- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pilpres 2019: Jokowi Selaras dengan AS, tapi Prabowo Akan Disukai Trump


TS
erryquery
Pilpres 2019: Jokowi Selaras dengan AS, tapi Prabowo Akan Disukai Trump
Pilpres 2019 yang akan dilangsungkan pada tanggal 17 April nanti juga akan menjadi penting bagi Amerika Serikat. Walau kedua calon tidak menunjukkan komitmen penuh terhadap demokrasi, kepemimpinan Jokowi dianggap akan lebih selaras dengan AS. Namun, kepemimpinan Prabowo yang otoriter diyakini akan lebih disukai Presiden Donald Trump.
Oleh: Lex Rieffel dan Alexander R. Arifianto (Brookings)
Pada 17 April, rakyat Indonesia akan memilih dalam pemilu kelima Indonesia sejak tahun 1998, ketika transisi ke pemerintahan demokratis dimulai. Pilpres 2019 yang akan berlangsung ini akan menjadi pertandingan antara dua orang yang juga mencalonkan diri dalam pemilu lima tahun yang lalu: Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pensiunan Letnan Jenderal Prabowo Subianto.
Hasil dari pemilu ini penting bagi Amerika Serikat karena beberapa alasan. Dengan 268 juta orang, Indonesia memiliki populasi terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Indonesia adalah negara mayoritas Muslim terbesar di dunia dan salah satu dari sedikit negara mayoritas Muslim yang berhasil membangun sistem politik yang demokratis.
Indonesia juga memimpin ASEAN, yang telah membangun catatan perdamaian dan kemakmuran yang patut ditiru di sub-wilayah ini selama 30 tahun terakhir dan merupakan mitra ekonomi utama Amerika Serikat.
Pemilu Presiden 2019 mendatang bisa dibilang lebih penting dari empat pemilu sebelumnya. Beberapa analis, termasuk Tom Power, memperingatkan bahwa pemilu itu mungkin akan membawa Indonesia kembali ke kekuasaan otoriter yang dialami dalam 30 tahun hingga 1998 di bawah kekuasaan Jenderal Soeharto. Seperti Soeharto, Jokowi telah menindak kritiknya, terutama kelompok garis keras Islam yang mensponsori aksi massa pada tahun 2016 dan 2017 yang melawan politisi Indonesia Basuki Tjahaja Purnama (dikenal dengan julukan Chinanya, Ahok, tetapi sekarang lebih suka disebut BTP).
BTP adalah pasangan Jokowi dalam pemilu gubernur Jakarta tahun 2012 dan menjadi gubernur setelah Jokowi menjadi presiden Indonesia. Demonstrasi massal tiga tahun lalu menyebabkan kekalahan BTP dalam pemilu gubernur Jakarta pada tahun 2017 dan hukuman penjara berikutnya atas tuduhan penistaan agama.
Prabowo mewujudkan kecenderungan otoriter yang lebih kuat. Dia terus menolak untuk menjawab pertanyaan tentang dugaan keterlibatannya dalam menghilangnya puluhan aktivis pro-demokrasi selama hari-hari terakhir rezim Soeharto pada tahun 1998. (Pada saat itu, dia menikah dengan salah satu anak perempuan Soeharto.) Selain itu, Prabowo memiliki catatan hak asasi manusia yang menonjol sebagai salah satu yang terburuk di antara para jenderal angkatan darat selama era Soeharto.
Sebagian besar kelompok Islam garis keras dan konservatif mendukung pencalonan Prabowo. Akibatnya, langkah kunci dalam kampanye pemilihan ulang Jokowi adalah untuk meningkatkan kepercayaan Islamnya dengan memilih Ma’ruf Amin, seorang ulama Islam konservatif berusia 75 tahun yang mengeluarkan beberapa fatwa kontroversial, sebagai pasangannya. Salah satu fatwa yang dikeluarkan Ma’ruf menyatakan bahwa mantan gubernur BTP telah melakukan penistaan agama, sementara fatwa yang lain termasuk mengutuk sekte minoritas Muslim Ahmadiyah.
Ada bukti bahwa Jokowi kehilangan dukungan di antara populasi Muslim yang lebih konservatif. Penelitian di provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa Prabowo unggul dari atau seimbang di jajak pendapat.
Seperti yang dilaporkan dalam Voice of America pada 9 Januari, jajak pendapat terbaru oleh salah satu firma opini publik yang lebih terpercaya di Indonesia menunjukkan Jokowi mendapat peringkat persetujuan 55 persen dibandingkan dengan Prabowo yang hanya mendapat 35 persen. Namun, jumlah pemilih yang belum memutuskan dalam jajak pendapat terakhir tetap tinggi.
Tim kampanye Jokowi khawatir bahwa banyaknya jumlah pemilih yang belum memutuskan adalah tanda bahwa banyak orang yang memilihnya lima tahun yang lalu akan golput dalam pemilu bulan April nanti. Orang-orang ini termasuk kaum liberal yang kecewa dengan komitmen presiden yang lemah untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang kronis, dan minoritas agama (khususnya etnis Tionghoa) yang khawatir tentang keengganannya untuk mengecam tuduhan penistaan agama terhadap BTP dan retorika kampanye pro-Islamnya.
Kelemahan lain Jokowi adalah kinerja ekonomi negara selama masa jabatan pertamanya. Rekam jejak luar biasa dari kebijakan ekonomi makro yang baik sejak transisi pada tahun 1998 telah dipertahankan. Namun, seperti yang dicatat oleh The Jakarta Post dalam artikel tahun 2016, ia tidak dapat mengangkat tingkat pertumbuhan melebihi pendahulunya.
Lonjakan yang dijanjikannya dalam investasi infrastruktur belum terwujud, sektor perusahaan negara sebagian besar belum direformasi, dan sejumlah tantangan lingkungan tidak ditangani secara memadai.
Kemungkinan bahwa pemilih yang kecewa akan golput di pemilu nanti dan bahwa antusiasme di antara calon pemilih yang mendukung Prabowo akan menghasilkan gelombang suara yang besar telah membuat pengamat independen menyimpulkan bahwa dukungan pemilu untuk kedua kandidat sebenarnya seimbang.
Satu titik konsensus di antara sebagian besar analis adalah bahwa tak satu pun dari kedua kandidat ini adalah pendukung demokrasi yang berkomitmen, menyiratkan bahwa Indonesia kemungkinan akan terus menjauh dari pemerintahan demokratis dalam waktu dekat.
Pemerintahan yang dipimpin Jokowi jelas akan lebih selaras dengan nilai-nilai Amerika daripada pemerintahan yang dipimpin Prabowo karena akan lebih menghormati hak asasi manusia dan supremasi hukum. Sebaliknya, pemerintahan yang dipimpin Prabowo mungkin lebih disukai oleh pemerintahan Trump karena pendekatannya yang keras, otoriter terhadap pemerintahan dalam negeri dan kebijakan luar negerinya yang keras.
Hasil terbaik untuk hubungan jangka panjang Amerika Serikat-Indonesia adalah kemenangan Jokowi yang membuatnya lebih mudah untuk memperbaiki beberapa kelemahan sistem politik demokrasi Indonesia, terutama peran parlemen. Kebijakannya selama periode kedua nanti dapat ditingkatkan secara signifikan.
Menurut laporan Republika pada 23 Januari, partai Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan sekutu koalisinya diperkirakan akan mengendalikan sekitar 56 persen kursi di parlemen baru yang juga akan dipilih pada 17 April.
Monggo Sumbernya gan
Siapa yang akan lebih disukai oleh AS? Apa pengaruh pilihan AS terhadap kedua kandidat dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia? Konon, kandidat yang lebih dekat dengan AS akan selalu menang.
Oleh: Lex Rieffel dan Alexander R. Arifianto (Brookings)
Pada 17 April, rakyat Indonesia akan memilih dalam pemilu kelima Indonesia sejak tahun 1998, ketika transisi ke pemerintahan demokratis dimulai. Pilpres 2019 yang akan berlangsung ini akan menjadi pertandingan antara dua orang yang juga mencalonkan diri dalam pemilu lima tahun yang lalu: Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pensiunan Letnan Jenderal Prabowo Subianto.
Hasil dari pemilu ini penting bagi Amerika Serikat karena beberapa alasan. Dengan 268 juta orang, Indonesia memiliki populasi terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Indonesia adalah negara mayoritas Muslim terbesar di dunia dan salah satu dari sedikit negara mayoritas Muslim yang berhasil membangun sistem politik yang demokratis.
Indonesia juga memimpin ASEAN, yang telah membangun catatan perdamaian dan kemakmuran yang patut ditiru di sub-wilayah ini selama 30 tahun terakhir dan merupakan mitra ekonomi utama Amerika Serikat.
Pemilu Presiden 2019 mendatang bisa dibilang lebih penting dari empat pemilu sebelumnya. Beberapa analis, termasuk Tom Power, memperingatkan bahwa pemilu itu mungkin akan membawa Indonesia kembali ke kekuasaan otoriter yang dialami dalam 30 tahun hingga 1998 di bawah kekuasaan Jenderal Soeharto. Seperti Soeharto, Jokowi telah menindak kritiknya, terutama kelompok garis keras Islam yang mensponsori aksi massa pada tahun 2016 dan 2017 yang melawan politisi Indonesia Basuki Tjahaja Purnama (dikenal dengan julukan Chinanya, Ahok, tetapi sekarang lebih suka disebut BTP).
BTP adalah pasangan Jokowi dalam pemilu gubernur Jakarta tahun 2012 dan menjadi gubernur setelah Jokowi menjadi presiden Indonesia. Demonstrasi massal tiga tahun lalu menyebabkan kekalahan BTP dalam pemilu gubernur Jakarta pada tahun 2017 dan hukuman penjara berikutnya atas tuduhan penistaan agama.
Prabowo mewujudkan kecenderungan otoriter yang lebih kuat. Dia terus menolak untuk menjawab pertanyaan tentang dugaan keterlibatannya dalam menghilangnya puluhan aktivis pro-demokrasi selama hari-hari terakhir rezim Soeharto pada tahun 1998. (Pada saat itu, dia menikah dengan salah satu anak perempuan Soeharto.) Selain itu, Prabowo memiliki catatan hak asasi manusia yang menonjol sebagai salah satu yang terburuk di antara para jenderal angkatan darat selama era Soeharto.
Sebagian besar kelompok Islam garis keras dan konservatif mendukung pencalonan Prabowo. Akibatnya, langkah kunci dalam kampanye pemilihan ulang Jokowi adalah untuk meningkatkan kepercayaan Islamnya dengan memilih Ma’ruf Amin, seorang ulama Islam konservatif berusia 75 tahun yang mengeluarkan beberapa fatwa kontroversial, sebagai pasangannya. Salah satu fatwa yang dikeluarkan Ma’ruf menyatakan bahwa mantan gubernur BTP telah melakukan penistaan agama, sementara fatwa yang lain termasuk mengutuk sekte minoritas Muslim Ahmadiyah.
Ada bukti bahwa Jokowi kehilangan dukungan di antara populasi Muslim yang lebih konservatif. Penelitian di provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa Prabowo unggul dari atau seimbang di jajak pendapat.
Seperti yang dilaporkan dalam Voice of America pada 9 Januari, jajak pendapat terbaru oleh salah satu firma opini publik yang lebih terpercaya di Indonesia menunjukkan Jokowi mendapat peringkat persetujuan 55 persen dibandingkan dengan Prabowo yang hanya mendapat 35 persen. Namun, jumlah pemilih yang belum memutuskan dalam jajak pendapat terakhir tetap tinggi.
Tim kampanye Jokowi khawatir bahwa banyaknya jumlah pemilih yang belum memutuskan adalah tanda bahwa banyak orang yang memilihnya lima tahun yang lalu akan golput dalam pemilu bulan April nanti. Orang-orang ini termasuk kaum liberal yang kecewa dengan komitmen presiden yang lemah untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang kronis, dan minoritas agama (khususnya etnis Tionghoa) yang khawatir tentang keengganannya untuk mengecam tuduhan penistaan agama terhadap BTP dan retorika kampanye pro-Islamnya.
Kelemahan lain Jokowi adalah kinerja ekonomi negara selama masa jabatan pertamanya. Rekam jejak luar biasa dari kebijakan ekonomi makro yang baik sejak transisi pada tahun 1998 telah dipertahankan. Namun, seperti yang dicatat oleh The Jakarta Post dalam artikel tahun 2016, ia tidak dapat mengangkat tingkat pertumbuhan melebihi pendahulunya.
Lonjakan yang dijanjikannya dalam investasi infrastruktur belum terwujud, sektor perusahaan negara sebagian besar belum direformasi, dan sejumlah tantangan lingkungan tidak ditangani secara memadai.
Kemungkinan bahwa pemilih yang kecewa akan golput di pemilu nanti dan bahwa antusiasme di antara calon pemilih yang mendukung Prabowo akan menghasilkan gelombang suara yang besar telah membuat pengamat independen menyimpulkan bahwa dukungan pemilu untuk kedua kandidat sebenarnya seimbang.
Satu titik konsensus di antara sebagian besar analis adalah bahwa tak satu pun dari kedua kandidat ini adalah pendukung demokrasi yang berkomitmen, menyiratkan bahwa Indonesia kemungkinan akan terus menjauh dari pemerintahan demokratis dalam waktu dekat.
Pemerintahan yang dipimpin Jokowi jelas akan lebih selaras dengan nilai-nilai Amerika daripada pemerintahan yang dipimpin Prabowo karena akan lebih menghormati hak asasi manusia dan supremasi hukum. Sebaliknya, pemerintahan yang dipimpin Prabowo mungkin lebih disukai oleh pemerintahan Trump karena pendekatannya yang keras, otoriter terhadap pemerintahan dalam negeri dan kebijakan luar negerinya yang keras.
Hasil terbaik untuk hubungan jangka panjang Amerika Serikat-Indonesia adalah kemenangan Jokowi yang membuatnya lebih mudah untuk memperbaiki beberapa kelemahan sistem politik demokrasi Indonesia, terutama peran parlemen. Kebijakannya selama periode kedua nanti dapat ditingkatkan secara signifikan.
Menurut laporan Republika pada 23 Januari, partai Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan sekutu koalisinya diperkirakan akan mengendalikan sekitar 56 persen kursi di parlemen baru yang juga akan dipilih pada 17 April.
Monggo Sumbernya gan
Siapa yang akan lebih disukai oleh AS? Apa pengaruh pilihan AS terhadap kedua kandidat dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia? Konon, kandidat yang lebih dekat dengan AS akan selalu menang.
1
2K
15


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan