Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bayucemingAvatar border
TS
bayuceming
Muatan kampanye hitam 3 perempuan tak logis


Muatan dugaan kampanye hitam yang dilakukan oleh tiga perempuan (emak-emak) terhadap calon presiden Joko "Jokowi" Widodo dinilai tidaklah logis. Wakil Presiden Jusuf "JK" Kalla menyatakan bahwa segala yang disampaikan tiga perempuan itu hoaks.

"Ya namanya saja hoaks...tidak mungkinlah itu. Apalagi kan wakilnya Pak Ma'ruf Amin, Ketua MUI. Bagaimana bisa jadi Ketua MUI melarang azan. Di mana logikanya?" kata JK dalam lansiran detikcomdi Jakarta, Selasa (26/2/2019).

Dalam video yang menyebar luas sejak Minggu (24/2) itu terlihat bagaimana dua orang perempuan sedang mengimbau seorang lelaki tua agar tidak memilih Jokowi dalam Pilpres 2019. Imbauan disampaikan dalam bahasa Sunda.

Jika diartikan dalam bahasa Indonesia: "Suara azan di masjid akan dilarang, tidak akan ada lagi yang memakai hijab. Perempuan sama perempuan boleh kimpoi, laki-laki sama laki-laki boleh kimpoi."

Namun itu tidak benar. Dan menurut JK, jika tidak benar harus segera diklarifikasi. "Menangkal hoaks itu dengan jawaban, dengan klarifikasi, penjelasan," ucap JK yang juga menjadi penasehat tim kampanye pasangan calon nomor urut 01 Jokowi - Ma'ruf Amin.

Di sisi lain, Jokowi geram mendengar dugaan kampanye hitam seperti itu. Presiden petahana ini menegaskan bahwa itu semua fitnah seperti yang sudah-sudah.

"...kabar-kabar bohong banyak sekali, dan jangan didengarkan. Banyak sekali. Ada katanya nanti kalau Presiden Jokowi menang, nggak boleh azan. Kebangetan," kata Jokowi di Cilacap, Jawa Tengah, Senin (25/2) kemarin.

Di sisi lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa muatan kampanye tiag perempuan di atas adalah sesuai rencana. Berbicara kepada jurnalis, termasuk Ronna Nirmala dari Beritagar.id di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (26/2), Moeldoko menilai aksi itu terstruktur, sistematis, dan ada perintah.

"...yang melakukan siapa? Emak-emak. Bahasanya bagaimana? Isu yang mereka sampaikan apa? Teratur atau tidak? Kan begitu," ujar Moeldoko yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokow-Ma'ruf.

Itu sebabnya mantan Panglima TNI ini meminta agar tiga perempuan tersebut ditindak sesuai peraturan. Moeldoko ingin aktor intelektual di balik aksi mereka terungkap.

"Kan bisa dilihat, diikuti. Pelakunya siapa? Aktornya siapa? Emak-emak. Ikuti saja. Pendidikan dia apa? Substansi isunya apa? Bisa enggak ya dia membuat struktur isu seperti itu? Kan gitu. Kan gampang. Mana bisa emak-emak bikin isu begitu kalau enggak ada seniornya," tegas Moeldoko.

Menjadi tersangka

Sementara setelah menangkap tiga perempuan termaksud pada Minggu (24/2), Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat (Jabar) menetapkan mereka sebagai tersangka pada Selasa (26/2).

"Sekarang proses penyidikan dilakukan oleh Polres Karawang," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabidhumas) Polda Jabar, Kombes Ttrunoyudo Wisnu Andiko, dilansir Kompas.com.

Polres Karawang berkepentingan karena tiga tersangka; ES (39), IP (36), dan CW (38), adalah warga Kabupaten Karawang. Lokasi dugaan penyebaran kampanye hitam juga terjadi di Karawang, di Perumahan Gading Kelurahan Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur.

Polres Karawang menangkap ketiga perempuantersebut di rumah masing-masing pada Minggu (24/2/2019) sekitar pukul 23.30 WIB. Penangkapan disebut sebagai upaya preventif kepolisian.

Adapun penetapan tersangka ketiga perempuan tersebut berdasarkan dua alat bukti video dan ponsel yang telah diperiksa penyidik. Itu sebabnya polisi menjerat ketiganya dengan Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45A ayat (2) UU RI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE); dan/atau pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 atau pasal 15 UU RI No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Pasal 28 ayat (2) U ITE mengatur pelanggaran penyebaran informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Sementara Pasal 15 UU RI Nomor 1 mengatur pelanggaran yang menyebabkan keonaran di kalangan rakyat. Ancaman hukuman maksimalnya adalah penjara dua tahun.

Sebelumnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar mengatakan bahwa aksi tiga perempuan itu tidak melanggar aturan kampanye. Alasannya, ketiga perempuan itu tidak termasuk tim pelaksana atau tim teknis salah satu kubu capres 2019.

Ketua Bawaslu Jabar, Abdullah, menjelaskan bahwa pelanggaran kampanye dapat dinilai dari unsur pemenuhan kampanye sesuai Pasal 280 ayat 1 huruf c Undang-undang Nomor 7 tahun 2007 tentang Pemilu.

Karena tak ada unsur pelanggaran (kampanye) pemilu ini, Bawaslu pun tidak melanjutkan wewenangnya. Itu sebabnya polisi bertindak tanpa rekomendasi Bawaslu.

"Kalau Bawaslu mengatakan enggak ada pidana Pemilu, ya pidana umum. Kalau enggak begitu, sembarangan saja nanti," tukas Moeldoko.
Sementara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyatakan tak pernah memberi arahan kampanye yang melanggar etiket dan aturan. Wakil Ketua BPN Priyo Budi Santoso menegaskan bahwa aksi tiga perempuan itu adalah khas relawan.

"...kejadian semacam itu kan alamiah terjadi di masyarakat kita," kata Priyo.
Sedangkan anggota Dewan Pengarah BPN, Fadli Zon, menyatakan bakal memberi bantuan hukumkepada tiga perempuan yang disebut bagian dari tim relawan Persatuan Ema-Emak Pendukung Prabowo-Sandiaga (PEPES) itu.

"...pendampingan hukum. Saya kira mestilah siapa pun kalau memerlukan itu," kata Fadli yang sempat membantah bahwa ketiganya adalah relawan pendukung Prabowo-Sandiaga. Bantahan juga disampaikan oleh Wulan, Ketua PEPES.

Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...puan-tak-logis
0
1.9K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan