- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Rentenir Pinjaman Online P2P di Indonesia Picu Peminjam Bunuh Diri


TS
erryquery
Rentenir Pinjaman Online P2P di Indonesia Picu Peminjam Bunuh Diri
Salah satu efek revolusi digital yang tengah berlangsung di Indonesia adalah maraknya pinjaman kredit mikro peer-to-peer. Sayangnya, banyak pemberi pinjaman adalah otoritas ilegal yang melakukan penagihan dengan cara yang melecehkan. Peminjam menjadi korban penagihan yang tidak sesuai prosedur, yang bahkan mendorong mereka untuk bunuh diri.
Oleh: Resty Woro Yuniar (South China Morning Post)
Presiden Joko Widodo tidak bisa menahan untuk menyuarakan jargon ketika ia berbicara tentang kehebatan teknologi negara Asia Tenggara selama debat Pilpres 2019 baru-baru ini, sementara lawannya Prabowo Subianto tampak terkejut oleh pertanyaan yang sangat teknis yang dilontarkan pada mereka.
Jokowi optimis bahwa Indonesia akan merangkul revolusi digital yang melanda semua industri dan mengatakan bahkan petani mendapat manfaat dari perubahan teknologi.
Secara khusus, lebih banyak petani menerima pembiayaan mikro melalui pinjaman kredit mikro peer-to-peer (P2P), katanya, menambahkan bahwa ini menunjukkan bagaimana sektor teknologi keuangan telah membantu memotong perantara antara pemberi pinjaman dan peminjam.
Andai saja realitas di lapangan seindah itu.
Presiden benar bahwa sektor teknologi keuangan Indonesia memiliki visi besar untuk memberikan layanan keuangan kepada warga negara yang tidak memiliki rekening bank dan yang tidak memiliki cukup uang di rekening banknya, yang membentuk lebih dari 60 persen populasi negara kepulauan yang berpenduduk lebih dari 260 juta ini.
Tetapi dia gagal menyebutkan bahwa penyebaran kredit mikro yang tidak terkendali, dari pemberi pinjaman online tidak hanya dari Indonesia tetapi juga dari jauh seperti China, Singapura, Kanada, dan Amerika Serikat, telah menghasilkan bentuk-bentuk intimidasi dan kekerasan baru dari para pemberi pinjaman, terkadang dengan hasil yang tragis.
Bulan lalu seorang sopir taksi Jakarta yang bunuh diri meninggalkan catatan pesan yang mengatakan bahwa ia berutang uang kepada pemberi pinjaman online dan dikejar oleh penagih utang ketika ia gagal membayar.
Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH), ia hanya meminjam 500.000 rupiah, tetapi jatuh ke dalam perangkap pemberi pinjaman tidak terdaftar yang biasanya menjanjikan pencairan uang dengan mudah, kemudian menerapkan suku bunga selangit dan biaya administrasi yang menumpuk dari hari ke hari. Pemberi pinjaman ini kemudian memulai metode penagihan utang yang agresif yang mencakup mengganggu keluarga dan teman-teman peminjam, dan bahkan pelecehan seksual.
Warga Indonesia yang tidak memiliki rekening bank dan yang tidak memiliki cukup uang di rekening banknya berjumlah lebih dari 60 persen dari 260 juta populasi Indonesia. (Foto: AFP/Getty Images/Adek Berry)
Mochamad Yogaswara, wiraswasta berusia 29 tahun dari Jawa Barat, macet setelah meminjam total Rp28 juta dari 20 pemberi pinjaman online sejak Agustus lalu. Dia sekarang berutang Rp31 juta, jumlah yang akan terus bertambah jika dia tidak melunasi utang itu secepatnya.
“Saya butuh bantuan untuk menjaga arus kas untuk bisnis kargo saya,” katanya. “Awalnya saya hanya meminjam Rp600.000, tetapi kemudian saya kecanduan dan meminjam lebih banyak sampai saya mencapai batas pinjaman Rp2 juta. Ketika saya belum dapat membayar lunas pemberi pinjaman pertama, saya mengambil pinjaman lain dari pemberi pinjaman yang berbeda. Sekarang saya memiliki pinjaman dari 20 pemberi pinjaman yang berbeda dan saya tidak dapat membayar semuanya karena saya harus membayar bunga dan biaya administrasi juga.”
Upah bulanan minimum di Jakarta adalah sekitar Rp3,6 juta, tertinggi di negara ini. Di Indonesia, upah minimum bervariasi di setiap wilayah, mulai dari Rp1,7 juta di Yogyakarta hingga Rp2,8 juta di Papua―sehingga bunga dengan cepat mengakibatkan utang menjadi terlalu banyak untuk dilunasi pengambil pinjaman.
Mimpi buruk Yogaswara dimulai ketika para pemberi pinjaman menginginkan uang mereka kembali. Penagih utang menelponnya ratusan kali sehari menuntut pembayaran. Melalui kontak teleponnya, mereka mulai mengganggu kerabat dan teman-temannya, dan bahkan menciptakan grup WhatsApp yang disebut “Bantu Yoga Membayar Hutangnya”.
Para rentenir itu menelepon ibunya dan mengatakan Yogaswara akan dilaporkan ke polisi jika dia tidak bisa membayar utangnya.
“Ibu saya terkejut, dan beberapa teman saya marah kepada saya karena mereka tidak tahu apa-apa tetapi entah bagaimana terlibat,” katanya. “Para penagih utang memberi tahu teman-teman saya bahwa saya melarikan diri dengan uang perusahaan mereka. Mereka menelpon saya sepanjang waktu, menggunakan kata-kata kasar.”
Dia sangat terpengaruh sehingga dia mulai menghindari untuk berkomunikasi dengan orang lain. Keluarganya yang khawatir mengira dia sakit jiwa dan meminta seorang ulama Muslim untuk berdoa agar dia sembuh.
Kisah seperti itu menjadi semakin umum dalam beberapa tahun terakhir karena pinjaman P2P telah melonjak di sektor kredit mikro Indonesia yang sebagian besar tidak ada aturannya.
Total pinjaman yang didistribusikan oleh pemberi pinjaman P2P terdaftar sejak Desember 2016 mencapai lebih dari 15 triliun rupiah ($1,07 miliar) pada Oktober 2018, naik 432,5 persen dari Januari lalu, menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Diperkirakan ada 3 juta peminjam pada akhir tahun lalu, sebagian besar individu yang kekurangan uang dan pemilik usaha kecil dan menengah, yang biasanya hanya meminjam Rp500.000.
Pemberi pinjaman mencakup sekitar 5,6 juta orang, sebagian besar investor ritel ingin mendapatkan hasil tinggi dari suku bunga selangit. Dan itu tidak termasuk menjamurnya pemberi pinjaman online yang muncul dalam pesan smartphone dan melalui media sosial, menawarkan uang cepat dan mudah.
“Peluang pinjaman P2P di Indonesia sangat besar karena permintaan dari pelanggan sangat tinggi,” kata ketua gugus tugas waspada investasi OJK, Tongam Tobing. “Sektor ini memenuhi permintaan dari pelanggan yang tidak dilayani oleh lembaga layanan keuangan formal.”
Kurangnya peraturan di sektor ini memungkinkan operator lokal dan asing untuk masuk dan menawarkan pinjaman mudah. Tobing mengatakan bahwa dari Januari hingga pertengahan Februari tahun ini saja, gugus tugasnya menindak 231 operator pinjaman onlineilegal, sehingga totalnya menjadi 635 sejak mulai beroperasi pada Januari 2016.
Sebagian besar pemberi pinjaman ilegal berasal dari Indonesia, tetapi hingga 40 persen berasal dari China. Ada juga beberapa server komputer yang digunakan oleh operator online berasal dari Kanada, Singapura, dan AS. Sejauh ini hanya 99 pemberi pinjaman onlineyang sah yang terdaftar di OJK.
OJK bekerja dengan bank sentral dan bank komersial Indonesia untuk memblokir layanan keuangan kepada pemberi pinjaman yang tidak terdaftar. Ia juga bekerja sama dengan Google dan kementerian informasi dan teknologi untuk secara cepat menemukan dan memblokir pemberi pinjaman yang tidak dikenal yang meletakkan aplikasi seluler mereka di Google Play Store.
Tapi menurut pengakuan Tobing, rentenir digital seperti ini ‘mati satu tumbuh seribu’, sehingga sulit menanganinya.
“Perusahaan yang sama dapat membuat aplikasi pinjaman atau situs web baru dan mendaftarkannya sebagai aplikasi pendidikan atau amal, sehingga sulit bagi Google untuk bertindak lebih awal,” katanya. “Mereka juga mengiklankan layanan mereka di media sosial seperti Instagram, mengatakan mereka terdaftar di OJK, dan hanya mencantumkan nomor telepon mereka.”
Pada Januari, LBH Jakarta telah menerima lebih dari 2.500 pengaduan dari 25 provinsi di Indonesia, sebagian besar tentang intimidasi oleh penagih utang yang dipekerjakan oleh pemberi pinjaman P2P tidak resmi dan tidak terdaftar. Lebih dari 80 persen pengadu meminjam kurang dari $142 (Rp2 juta), tetapi tingkat bunga harian dari 0,6 persen hingga 4 persen membuat jumlah yang mereka pinjam semakin besar dari hari ke hari dan akhirnya menjadi terlalu sulit untuk dilunasi.
Dari pemberi pinjaman online yang bernama Gampang, salah satu tempat Yogaswara meminjam uang, ia meminjam Rp2,3 juta, dengan tenggat waktu dua minggu untuk pelunasan. Pada saat jatuh tempo, jumlah yang dia pinjam telah tumbuh menjadi Rp3,3 juta―14 hari kemudian, dia harus membayar kembali Rp4,6 juta.
Dia sekarang berada di ambang kebangkrutan, karena dia telah menggadaikan hampir semua asetnya, termasuk mobil dan motornya, hanya untuk menjaga bisnisnya tetap bertahan.
LBH mengatakan beberapa taktik penagih utang tidak hanya melanggar hak asasi korban mereka tetapi juga kriminal.
“Seorang penagih utang mengirim pesan kepada klien kami dengan mengatakan bahwa ia harus telanjang di kereta, membuat video dan mengirimkannya kepada kreditornya jika ia ingin menghapus utangnya,” kata Jeanny Sirait, pengacara publik di LBH Jakarta. “Klien lain mengatakan penagih utang mengiriminya video dirinya sedang masturbasi. Kami selalu mendorong klien kami untuk membuat laporan polisi, tetapi banyak yang mengeluh bahwa polisi menganggap kasus mereka murni perdata.”
Aktivis hak asasi manusia ingin pihak berwenang untuk mengatur sektor ini dan telah menyarankan suku bunga harus diperbaiki, tetapi itu adalah sesuatu yang OJK katakan harus diserahkan kepada pasar.
“Kami tidak dapat menetapkan tarif sebagaimana ditentukan oleh mekanisme pasar, sehingga pelanggan dapat memilih layanan mana yang mampu mereka gunakan,” kata Tobing.
Operator kredit P2P legal mengatakan mereka memiliki suku bunga harian maksimum yang dikenakan sendiri sebesar 0,8 persen, dan membatasi upaya penagihan utang langsung hingga 90 hari setelah batas waktu pelunasan.(Foto: Reuters)
Operator kredit P2P legal mengatakan mereka memiliki suku bunga harian maksimum yang dikenakan sendiri sebesar 0,8 persen, dan membatasi upaya penagihan utang langsung hingga 90 hari setelah batas waktu pembayaran―yang berarti mereka berhenti menghubungi peminjam yang melewati ambang itu.
“Jika Anda meminjam 1 juta rupiah, jumlah tambahan yang harus Anda bayar―termasuk bunga, denda, dan biaya lainnya―tidak dapat melebihi 1 juta rupiah, namun pembayaran Anda terlambat,” kata Dino Martin, ketua eksekutif asosiasi pemberi pinjaman teknologi finansial Indonesia.
“Batas tersebut ditetapkan untuk mencegah praktik pemberian pinjaman predator. Kami juga memberi tahu anggota kami untuk memungkinkan restrukturisasi hutang, karena mayoritas peminjam memiliki niat untuk membayar hutang mereka.”
Namun, aktivis hak asasi manusia dan korban pemberi pinjaman ilegal berpikir harus ada penegakan hukum yang lebih keras terhadap mereka yang mengganggu peminjam dan menyalahgunakan informasi pribadi mereka.
“Kami pikir OJK telah gagal melindungi warga,” kata Arif Maulana, direktur LBH Jakarta.
“Peraturan mereka saat ini tentang pinjaman P2P sudah usang dan, pada kenyataannya, memungkinkan pemberi pinjaman onlineuntuk menetapkan tarif mereka sendiri dan praktik penagihan utang. Peraturan tersebut telah mengabaikan perlindungan data pribadi, karena pemberi pinjaman P2P dapat mengakses kontak telepon Anda ketika Anda mengajukan pinjaman. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia.”
Kembali di Jawa Barat, Yogaswara telah menghabiskan beberapa hari untuk mengumpulkan bukti intimidasi dan belajar lebih banyak tentang hak-haknya sebagai peminjam dari sumber online. Dia bermaksud membuat laporan polisi dan mencari bantuan hukum dari LBH Jakarta. Gangguan, sementara itu, masih berlanjut. “Saya berharap pemerintah akan menangani masalah ini dengan lebih serius,” katanya. “Jika mereka membiarkan ini berlanjut … korban bisa menjadi depresi dan bunuh diri. Ini adalah bom waktu.”
Keterangan foto utama: Di Indonesia, upah minimum bervariasi di setiap wilayah, mulai dari Rp1,7 juta di Yogyakarta hingga Rp2,8 juta di Papua―sehingga bunga dengan cepat mengakibatkan utang menjadi terlalu banyak untuk dilunasi pengambil pinjaman. (Foto: Reuters)
Sumber
Miris ya, gan...inilah sisi gelap revolusi digital: startup ilegal banyak memakan korban
Oleh: Resty Woro Yuniar (South China Morning Post)
Presiden Joko Widodo tidak bisa menahan untuk menyuarakan jargon ketika ia berbicara tentang kehebatan teknologi negara Asia Tenggara selama debat Pilpres 2019 baru-baru ini, sementara lawannya Prabowo Subianto tampak terkejut oleh pertanyaan yang sangat teknis yang dilontarkan pada mereka.
Jokowi optimis bahwa Indonesia akan merangkul revolusi digital yang melanda semua industri dan mengatakan bahkan petani mendapat manfaat dari perubahan teknologi.
Secara khusus, lebih banyak petani menerima pembiayaan mikro melalui pinjaman kredit mikro peer-to-peer (P2P), katanya, menambahkan bahwa ini menunjukkan bagaimana sektor teknologi keuangan telah membantu memotong perantara antara pemberi pinjaman dan peminjam.
Andai saja realitas di lapangan seindah itu.
Presiden benar bahwa sektor teknologi keuangan Indonesia memiliki visi besar untuk memberikan layanan keuangan kepada warga negara yang tidak memiliki rekening bank dan yang tidak memiliki cukup uang di rekening banknya, yang membentuk lebih dari 60 persen populasi negara kepulauan yang berpenduduk lebih dari 260 juta ini.
Tetapi dia gagal menyebutkan bahwa penyebaran kredit mikro yang tidak terkendali, dari pemberi pinjaman online tidak hanya dari Indonesia tetapi juga dari jauh seperti China, Singapura, Kanada, dan Amerika Serikat, telah menghasilkan bentuk-bentuk intimidasi dan kekerasan baru dari para pemberi pinjaman, terkadang dengan hasil yang tragis.
Bulan lalu seorang sopir taksi Jakarta yang bunuh diri meninggalkan catatan pesan yang mengatakan bahwa ia berutang uang kepada pemberi pinjaman online dan dikejar oleh penagih utang ketika ia gagal membayar.
Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH), ia hanya meminjam 500.000 rupiah, tetapi jatuh ke dalam perangkap pemberi pinjaman tidak terdaftar yang biasanya menjanjikan pencairan uang dengan mudah, kemudian menerapkan suku bunga selangit dan biaya administrasi yang menumpuk dari hari ke hari. Pemberi pinjaman ini kemudian memulai metode penagihan utang yang agresif yang mencakup mengganggu keluarga dan teman-teman peminjam, dan bahkan pelecehan seksual.

Mochamad Yogaswara, wiraswasta berusia 29 tahun dari Jawa Barat, macet setelah meminjam total Rp28 juta dari 20 pemberi pinjaman online sejak Agustus lalu. Dia sekarang berutang Rp31 juta, jumlah yang akan terus bertambah jika dia tidak melunasi utang itu secepatnya.
“Saya butuh bantuan untuk menjaga arus kas untuk bisnis kargo saya,” katanya. “Awalnya saya hanya meminjam Rp600.000, tetapi kemudian saya kecanduan dan meminjam lebih banyak sampai saya mencapai batas pinjaman Rp2 juta. Ketika saya belum dapat membayar lunas pemberi pinjaman pertama, saya mengambil pinjaman lain dari pemberi pinjaman yang berbeda. Sekarang saya memiliki pinjaman dari 20 pemberi pinjaman yang berbeda dan saya tidak dapat membayar semuanya karena saya harus membayar bunga dan biaya administrasi juga.”
Upah bulanan minimum di Jakarta adalah sekitar Rp3,6 juta, tertinggi di negara ini. Di Indonesia, upah minimum bervariasi di setiap wilayah, mulai dari Rp1,7 juta di Yogyakarta hingga Rp2,8 juta di Papua―sehingga bunga dengan cepat mengakibatkan utang menjadi terlalu banyak untuk dilunasi pengambil pinjaman.
Mimpi buruk Yogaswara dimulai ketika para pemberi pinjaman menginginkan uang mereka kembali. Penagih utang menelponnya ratusan kali sehari menuntut pembayaran. Melalui kontak teleponnya, mereka mulai mengganggu kerabat dan teman-temannya, dan bahkan menciptakan grup WhatsApp yang disebut “Bantu Yoga Membayar Hutangnya”.
Para rentenir itu menelepon ibunya dan mengatakan Yogaswara akan dilaporkan ke polisi jika dia tidak bisa membayar utangnya.
“Ibu saya terkejut, dan beberapa teman saya marah kepada saya karena mereka tidak tahu apa-apa tetapi entah bagaimana terlibat,” katanya. “Para penagih utang memberi tahu teman-teman saya bahwa saya melarikan diri dengan uang perusahaan mereka. Mereka menelpon saya sepanjang waktu, menggunakan kata-kata kasar.”
Dia sangat terpengaruh sehingga dia mulai menghindari untuk berkomunikasi dengan orang lain. Keluarganya yang khawatir mengira dia sakit jiwa dan meminta seorang ulama Muslim untuk berdoa agar dia sembuh.
Kisah seperti itu menjadi semakin umum dalam beberapa tahun terakhir karena pinjaman P2P telah melonjak di sektor kredit mikro Indonesia yang sebagian besar tidak ada aturannya.
Total pinjaman yang didistribusikan oleh pemberi pinjaman P2P terdaftar sejak Desember 2016 mencapai lebih dari 15 triliun rupiah ($1,07 miliar) pada Oktober 2018, naik 432,5 persen dari Januari lalu, menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Diperkirakan ada 3 juta peminjam pada akhir tahun lalu, sebagian besar individu yang kekurangan uang dan pemilik usaha kecil dan menengah, yang biasanya hanya meminjam Rp500.000.
Pemberi pinjaman mencakup sekitar 5,6 juta orang, sebagian besar investor ritel ingin mendapatkan hasil tinggi dari suku bunga selangit. Dan itu tidak termasuk menjamurnya pemberi pinjaman online yang muncul dalam pesan smartphone dan melalui media sosial, menawarkan uang cepat dan mudah.
“Peluang pinjaman P2P di Indonesia sangat besar karena permintaan dari pelanggan sangat tinggi,” kata ketua gugus tugas waspada investasi OJK, Tongam Tobing. “Sektor ini memenuhi permintaan dari pelanggan yang tidak dilayani oleh lembaga layanan keuangan formal.”
Kurangnya peraturan di sektor ini memungkinkan operator lokal dan asing untuk masuk dan menawarkan pinjaman mudah. Tobing mengatakan bahwa dari Januari hingga pertengahan Februari tahun ini saja, gugus tugasnya menindak 231 operator pinjaman onlineilegal, sehingga totalnya menjadi 635 sejak mulai beroperasi pada Januari 2016.
Sebagian besar pemberi pinjaman ilegal berasal dari Indonesia, tetapi hingga 40 persen berasal dari China. Ada juga beberapa server komputer yang digunakan oleh operator online berasal dari Kanada, Singapura, dan AS. Sejauh ini hanya 99 pemberi pinjaman onlineyang sah yang terdaftar di OJK.
OJK bekerja dengan bank sentral dan bank komersial Indonesia untuk memblokir layanan keuangan kepada pemberi pinjaman yang tidak terdaftar. Ia juga bekerja sama dengan Google dan kementerian informasi dan teknologi untuk secara cepat menemukan dan memblokir pemberi pinjaman yang tidak dikenal yang meletakkan aplikasi seluler mereka di Google Play Store.
Tapi menurut pengakuan Tobing, rentenir digital seperti ini ‘mati satu tumbuh seribu’, sehingga sulit menanganinya.
“Perusahaan yang sama dapat membuat aplikasi pinjaman atau situs web baru dan mendaftarkannya sebagai aplikasi pendidikan atau amal, sehingga sulit bagi Google untuk bertindak lebih awal,” katanya. “Mereka juga mengiklankan layanan mereka di media sosial seperti Instagram, mengatakan mereka terdaftar di OJK, dan hanya mencantumkan nomor telepon mereka.”
Pada Januari, LBH Jakarta telah menerima lebih dari 2.500 pengaduan dari 25 provinsi di Indonesia, sebagian besar tentang intimidasi oleh penagih utang yang dipekerjakan oleh pemberi pinjaman P2P tidak resmi dan tidak terdaftar. Lebih dari 80 persen pengadu meminjam kurang dari $142 (Rp2 juta), tetapi tingkat bunga harian dari 0,6 persen hingga 4 persen membuat jumlah yang mereka pinjam semakin besar dari hari ke hari dan akhirnya menjadi terlalu sulit untuk dilunasi.
Dari pemberi pinjaman online yang bernama Gampang, salah satu tempat Yogaswara meminjam uang, ia meminjam Rp2,3 juta, dengan tenggat waktu dua minggu untuk pelunasan. Pada saat jatuh tempo, jumlah yang dia pinjam telah tumbuh menjadi Rp3,3 juta―14 hari kemudian, dia harus membayar kembali Rp4,6 juta.
Dia sekarang berada di ambang kebangkrutan, karena dia telah menggadaikan hampir semua asetnya, termasuk mobil dan motornya, hanya untuk menjaga bisnisnya tetap bertahan.
LBH mengatakan beberapa taktik penagih utang tidak hanya melanggar hak asasi korban mereka tetapi juga kriminal.
“Seorang penagih utang mengirim pesan kepada klien kami dengan mengatakan bahwa ia harus telanjang di kereta, membuat video dan mengirimkannya kepada kreditornya jika ia ingin menghapus utangnya,” kata Jeanny Sirait, pengacara publik di LBH Jakarta. “Klien lain mengatakan penagih utang mengiriminya video dirinya sedang masturbasi. Kami selalu mendorong klien kami untuk membuat laporan polisi, tetapi banyak yang mengeluh bahwa polisi menganggap kasus mereka murni perdata.”
Aktivis hak asasi manusia ingin pihak berwenang untuk mengatur sektor ini dan telah menyarankan suku bunga harus diperbaiki, tetapi itu adalah sesuatu yang OJK katakan harus diserahkan kepada pasar.
“Kami tidak dapat menetapkan tarif sebagaimana ditentukan oleh mekanisme pasar, sehingga pelanggan dapat memilih layanan mana yang mampu mereka gunakan,” kata Tobing.

Operator kredit P2P legal mengatakan mereka memiliki suku bunga harian maksimum yang dikenakan sendiri sebesar 0,8 persen, dan membatasi upaya penagihan utang langsung hingga 90 hari setelah batas waktu pembayaran―yang berarti mereka berhenti menghubungi peminjam yang melewati ambang itu.
“Jika Anda meminjam 1 juta rupiah, jumlah tambahan yang harus Anda bayar―termasuk bunga, denda, dan biaya lainnya―tidak dapat melebihi 1 juta rupiah, namun pembayaran Anda terlambat,” kata Dino Martin, ketua eksekutif asosiasi pemberi pinjaman teknologi finansial Indonesia.
“Batas tersebut ditetapkan untuk mencegah praktik pemberian pinjaman predator. Kami juga memberi tahu anggota kami untuk memungkinkan restrukturisasi hutang, karena mayoritas peminjam memiliki niat untuk membayar hutang mereka.”
Namun, aktivis hak asasi manusia dan korban pemberi pinjaman ilegal berpikir harus ada penegakan hukum yang lebih keras terhadap mereka yang mengganggu peminjam dan menyalahgunakan informasi pribadi mereka.
“Kami pikir OJK telah gagal melindungi warga,” kata Arif Maulana, direktur LBH Jakarta.
“Peraturan mereka saat ini tentang pinjaman P2P sudah usang dan, pada kenyataannya, memungkinkan pemberi pinjaman onlineuntuk menetapkan tarif mereka sendiri dan praktik penagihan utang. Peraturan tersebut telah mengabaikan perlindungan data pribadi, karena pemberi pinjaman P2P dapat mengakses kontak telepon Anda ketika Anda mengajukan pinjaman. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia.”
Kembali di Jawa Barat, Yogaswara telah menghabiskan beberapa hari untuk mengumpulkan bukti intimidasi dan belajar lebih banyak tentang hak-haknya sebagai peminjam dari sumber online. Dia bermaksud membuat laporan polisi dan mencari bantuan hukum dari LBH Jakarta. Gangguan, sementara itu, masih berlanjut. “Saya berharap pemerintah akan menangani masalah ini dengan lebih serius,” katanya. “Jika mereka membiarkan ini berlanjut … korban bisa menjadi depresi dan bunuh diri. Ini adalah bom waktu.”
Keterangan foto utama: Di Indonesia, upah minimum bervariasi di setiap wilayah, mulai dari Rp1,7 juta di Yogyakarta hingga Rp2,8 juta di Papua―sehingga bunga dengan cepat mengakibatkan utang menjadi terlalu banyak untuk dilunasi pengambil pinjaman. (Foto: Reuters)
Sumber
Miris ya, gan...inilah sisi gelap revolusi digital: startup ilegal banyak memakan korban
Diubah oleh erryquery 04-03-2019 23:58
0
4.6K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan