. Siapa Tahu!
http://www.netralnews.com/news/singk...nesia-benarkah
sungai tigris dan euprathes di paparan sunda?
kitab kejadian 2:10-14, "Ada suatu sungai mengalir dari Eden untuk membasahi taman itu, dan dari situ sungai itu terbagi menjadi empat cabang. Yang pertama, namanya Pison, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Hawila, tempat emas ada. Dan emas dari negeri itu baik; di sana ada damar bedolah dan batu krisopras. Nama sungai yang kedua ialah Gihon, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush. Nama sungai yang ketiga ialah Tigris, yakni yang mengalir di sebelah timur Asyur. Dan sungai yang keempat ialah Efrat." Mana yang sebenarnya dimaksud sebagai Sungai Pison dan Gihon sama sekali tidak diketahui, tapi Sungai Tigris dan Eufrat cukup familiar.
Benarkah demikian? Tidak bisa dipastikan jawabannya selama segala tolak ukur dan takaran kemajuannya masih berlandaskan pada bangsa-bangsa tersebut. Apalagi, itu baru terjadi dalam beberapa puluh atau ratusan tahun belakangan ini. Padahal, umur peradaban manusia sudah berlangsung ribuan tahun lamanya.
Buku "Eden in the East" yang ditulis Oppenheimer, seolah mencoba menjungkirbalikkan pendapat mainstream tersebut. Bahwa jauh sebelumnya, Indonesia pernah menjadi cikal bakal kehidupan umat manusia di bumi.
Oppenheimer mengemukakan pendapat bahwa justru peradaban-peradaban maju di dunia merupakan buah karya manusia yang pada mulanya menghuni kawasan Paparan Sunda yang kini menjadi Indonesia. Oppenheimer sangat serius dengan mendasarkan hipotesisnya kepada sejumlah kajian geologi, genetik, linguistik, etnografi, dan arkeologi
Gagasan diaspora manusia dari kawasan Asia Tenggara dicoba untuk direkonstruksi dari peristiwa di akhir zaman es (last glacial maximum) pada sekitar 20.000 tahun yang lalu. Pada saat itu, permukaan laut berada pada ketinggian 150 meter di bawah permukaan laut (zaman sekarang). Kepulauan Indonesia bagian Barat, masih menyatu dengan benua Asia sebagai sebuah kawasan daratan maha luas yang disebut Paparan Sunda.
Paparan Sunda sendiri merupakan landas kontinen perpanjangan lempeng Benua Eurasia di Asia Tenggara dengan daratan utamanya antara lain Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Madura, Bali, dan pulau-pulau kecil di sekitarya.
Penelitian oseanografi menunjukkan bahwa di bumi ini pernah tiga kali terjadi banjir besar, pada 14.000, 11.000, dan 8.000 tahun yang lalu. Sebagian besar kawasan Paparan Sunda hingga terpisah-pisah menjadi pulau-pulau yang kini kita kenal sebagai Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, serta Kepulauan Sunda Kecil.
Oppenheimer mengemukakan bahwa saat itu kawasan Paparan Sunda telah dihuni oleh manusia dalam jumlah besar. Karena itulah, menurutnya, hampir semua kebudayaan dunia memiliki tradisi yang mengisahkan cerita banjir besar yang menenggelamkan sebuah daratan. Kisah-kisah seperti banjir pada era Nabi Nuh, olehnya dianggap sebagai salah satu bentuk transfer informasi antargenerasi manusia tentang peristiwa maha dahsyat bencana alam tersebut.
Menurut Oppenheimer, setelah terjadinya banjir besar tersebut, menusia mulai menyebar ke belahan bumi lainnya. Oppenheimer menyatakan bahwa hipotesisnya ini disokong oleh rekonstruksi persebaran linguistik terbaru yang dikemukakan Johanna Nichols. Nichols memang mencoba melakukan dekonstruksi persebaran bahasa Austronesia.
Sebelumnya, Robert Blust (linguis) dan Peter Bellwood (arkeolog) menyatakan bahwa persebaran bahasa-bahasa Austronesia berasal dari daratan Asia ke Formosa (Taiwan) dan Cina Selatan (Yunnan) sebelum sampai ke Filipina, Indonesia, Kepulauan Pasifik, dan Madagaskar. Bahasa-bahasa Austronesia menyebar dari Indonesia-Malaysia ke kawasan-kawasan lainnya dan menjadi induk dari bahasa-bahasa dunia lainnya.
Pendapatnya tentang persebaran manusia di dunia berasal dari Paparan Sunda itu, ia perkuat dengan analisa tentang adanya kesamaan benda-benda neolitik di Sumeria dan Asia Tenggara yang diketahui berusia 7.500 tahun. Kemudian ciri fisik pada patung-patung peninggalan zaman Sumeria yang memiliki tipikal wajah lebar dan oriental juga memperkuat hipotesis tersebut.
Oppenhimer juga yakin bahwa tokoh dalam kisah Gilgamesh yang dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh yang selamat dari banjir besar adalah karakter yang sama dengan Nabi Nuh dalam kitab Injil dan Alquran, yang tak lain adalah karakter yang berhasil menyelamatkan diri dari banjir besar yang menenggelamkan Paparan Sunda.
Legenda Babilonia tua mengisahkan pula kedatangan tujuh cendekiawan dari Timur yang membawa ketrampilan dan pengetahuan baru. Kisah yang sama terdapat pula di dalam India kuno di Hindukush, dengan varian legenda yang ternyata tersebar di Kepulauan Nusantara dan Pasifik.
Oppenheimer, lebih lanjut, mengemukakan bahwa kisah yang serupa dengan kisah penciptaan Adam dan Hawa serta pertikaian Kain dan Habel (Qabil dan Habil) ternyata dapat ditemukan di kawasan Asia Timur dan Kepulauan Pasifik.
Misalnya, orang Maori di Selandia Baru, menyebut perempuan pertama dengan nama ‘Eeve’. Kemudian di Papua Nugini, kisah yang serupa dengan Kain dan Habel ada dalam wujud Kullabop dan Manip. Tradisi-tradisi di kawasan ini juga mengemukakan bahwa manusia pertama dibuat dari tanah lempung yang berwarna merah.
Atas dasar berbagai hipotesis tersebut pula, Oppenheimer meyakini bahwa Taman Eden yang disebut-sebut dalam Injil ada di Paparan Sunda. Ini diperjelas oleh salah satu ayat dalam Kitab Genesis atau Kitab Kejadian dalam Alkitab yang dengan jelas menyebut bahwa Eden ada di Timur.
Mungkinkah Taman Eden yang disebut ada di Timur itu berlokasi di Paparan Sunda, Indonesia? Kalau itu benar, maka manusia pertama yang dimaksudkan dengan Adam dan Hawa itu berada di Paparan Sunda, Indonesia. Siapa Tahu!
http://www.netralnews.com/news/singk...nesia-benarkah
sungai tigris dan euprathes di paparan sunda?
kitab kejadian 2:10-14, "Ada suatu sungai mengalir dari Eden untuk membasahi taman itu, dan dari situ sungai itu terbagi menjadi empat cabang. Yang pertama, namanya Pison, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Hawila, tempat emas ada. Dan emas dari negeri itu baik; di sana ada damar bedolah dan batu krisopras. Nama sungai yang kedua ialah Gihon, yakni yang mengalir mengelilingi seluruh tanah Kush. Nama sungai yang ketiga ialah Tigris, yakni yang mengalir di sebelah timur Asyur. Dan sungai yang keempat ialah Efrat." Mana yang sebenarnya dimaksud sebagai Sungai Pison dan Gihon sama sekali tidak diketahui, tapi Sungai Tigris dan Eufrat cukup familiar.
Diubah oleh raven12 25-03-2019 09:26
0
2.4K
22


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan