- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Menunggu 41 Tahun, Akhirnya Penghayat Masuk Kolom Agama di KTP


TS
fahm182
Menunggu 41 Tahun, Akhirnya Penghayat Masuk Kolom Agama di KTP

Jakarta - Kemendagri mencetak e-KTP dengan membolehkan kolom agama diisi 'Penghayat'. Hal itu sesuai perintah Mahkamah Konstitusi (MK). Butuh waktu 41 tahun agar tidak ada diskriminasi bagi Penghayat.
Berikut jejak diskriminasi Penghayat di Indonesia sebagaimana dikutip dari keterangan ahli Sekretaris Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM), Samsul Maarif, yang disampaikan di sidang MK:
Orde Lama
Agama didefinisikan dengan sangat eksklusif, yaitu yang memiliki kitab suci, nabi, dan pengakuan internasional. Definisi ini menjadi penentu siapa yang dilayani (penganut agama 'resmi') dan siapa yang tak dilayani (penganut kepercayaan).
1953
Pemerintah Orde Lama membentuk Pengawas Aliran Kepercayaan (Pakem). Departemen Agama melaporkan telah ada 360 organisasi kebatinan/kepercayaan. Terwadahi dalam Badan Koordinasi Kebatinan Indonesia (BKKI).
Baca juga: Di Bawah Pilar MK, Orang Beragama dan Penganut Kepercayaan Sama Saja
1955
BKKI menyelenggarakan kongres dengan ketua Mr Wongsonegoro, salah satu perumus UUD 1945.
1965
Lahir Penetapan Presiden (yang nantinya menjadi UU PNPS 1/1965 tentang Penodaan Agama) yang ingin melindungi agama dari penodaan oleh aliran kepercayaan.
Setelah peristiwa 30 September 1965, aliran kepercayaan mendapat tekanan besar: mereka dicurigai sebagai bagian dari komunisme.
Baca juga: Pemerintah Setuju Penghayat Kepercayaan Tertulis di Kolom Agama KTP
1970
Nasib penghayat kepercayaan sempat membaik ketika Golkar membentuk Sekretariat Kerja Sama Kepercayaan (SKK). SKK lalu bertransformasi menjadi Badan Kongres Kepercayaan Kejiwaan Kerohanian Kebatinan Indonesia (BK5I).
1973
Lahir TAP MPR tentang GBHN yang menyatakan agama dan kepercayaan adalah ekspresi kepercayaan terhadap Tuhan YME yang sama-sama 'sah', dan keduanya 'setara'.
Baca juga: DPR Tak Pernah Hadir di Sidang Kolom Agama, Tim: Kami Kecewa
1978
Lahir TAP MPR Nomor 4/1978 yang menyatakan bahwa kepercayaan bukanlah agama, melainkan kebudayaan.
TAP ini juga mengharuskan adanya kolom agama (yang wajib diisi dengan satu di antara 5 agama) dalam formulir pencatatan sipil.
Momen inilah yang paling berimbas terhadap nasib aliran kepercayaan.
Baca juga: Hakim Konstitusi: Aliran Kepercayaan Ada Sebelum Agama Datang
Reformasi
Dengan masuknya klausul-klausul HAM dalam instrumen legal negara, para penganut kepercayaan kembali mendapat pengakuan. Dengan instrumen HAM, para penganut kepercayaan terlindungi dari pemaksaan untuk pindah ke agama 'resmi'.
2006
UU Administrasi Kependudukan direvisi, tetapi tetap mendiskriminasikan penghayat kepercayaan, yaitu dengan adanya Pasal 61 UU Adminduk 2006: identitas kepercayaan tidak dicatatkan dalam kolom agama.
2016
Empat penghayat kepercayaan, yaitu Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim, menggugat Pasal 61 ayat 1 dan 2 UU Administrasi Kependudukan ke MK. Pasal tersebut berbunyi:
Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.
Baca juga: MLKI: Sungguh Ironis! Keyakinan dari Luar Diakui Agama, Kami Tidak
3 Mei 2017
MK menggelar sidang pembuktian terakhir.
7 November 2017
MK mengabulkan gugatan para warga penghayat kepercayaan. MK mengabulkan gugatan tersebut karena para penghayat kepercayaan memperoleh perlakuan berbeda dengan para penganut agama yang diakui di Indonesia.
"Pembatasan hak a quo justru menyebabkan munculnya perlakuan yang tidak adil terhadap warga negara penghayat kepercayaan sebagaimana yang didalilkan oleh para Pemohon. Dengan tidak dipenuhinya alasan pembatasan hak sebagaimana termaktub dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 maka pembatasan atas dasar keyakinan yang berimplikasi pada timbulnya perlakukan berbeda antarwarga negara merupakan tindakan diskriminatif," kata Ketua MK Arief Hidayat.
2019
Ditjen Dukcapil mencetak e-KTP dengan kolom agama yang diisi dengan 'Penghayat'.
"Iya sudah dibagikan kepada penganut kepercayaan," kata Kepala Dinas Dukcapil Provinsi Sulsel, Sukarniaty Kondokelele.
Berikut daftar lengkap jumlah penganut kepercayaan di Sulsel:
1. Kab Selayar 6
2. Bulukumba 9
3. Bantaeng 44
4. Jeneponto 37.237
5. Takalar 48
6. Gowa 201
7. Sinjai 4
8. Bone 12
9. Maros 31
10. Pangkep 6
11. Barru 6
12. Soppeng 1
13. Wajo 9
14. Sidrap 1
15. Pinrang 69
16. Enrekang 9
17. Luwu 39
18. Tana Toraja 26
19. Luwu Utara 23
20. Luwu Timur 6
21. Toraja Utara 23
22. Makassar 12.258
27. Pare pare 4
29. Palopo 28.
detikcom
akhirnya bisa nyembah kaleng dengan aman

HIDUPLAH INDONESIA RAYA

Diubah oleh fahm182 25-02-2019 14:45
0
1.8K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan