- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Lagu Daerah Okinawa Mengandung Kata Indonesia ? Sejarah Pengaruh Indonesia di Okinawa


TS
dragonroar
Lagu Daerah Okinawa Mengandung Kata Indonesia ? Sejarah Pengaruh Indonesia di Okinawa
Quote:
Mataharinu chindara kanushama yo
"Asadoya Yunta" (安里屋ユンタ, arti harfiah: Yunta Keluarga Asato) adalah lagu rakyat dari Pulau Taketomi, Kepulauan Yaeyama, Prefektur Okinawa, Jepang. Lirik lagu ini terdiri dari 23 bait yang kata-katanya bisa berbeda-beda, namun artinya kira-kira sama.
Latar belakang lirik lagu ini adalah Pulau Taketomi pada abad ke-18, ketika Kerajaan Ryukyu berada di bawah kekuasan Domain Satsuma, Jepang. Pemerintah Ryukyu menugaskan pejabat pemerintah ke Kepulauan Yaeyama, termasuk ke Pulau Taketomi. Kedatangan mereka untuk menerapkan pajak yang lebih besar atas padi-padian dan hasil tenun. Pejabat yang ditugaskan, di antaranya ada yang berpangkat yunchu (与人) dan mizashishu (目差主). Jabatan yunchu setara dengan kepala desa, dan mizashishu adalah wakil kepala desa.
Tiga bait pertama menceritakan wakil kepala desa jatuh cinta kepada gadis sangat cantik bernama Asato Kuyama (安里クヤマ) (1722-1799) dari Asadoya (keluarga Asato). Kuyama adalah seorang tokoh dalam sejarah Pulau Taketomi yang menolak cinta wakil kepala desa untuk menikah dengan kepala desa. Lirik bait ke-4 hingga ke-19 menceritakan perjuangan wakil kepala desa mencari gadis yang lebih cantik dari Kumaya.
Di Kepulauan Yaeyama, yunta adalah nyanyian yang dinyanyikan sewaktu bersama-sama melakukan pekerjaan kasar di ladang, dan tidak diiringi alat musik. Baris demi baris lagu ini dinyanyikan bergantian oleh dua kelompok (biasanya kelompok laki-laki dan perempuan). Setiap satu baris lirik selesai dinyanyikan, disambung dengan kata-kata tanpa makna yang jelas (disebut hayashi-kotoba), namun dinyanyikan sebagai selingan dari melodi utama. Pada lirik lagu ini, hayashi-kotoba berbunyi "saa yui yui" dan "matahari nu tsundara kanushama yo".
Dalam bahasa Yaeyama Kuno, Mataharinu chindara kanushama yo kemungkinan berarti "Sampai jumpa lagi, gadis yang sangat cantik". Menurut ahli etnologi Eijun Kishaba, kata mataharinu (マタハーリヌ) tidak diketahui artinya, sementara chindara kanushama yo (チンダラ カヌシャマヨ) berarti kau yang cantik cantik. Oleh karena itu bermunculan berbagai penjelasan tentang arti kalimat ini, termasuk hayashi-kotoba ini berasal dari bahasa Indonesia. Kalimat Mataharinu chindara kanushama yo mirip kata-kata dalam bahasa Indonesia, seperti mataharinu (matahari), chindara (cinta), kanushama yo (kami semua).

"Asadoya Yunta" (安里屋ユンタ, arti harfiah: Yunta Keluarga Asato) adalah lagu rakyat dari Pulau Taketomi, Kepulauan Yaeyama, Prefektur Okinawa, Jepang. Lirik lagu ini terdiri dari 23 bait yang kata-katanya bisa berbeda-beda, namun artinya kira-kira sama.
Latar belakang lirik lagu ini adalah Pulau Taketomi pada abad ke-18, ketika Kerajaan Ryukyu berada di bawah kekuasan Domain Satsuma, Jepang. Pemerintah Ryukyu menugaskan pejabat pemerintah ke Kepulauan Yaeyama, termasuk ke Pulau Taketomi. Kedatangan mereka untuk menerapkan pajak yang lebih besar atas padi-padian dan hasil tenun. Pejabat yang ditugaskan, di antaranya ada yang berpangkat yunchu (与人) dan mizashishu (目差主). Jabatan yunchu setara dengan kepala desa, dan mizashishu adalah wakil kepala desa.
Tiga bait pertama menceritakan wakil kepala desa jatuh cinta kepada gadis sangat cantik bernama Asato Kuyama (安里クヤマ) (1722-1799) dari Asadoya (keluarga Asato). Kuyama adalah seorang tokoh dalam sejarah Pulau Taketomi yang menolak cinta wakil kepala desa untuk menikah dengan kepala desa. Lirik bait ke-4 hingga ke-19 menceritakan perjuangan wakil kepala desa mencari gadis yang lebih cantik dari Kumaya.
Di Kepulauan Yaeyama, yunta adalah nyanyian yang dinyanyikan sewaktu bersama-sama melakukan pekerjaan kasar di ladang, dan tidak diiringi alat musik. Baris demi baris lagu ini dinyanyikan bergantian oleh dua kelompok (biasanya kelompok laki-laki dan perempuan). Setiap satu baris lirik selesai dinyanyikan, disambung dengan kata-kata tanpa makna yang jelas (disebut hayashi-kotoba), namun dinyanyikan sebagai selingan dari melodi utama. Pada lirik lagu ini, hayashi-kotoba berbunyi "saa yui yui" dan "matahari nu tsundara kanushama yo".
Spoiler for Lirik:
Saa Asadoyanu Kuyama ni yo (Kuyama dari Asadoya)
Saa yui yui
Anchurasa unmaribashi yo (Lahir sebagai gadis yang sangat cantik.)
Mataharinu chindara kanushama yo
Saa Mizashishunu kuyudara yo (Wakil kepala desa langsung terpikat)
Saa yui yui
Ataroyanu nuzumuta yo (Tapi kepala desa yang tetua desa juga menginginkannya)
Mataharinu chindara kanushama yo
Saa Mizashishu bananba yo (Kalau wakil kepala desa aku tidak suka)
Saa yui yui
Ataroyaya kuriya oisu yo (Persembahkan aku kepada kepala desa.)
Mataharinu chindara kanushama yo
Saa yui yui
Anchurasa unmaribashi yo (Lahir sebagai gadis yang sangat cantik.)
Mataharinu chindara kanushama yo
Saa Mizashishunu kuyudara yo (Wakil kepala desa langsung terpikat)
Saa yui yui
Ataroyanu nuzumuta yo (Tapi kepala desa yang tetua desa juga menginginkannya)
Mataharinu chindara kanushama yo
Saa Mizashishu bananba yo (Kalau wakil kepala desa aku tidak suka)
Saa yui yui
Ataroyaya kuriya oisu yo (Persembahkan aku kepada kepala desa.)
Mataharinu chindara kanushama yo
Dalam bahasa Yaeyama Kuno, Mataharinu chindara kanushama yo kemungkinan berarti "Sampai jumpa lagi, gadis yang sangat cantik". Menurut ahli etnologi Eijun Kishaba, kata mataharinu (マタハーリヌ) tidak diketahui artinya, sementara chindara kanushama yo (チンダラ カヌシャマヨ) berarti kau yang cantik cantik. Oleh karena itu bermunculan berbagai penjelasan tentang arti kalimat ini, termasuk hayashi-kotoba ini berasal dari bahasa Indonesia. Kalimat Mataharinu chindara kanushama yo mirip kata-kata dalam bahasa Indonesia, seperti mataharinu (matahari), chindara (cinta), kanushama yo (kami semua).
Quote:
Hubungan Okinawa dengan Asia Tenggara
Prefektur Okinawa sebelum digabungkan dalam negara Jepang, merupakan negara independen yang bernama Kerajaan Ryukyu. Kerajaan Ryuykyu menempati Kepulauan Ryukyu, sebuah kawasan yang menjadi persimpangan bahari antara Asia Timur dan Asia Tenggara.
Terdapat sedikit bukti tertulis tentang hubungan Ryukyu dan Asia Tenggara. Catatan terpenting terekam dalam Rekidai Hoan, dokumen berbahasa Tionghoa Klasik yang kini disimpan di Universitas Nasional Taiwan. Hubungan diplomatik Ryukyu dengan Kerajaan Siam, Malaka, Jawa, Sumatera, Annam, Patani dan Palembang dari tahun 1425 hingga 1563 Masehi tercatat dalam 108 dokumen pada bab 39 hingga 43. Surat-surat yang dikirimkan oleh Kerajaan Ryukyu kepada kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara ditulis dalam bahasa Tionghoa Klasik oleh orang Tionghoa asal Kumemura, Naha yang bekerja untuk Raja Ryukyu. Orang Tionghoa bekerja di Ryukyu sebagai jurumudi kapal, pembuat kapal, sarjana kesusasteraan dan kesenian.
Hubungan dagang dengan Asia Tenggara ini perlahan berkurang dengan diserbunya Ryukyu oleh Domain Satsuma dari Jepang.
Komunitas orang Okinawa pada masa sebelum Perang Dunia II di Indonesia berada di Sulawesi Utara, tak diketahui sejak kapan. Di Sulawesi Utara, mereka bekerja sebagai nelayan atau pengusaha. Di Manado, terdapat asosiasi "Perkumpulan Orang-Orang Okinawa" yang didirikan pada tahun Showa ke-12 atau tahun 1937. Jumlah anggotanya pada tahun 1939 adalah 85 orang. Salah satu kegiatannya adalah membuka sekolah dasar untuk anak-anak orang Okinawa yang tinggal di Bitung. Pemakaman warga Okinawa terdapat di Kecamatan Aertembaga, Bitung.
Prefektur Okinawa sebelum digabungkan dalam negara Jepang, merupakan negara independen yang bernama Kerajaan Ryukyu. Kerajaan Ryuykyu menempati Kepulauan Ryukyu, sebuah kawasan yang menjadi persimpangan bahari antara Asia Timur dan Asia Tenggara.
Terdapat sedikit bukti tertulis tentang hubungan Ryukyu dan Asia Tenggara. Catatan terpenting terekam dalam Rekidai Hoan, dokumen berbahasa Tionghoa Klasik yang kini disimpan di Universitas Nasional Taiwan. Hubungan diplomatik Ryukyu dengan Kerajaan Siam, Malaka, Jawa, Sumatera, Annam, Patani dan Palembang dari tahun 1425 hingga 1563 Masehi tercatat dalam 108 dokumen pada bab 39 hingga 43. Surat-surat yang dikirimkan oleh Kerajaan Ryukyu kepada kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara ditulis dalam bahasa Tionghoa Klasik oleh orang Tionghoa asal Kumemura, Naha yang bekerja untuk Raja Ryukyu. Orang Tionghoa bekerja di Ryukyu sebagai jurumudi kapal, pembuat kapal, sarjana kesusasteraan dan kesenian.
Hubungan dagang dengan Asia Tenggara ini perlahan berkurang dengan diserbunya Ryukyu oleh Domain Satsuma dari Jepang.
Komunitas orang Okinawa pada masa sebelum Perang Dunia II di Indonesia berada di Sulawesi Utara, tak diketahui sejak kapan. Di Sulawesi Utara, mereka bekerja sebagai nelayan atau pengusaha. Di Manado, terdapat asosiasi "Perkumpulan Orang-Orang Okinawa" yang didirikan pada tahun Showa ke-12 atau tahun 1937. Jumlah anggotanya pada tahun 1939 adalah 85 orang. Salah satu kegiatannya adalah membuka sekolah dasar untuk anak-anak orang Okinawa yang tinggal di Bitung. Pemakaman warga Okinawa terdapat di Kecamatan Aertembaga, Bitung.
Quote:
Uniknya Bingata, Kimono Khas Okinawa yang Terpengaruh Batik Indonesia


NAHA, KOMPAS.com - Ada yang khas dari bingata, kimono khas Okinawa, Jepang. Warna yang colorful serta corak yang lebih besar dan variatif menjadi ciri khasnya. Coraknya tak hanya bunga sakura seperti kimono pada umumnya. Motif tumbuhan hingga binatang mempercantik kain kimono dari Okinawa ini. Sekilas, kamu akan merasa familiar melihat Bingata itu. Yap, motifnya mirip sekali dengan gaya batik pesisir Jawa. Adakah kaitannya batik Indonesia dengan Bingata Okinawa?
Ternyata ada. Pemandu wisata, Ai Munakatta, mengungkapkan pengaruh itu muncul saat transaksi dagang antara orang Okinawa dan orang Indonesia pada abad ke-15. Orang Indonesia datang ke Okinawa yang menjadi salah satu jalur perlintasan jalur sutra. Pada saat itu, sistem barter masih populer dilakukan. Orang Indonesia kerap menggunakan kain batik sebagai alat barter. Kain batik ini yang kemudian mempengaruhi motif kimono yang ada di Okinawa. "Terutama kalau lihat ada motif bunga-bunga yang agak besar, ini dari Indonesia. Jadi banyak persamaannya batik Indonesia dengan kimono Okinawa," ujar Ai.
Tak hanya motif, pengaruh lainnya yang dibawa pedagang Indonesia juga sampai ke teknik pembuatan bingata layaknya membuat batik celup. Untuk teknik pewarnaannya, bingata Okinawa menggunakan material dari alam seperti kapur tanah atau bubuk kerang untu warna putih. Sementara warna lainnya bisa memggunakan material dari alam Okinawa seperti cochineal, vermilion, arsen, dan sulfur.
Kostum bingata kerap digunakan dalam acara-acara formal kerajaan, kostum menari, hingga kostum bagi utusan raja. Bingata biasa digunakan keluarga raja, bangsawan, hingga rakyat biasa. Namun, ada perbedaan warna dan corak antara kasta-kasta itu. Warna kuning dengan motif besar dan lebih berani biasanya digunakan oleh keluarga raja. Sementara warna biru digunakan oleh kaum bangsawan. Rakyat biasa menggunakan bingata dengan motif yang sederhana dan warna yang lebih pucat.


NAHA, KOMPAS.com - Ada yang khas dari bingata, kimono khas Okinawa, Jepang. Warna yang colorful serta corak yang lebih besar dan variatif menjadi ciri khasnya. Coraknya tak hanya bunga sakura seperti kimono pada umumnya. Motif tumbuhan hingga binatang mempercantik kain kimono dari Okinawa ini. Sekilas, kamu akan merasa familiar melihat Bingata itu. Yap, motifnya mirip sekali dengan gaya batik pesisir Jawa. Adakah kaitannya batik Indonesia dengan Bingata Okinawa?
Ternyata ada. Pemandu wisata, Ai Munakatta, mengungkapkan pengaruh itu muncul saat transaksi dagang antara orang Okinawa dan orang Indonesia pada abad ke-15. Orang Indonesia datang ke Okinawa yang menjadi salah satu jalur perlintasan jalur sutra. Pada saat itu, sistem barter masih populer dilakukan. Orang Indonesia kerap menggunakan kain batik sebagai alat barter. Kain batik ini yang kemudian mempengaruhi motif kimono yang ada di Okinawa. "Terutama kalau lihat ada motif bunga-bunga yang agak besar, ini dari Indonesia. Jadi banyak persamaannya batik Indonesia dengan kimono Okinawa," ujar Ai.
Tak hanya motif, pengaruh lainnya yang dibawa pedagang Indonesia juga sampai ke teknik pembuatan bingata layaknya membuat batik celup. Untuk teknik pewarnaannya, bingata Okinawa menggunakan material dari alam seperti kapur tanah atau bubuk kerang untu warna putih. Sementara warna lainnya bisa memggunakan material dari alam Okinawa seperti cochineal, vermilion, arsen, dan sulfur.
Kostum bingata kerap digunakan dalam acara-acara formal kerajaan, kostum menari, hingga kostum bagi utusan raja. Bingata biasa digunakan keluarga raja, bangsawan, hingga rakyat biasa. Namun, ada perbedaan warna dan corak antara kasta-kasta itu. Warna kuning dengan motif besar dan lebih berani biasanya digunakan oleh keluarga raja. Sementara warna biru digunakan oleh kaum bangsawan. Rakyat biasa menggunakan bingata dengan motif yang sederhana dan warna yang lebih pucat.
sumber 1
sumber 2
sumber 3
Diubah oleh dragonroar 05-03-2019 21:00


dellesology memberi reputasi
8
9.3K
Kutip
63
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan