TS
weshley07
PSSI, Kenapa Selalu Dibenci?
Federasi olahraga apa yang pengurusnya paling populer? Bahkan, dulu sambil bercanda, seorang rekan menyebut pengurus PSSI lebih ngetop dibanding pemainnya. PSSI... selalu saja punya cerita.
Dulu, waktu pertama kali menginjakkan kaki di Stadion Senayan (belum bernama Stadion Utama Gelora Bung Karno), saya tidak menyangka umpatan dan makian dilontarkan teman yang mengajak saya menonton pertandingan di sana. Umpatan itu bukan kepada tim lawan yang akan dihadapi tim jagoannya, tetapi kepada ketua umum organisasi yang mengurusi sepak bola kita.
Eh, tahun berlalu... kisah serupa nyaris tak berhenti. Pengurus boleh berganti, namun umpatan dan makian terhadap Ketua Umum PSSI terus saja terdengar. Menjadi tradisi?
Hmm... mungkin di era Pak Agum Gumelar saja yang kata-kata sumpah serapah tak terlalu saya dengar di Senayan. Mungkin gan sis punya pengalaman berbeda?
PSSI, siapapun ketuanya kenapa selalu dibenci? Bukankah PSSI itu badan organisasi resmi yang dipercaya untuk mengelola sepak bola di negeri ini?
Ketika muncul persoalan di kompetisi, tetap saja PSSI yang dimaki. Padahal, ada badan pengelola liga yang memang pekerjaannya mengurus kompetisi, termasuk jadwal pertandingan.
Ketika ada kericuhan suporter di luar stadion sepak bola yang sampai menyebabkan kehilangan nyawa, lagi-lagi PSSI yang kena semprot meski kejadian dalam kuasa pengelola liga.
Saat rencana pergelaran Piala Presiden 2019 dimunculkan ke permukaan dan kabarnya menggeser program Piala Indonesia, kredibilitas dan independensi PSSI kembali dipertanyakan.
Benarkah PSSI itu tidak bisa bergerak sendiri? Ssst... kata mantan ketua umum salah satu badan olahraga di negeri ini, untuk menjadi orang nomor satu di federasi sepak bola dan bulu tangkis ia harus sejalan dengan Istana.
Kini, sorotan kembali mengarah ke PSSI ketika isu pengaturan skor menjadi lanjutan turunnya Ketua Umum Edi Rahmayadi. Penyebabnya Plt Ketum PSSI, Joko Driyono, menjadi tersangka.
Sepertinya, tanpa kehadiran prestasi tim nasional, wajah PSSI akan tetap muncul dengan tidak menyenangkan di hadapan pencinta sepak bola Indonesia. Masyarakat haus prestasi, betul kan?
Sebagai warga negara Republik Indonesia, saya menantikan posisi PSSI sebagai organisasi yang dicintai dan menghadirkan prestasi.
Prestasi itu tentu dalam berbagai bentuk, seperti memastikan pengelolaan sepak bola yang bersih dan baik, menghadirkan kompetisi berjenjang (yang bisa diikuti klub-klub tanpa "kehabisan bensin" di tengah kompetisi), hingga membuat timnas kita segera kembali disegani di kawasan Asia Tenggara (Asia masih kejauhan).
Siapapun ketuanya, siapapun pengurusnya... kita tentu ingin posisi PSSI sebagai organisasi yang dicintai, bukan dibenci.
Di bawah PSSI, sepak bola harus dijadikan tujuan, bukan alat yang seenaknya ditunggangi berbagai kepentingan selain demi prestasi yang membanggakan anak negeri. Karena sepak bola itu bisa menyatukan berbagai kelompok yang berbeda. Sepak bola bahkan dipakai untuk menghibur dan menghadirkan pertemanan anak-anak di daerah konflik.
Lalu, akan seperti apa nasib sepak bola di negeri ini dengan berbagai kasus yang melilit pengurus PSSI? Seorang mantan pemain timnas Indonesia berkata, "Biarlah sepak bola akan menemukan jalannya sendiri."
Dulu, waktu pertama kali menginjakkan kaki di Stadion Senayan (belum bernama Stadion Utama Gelora Bung Karno), saya tidak menyangka umpatan dan makian dilontarkan teman yang mengajak saya menonton pertandingan di sana. Umpatan itu bukan kepada tim lawan yang akan dihadapi tim jagoannya, tetapi kepada ketua umum organisasi yang mengurusi sepak bola kita.
Eh, tahun berlalu... kisah serupa nyaris tak berhenti. Pengurus boleh berganti, namun umpatan dan makian terhadap Ketua Umum PSSI terus saja terdengar. Menjadi tradisi?
Hmm... mungkin di era Pak Agum Gumelar saja yang kata-kata sumpah serapah tak terlalu saya dengar di Senayan. Mungkin gan sis punya pengalaman berbeda?
PSSI, siapapun ketuanya kenapa selalu dibenci? Bukankah PSSI itu badan organisasi resmi yang dipercaya untuk mengelola sepak bola di negeri ini?
Ketika muncul persoalan di kompetisi, tetap saja PSSI yang dimaki. Padahal, ada badan pengelola liga yang memang pekerjaannya mengurus kompetisi, termasuk jadwal pertandingan.
Ketika ada kericuhan suporter di luar stadion sepak bola yang sampai menyebabkan kehilangan nyawa, lagi-lagi PSSI yang kena semprot meski kejadian dalam kuasa pengelola liga.
Saat rencana pergelaran Piala Presiden 2019 dimunculkan ke permukaan dan kabarnya menggeser program Piala Indonesia, kredibilitas dan independensi PSSI kembali dipertanyakan.
Benarkah PSSI itu tidak bisa bergerak sendiri? Ssst... kata mantan ketua umum salah satu badan olahraga di negeri ini, untuk menjadi orang nomor satu di federasi sepak bola dan bulu tangkis ia harus sejalan dengan Istana.
Kini, sorotan kembali mengarah ke PSSI ketika isu pengaturan skor menjadi lanjutan turunnya Ketua Umum Edi Rahmayadi. Penyebabnya Plt Ketum PSSI, Joko Driyono, menjadi tersangka.
Sepertinya, tanpa kehadiran prestasi tim nasional, wajah PSSI akan tetap muncul dengan tidak menyenangkan di hadapan pencinta sepak bola Indonesia. Masyarakat haus prestasi, betul kan?
Sebagai warga negara Republik Indonesia, saya menantikan posisi PSSI sebagai organisasi yang dicintai dan menghadirkan prestasi.
Prestasi itu tentu dalam berbagai bentuk, seperti memastikan pengelolaan sepak bola yang bersih dan baik, menghadirkan kompetisi berjenjang (yang bisa diikuti klub-klub tanpa "kehabisan bensin" di tengah kompetisi), hingga membuat timnas kita segera kembali disegani di kawasan Asia Tenggara (Asia masih kejauhan).
Siapapun ketuanya, siapapun pengurusnya... kita tentu ingin posisi PSSI sebagai organisasi yang dicintai, bukan dibenci.
Di bawah PSSI, sepak bola harus dijadikan tujuan, bukan alat yang seenaknya ditunggangi berbagai kepentingan selain demi prestasi yang membanggakan anak negeri. Karena sepak bola itu bisa menyatukan berbagai kelompok yang berbeda. Sepak bola bahkan dipakai untuk menghibur dan menghadirkan pertemanan anak-anak di daerah konflik.
Anak-anak Palestina dan Israel. Kredit: Washington Post
Lalu, akan seperti apa nasib sepak bola di negeri ini dengan berbagai kasus yang melilit pengurus PSSI? Seorang mantan pemain timnas Indonesia berkata, "Biarlah sepak bola akan menemukan jalannya sendiri."
5
6.5K
88
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan