- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Banyak Korban, Ahli Hukum Tata Negara Minta UU ITE Harus Dikaji Ulang


TS
rickyAspero
Banyak Korban, Ahli Hukum Tata Negara Minta UU ITE Harus Dikaji Ulang

Quote:
Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengatakan, harus ada review terhadap UU ITE. Pasalnya, Undang-Undang ini telah banyak menimbulkan korban, termasuk pada Aktivis Hak Asasi Manusia ( HAM ) yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet.
Robet ditangkap oleh pihak kepolisian karena dituding melakukan penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia melalui orasinya di Aksi Kamisan, Kamis (28/2/2019) yang menyinggung soal dwifungsi ABRI.
"Memang Undang-Undang ini sudah banyak sekali menimbulkan korban, sehingga saya kira ke depannya memang harus ada review dari para pembuat Undang-Undang karena Robertus Robert bukan (korban) yang pertama kali," kata Bivitri saat ditemui di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2019).
Menurut Bivitri, ada baiknya Undang-Undang ITE dicabut. Namun, jika langkah itu belum memungkinkan, setidaknya pemerintah tidak memberlakukan Undang-Undang tersebut hingga review selesai dilakukan.
Paling penting, harus ditegaskan dalam Undang-Undang tersebut mengenai politik dan hukumnya.
"Dilihat, di-review plus minusnya. Banyak minusnya sih untuk konteks demokrasi dan hukum," kata Bivitri.
Polisi menetapkan Robertus Robet sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum di Indonesia.
Berdasarkan surat dari kepolisian, Robet dijerat Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan/atau Pasal 14 ayat (2) jo Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana, dan/atau Pasal 207 KUHP.
Robet diduga telah melakukan penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan SARA, berita hoaks, atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI. (Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Banyak Korban, Ahli Hukum Tata Negara Minta UU ITE Harus Dikaji Ulang, http://kupang.tribunnews.com/2019/03...s-dikaji-ulang
Quote:
Pendapat pribadi TS:
UU ITE itu bagusnya diperuntukkan untuk mengatur urusan "dispute perniagaan elektronik saja."
Soalnya kurang sejalan dengan semangat kita buat pengen maju.
Kalo ada sebuah aksi semisal kaya yang di inisiasi Robertus secara orang bertanya ada apa? , kemudian apakah itu membuat orang yang bertanya tadi itu merasa tergugah atau merasa ada sentilan atau tidak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beda semisal si A dikenal pejabat anu terlibat korupsi, orang yang ngga secara langsung berhubungan dengan pejabat si A merasa sayang, kecewa, kesal kalo duit itu dikorup. terus pasti melontarkan kekecewaan ekspresi di berbagai media yang dekat mereka gunakan.
Jadi sesuatu aksi yang tidak menggugah kesadaran masyarakat secara umum melakukan sebuah feedback saya rasa itu bukan semestinya masuk area yang dipersangkakan. (sebaiknya)
Bagaimana jika kabar bohong?
- Informasi bohong jika Sumber acuan titik mula asal (kemunculan) berada dari media elektronik dengan tidak menunjukkan data informasi acuan sumber maka itu disebut karangan, fiksi yang dimunculkan oleh sumber pertama.
- fiksi itupun juga masih dipertanyakan diperuntukkan (dimaksudkan) untuk apa dan "mengapa" itu pun juga masih perlu di riset (didalami).
- Belum lagi memprofil subjek dari sisi karakter dan latar belakang yang juga masih harus perlu didalami. (I want to know who are you) jelaskan cv diri anda secara detail.
Terkait dengan "Bagaimana jika kabar bohong?" ini juga masih dipertanyakan how to explore bagaiman cara anda mencari sumber rujukan tersebut? barangkali semisal ada yang jawab saya lupa tidak mencantumkan "keyword" (kata kunci pencarian) dalam mencari rujukan tersebut.
Orang yang punya motif "merujuk untuk keperluan tertentu entah secara ekonomis tapi biasanya secara ekonomis", sudah barang tentu bagaimana ia menemukan sumber rujukan biasanya dicatatkan dalam bookmark (note) baik secara online ataupun offline.
Jadi sesuatu yang bernilai fiksi (karangan) tanpa ditemukan peta-jalan seseorang tersebut dalam menemukan rujukan berarti itu adalah motif ungkapan kekesalan ekspresi pribadi yang merasa kesal dengan sesuatu persoalan tertentu. Emotionally dan itu pastinya temporary.
Bagaimana jika dia mencatatkan rujukan yang ternyata bahan yang dirujuk bersumber pada sesuatu yang tidak memiliki kredibilitas? sudah otomatis kan tertolak jika demikian.
Diubah oleh KASKUS.HQ 08-03-2019 15:43
2
2.9K
Kutip
24
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan