Kaskus

News

chemical.saptoAvatar border
TS
chemical.sapto
Kisah Sedih Orang-orang Terpasung di Manggarai
leksius Dugis (31) adalah orang dengan gangguan jiwa ( ODGJ) yang sudah dipasung 10 tahun. Dia tinggal di pondok berlumpur di samping dapur milik keluarganya di Kampung Zola, Desa Ruan, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur, Minggu (10/2/2019).

Saat ini, kaki kanannya dipasung dengan sebuah balok tebal berukuran 10 sentimeter. Sementara, kaki kirinya tak dipasung. Orang setempat menyebut dipasung dengan istilah kokong.

Rambutnya panjang karena tak pernah dipangkas.Tubuhnya tak ditutupi dengan baju.

Pondok tempat ia tinggal beratapkan seng. Dinding pondoknya terbuka. Saat musim hujan tiba seperti yang terjadi saat ini, air hujan masuk di lokasi pondoknya hingga menimbulkan kolam kecil dan berlumpur.

Bahkan, di sekitar pondoknya itu tumbuh tumbuhan liar yang tinggi serta ditanami tanaman jagung. Tiang pondoknya hampir rusak.

Dari kejauhan, bagi siapa saja yang mengunjunginya, tercium bau tak sedap. Selain itu, untuk tempat duduk dan berbaring hanya tersisa tiga papan yang sudah nyaris rusak.Kolam kecil itu sebagai tempat buang kotoran kecil dan besar.

Baca juga: Tertarik Membeli Lukisan ODGJ di Halte Harmoni, Warga Bisa Hubungi Pihak RS

Aleksius Dugis yang biasa disapa Leksi mengalami gangguan jiwa sejak 2009 lalu. Sejak saat itu, Leksi langsung dipasung oleh keluarga dan warga

Ibu kandung Leksi, Kornelia Daghe kepada KOMPAS.com, Minggu (10/2/2019) menjelaskan, gejala awal anaknya sakit mengamuk, marah dan jalan-jalan tanpa arah di kampung Zola.

Bahkan, anaknya sering mengganggu orang di kampung pada 2009 lalu. Sejak saat itu keluarga mengambil jalan untuk memasungnya demi kenyamanan keluarga dan warga di kampung tersebut.

"Dulu dua kakinya dipasung. Namun, saat ini hanya kaki kanannya dipasung karena kondisinya parah. Bahkan, kadang-kadang dua kakinya dipasung secara bergantian oleh keluarganya apabila kakinya sakit. Keluarga mengambil jalan itu demi keamanan keluarga dan kampung karena anak saya selalu marah, mengamuk dan berontak,” tuturnya.

Daghe menjelaskan, ayah Leksi, Mikael Pandu sudah meninggal. Dia juga sudah tua maka tidak bisa lagi merawat anaknya itu.

"Memang saya rutin beri anak saya makan dan minum dan kadang-kadang mandi. Namun, saat ini kondisinya semakin parah," katanya. 

"Saya berharap ada perhatian dari berbagai pihak untuk membebaskan anak saya yang dipasung selama 10 tahun hingga saat ini," jelasnya.

Selain Leksi, ada juga Rikardus Non (31), ODGJ yang dipasung di Kampung Zola, Desa Ruan, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur.

Titus Lawur, ayah kandung Rikardus kepada KOMPAS.com, menjelaskan, anaknya dipasung sejak 2017 di pondok belakang.

Rikardus pernah merantau ke Kalimantan dan Labuan Bajo. Saat pulang dari Labuan Bajo, Rikardus mengamuk dan melempar orang, juga mengancam keluarga.

"Akhirnya saya dan keluarga mengambil langkah untuk membuat pondok dan memasung dua kakinya. Bahkan istrinya sudah tinggalkan dia saat dia mengalami sakit gangguan jiwa," tutur sang ayah.

Baca juga: Ekspresi ODGJ Dituangkan Dalam Lukisan yang Dipajang di Halte Harmoni

"Kami sempat membawa ke pendoa dan meminta pendoa untuk mendoakannya. Namun, tak kunjung sembuh," jelasnya.

Penderita ODGJ lain ada di Kampung Muting, Desa Bamo, Kecamatan Kota Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Kaki kanan Adelheit Pedho (58) dipasung sejak 2017. 

Suami Adelheit, Andreas Deja menjelaskan, dirinya sudah mencari jalan keluar untuk menyembuhkan istrinya. Sang istri sempat rawat jalan dengan minum obat. Namun, tak sembuh.

“Saya dan keluarga mengambil langkah memasungnya agar dia tidak jalan-jalan di Kampung Muting dan sekitarnya,” jelasnya.

Selain itu, ODGJ di Kampung Maras, Desa Golo Loni, Kec. Ranamese, Kab. Manggarai Timur, Venansius Santur, juga dipasung sejak 2017. Kedua kakinya dipasung. Dia tinggal di pondok di belakang rumah. Saat malam hari, ia dijaga oleh ayahnya, Matius Sadar.

Matius kepada KOMPAS.com, Senin (11/2/2019) menjelaskan, anaknya pernah merantau di Kabupaten Ende. Anaknya sakit di tempat kerja.

"Saat itu saya dan keluarga menjemputnya. Ketika tiba di Kampung Maras, anak saya marah dan mengamuk serta sempat memukul dirinya. Saat itu terjadi 2017 lalu. Melihat keadaan seperti itu, maka saya dan keluarga mengambil langkah memasung dua kakinya," katanya.


Masih di kampung yang sama, Robianus Jerubu, (29) dipasung dua kaki. Bahkan, dua kakinya sudah luka. Ia dipasung pada 2014 dan mulai sakit 2013.

Aloysius Lumpur dan Edeltrus Adul, orangtua dari Jerubu menjelaskan, awalnya Jerubu sehat. Namun, pertengahan 2014, ia duduk di pinggir Jalan Trans Flores sambil mengganggu orang. Jerubu juga melempar orang dengan batu.

"Saat itu kami berpikir bahwa anak kami sakit. Selanjutnya, suatu ketika anak kami minta beli sepeda motor. Saat itu kami hanya memiliki uang Rp 1 juta. Saat itu kami menyerahkan uang itu untuk membeli motor secara kredit. Namun, tiba-tiba anak kami tidak mau lagi membeli motor. Uang yang ada ditangannya dipergunakannya membeli perabot rumah tangga," katanya.

Aloysius mengaku mengambil jalan memasungnya karena ia diancam dibunuh.

"Anak kami pernah rawat jalan dengan minum obat. Namun, sejak minum obat pertama kali, kondisinya sangat memprihatinkan. Sejak saat itu kami hentikan pemberian obat hingga saat ini,” jelasnya.

Kunjungan kemanusiaan

Pater Avent Saur, Svd, Ketua Kelompok Kasih Insanis (KKI) Peduli Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Provinsi NTT yang berpusat di Kabupaten Ende menjelaskan, sejak tanggal 2 Februari 2019, ia mengunjungi penderita ODGJ, baik yang dipasung di pondok maupun yang berkeliaran di jalan-jalan di Manggarai Raya.

“Awalnya saya bersama dengan relawan KKI di Manggarai Timur mengunjungi penderita ODGJ di Kampung Mbapo, Desa Lembur, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, 2 Februari 2019. Penderita itu adalah seorang ibu rumah tangga diantar ke tempat rehabilitasi Gangguan Jiwa di Panti Renceng Mose Ruteng. Selanjutnya mengunjungi penderita di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat yang tersebar di kampung-kampung. Dan kembali mengunjungi penderita ODGJ di Kabupaten Manggarai Timur,” jelasnya.

Selama kunjungan itu, lanjut Pastor Saur, dirinya bersama relawan KKI melihat kondisi penderita ODGJ yang sangat memprihatinkan, dipasung di pondok, baik dalam keadaan terbuka maupun tertutup.

Pastor Saur menjelaskan, hasil data sementara, penderita untuk tiga Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat) sebanyak 80 orang.

"Saya sudah mengunjungi pasien ODGJ di Manggarai Raya serta memberikan obat untuk pemulihan dari gangguan jiwa. Penderita ODGJ harus minum obat untuk pemulihan secara bertahap,” jelasnya.

Pastor Saur menjelaskan, khususnya untuk Kabupaten Manggarai Timur, 29 puskesmas belum memiliki obat, sementara untuk Kabupaten Manggarai Barat dan Manggarai, sebagian puskesmas sudah memiliki obat bagi penderita ODGJ yang dipasung maupun yang berkeliaran di jalan-jalan.

Pastor menjelaskan, data yang dikumpulkan KKI untuk Kabupaten Ende, penderita ODGJ dipasung dan berkeliaran di jalan sebanyak 720 orang.

Sedangkan untuk Manggarai Raya terdata sementara 80 orang. Jadi, total data sementara untuk 4 Kabupaten (Ende, Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur) sebanyak 800 orang.

"Khusus untuk Manggarai Timur belum tersedia obat di 29 Puskesmas untuk pemulihan penderita ODGJ," jelasnya.

Baca juga: Berita Terpopuler: Wali Kota Dipasung, hingga Korut Terlibat Pembunuhan Kim Jong Nam

Kepala Bidang Pengendali, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur, Regina Malon kepada KOMPAS.com, Senin (11/2/2019) menjelaskan, ODGJ di Manggarai Timur sebanyak 193 orang. Sebanyak 183 penderita itu sudah bebas, sementara 10 orang masih dipasung.

Malon menjelaskan, pengadaan obat bagi penderita ODGJ akan dilaksanakan untuk 29 puskesmas di Manggarai Timur.

Di Manggarai Timur, kata dia, dokter terbatas dan belum ada dokter penyakit jiwa. Selain dokter, perawat di Manggarai Timur akan diberikan pelatihan untuk menangani penderita ODGJ.

"Dinas sudah membentuk seksi khusus penyakit tak menular di Manggarai Timur. Untuk itu mereka akan melakukan perencanaan untuk pengadaan obat bagi pasien ODGJ di Manggarai Timur. Jujur saya katakan bahwa seksi ini baru dibentuk karena Kementerian Kesehatan RI baru membentuk seksi tersebut," jelasnya.

Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Manggarai Timur, Leonardus Santosa  menjelaskan, pada 2015-2016 membantu 45 pasien ODGJ dirawat di Panti Renceng Mose. Ini inisiatif dari DPRD Kabupaten Manggarai Timur atas aspirasi dari masyarakat melalui pengelola Panti Renceng Mose Ruteng.

Santosa menjelaskan, Pemda Kabupaten Manggarai Timur tidak pernah membuat rancangan anggaran khusus bagi penderita ODGJ di Manggarai Timur.

"Selama ini hanya inisiatif dari DPRD Kabupaten Manggarai Timur atas aspirasi dari masyarakat di Manggarai Timur yang datang ke DPRD Manggarai Timur. Saat Komisi A meminta Dinas Sosial membuat perencanaan anggaran untuk membantu pasien ODGJ yang direhabilitasi di Panti Renceng Mose. Kini program sudah selesai 2017 lalu. DPRD juga membahas anggaran dari Dinas Sosial bahwa dinas itu tidak merencanakan pada Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) untuk 2018 dan 2019. Sebaiknya, Dinas Sosial memasukkan program untuk masa lima tahun sehingga setiap tahun Komisi A membahasnya. Penderita ODGJ di Manggarai Timur selalu ada setiap tahunnya,” jelasnya.

Kunjungan KKI Peduli ODGJ NTT disambut baik oleh orangtua ODGJ.

“Saya sebagai ibunya merasa terhibur karena dikunjungi oleh seorang pastor yang peduli dengan orang-orang yang dipasung. Anak saya tidak pernah minum obat selama dipasung 10 tahun ini. Saya tidak tahu saya harus sampaikan kepada siapa lagi untuk membebaskan anak saya dari pasungannya," jelasnya

https://regional.kompas.com/read/201...garai?page=all

Kasian, padahal sebenarnya bisa diobati
0
1.8K
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan