- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Deklarasi Tim Kampanye cuma Seremonial 11 February 2019
![fajarputrap](https://s.kaskus.id/user/avatar/2019/01/21/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
TS
fajarputrap
Deklarasi Tim Kampanye cuma Seremonial 11 February 2019
![Deklarasi Tim Kampanye cuma Seremonial 11 February 2019](https://s.kaskus.id/images/2019/02/11/10489068_20190211081039.jpg)
METROPOLITAN – Hari H pemungutan suara tinggal dua bulan lagi. Harian Metropolitan pun telah menggelar simulasi pencoblosan pilpres 2019 pada 31 Januari 2019 lalu. Hasilnya, calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno masih berjaya di Kota/Kabupaten Bogor seperti empat tahun silam. Sedangkan sang petahana, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, tertinggal jauh.
Harian Metropolitan bersama Radar Bogor Grup menggelar simulasi pencoblosan serentak pada 31 Januari dan 4 Februari 2019. Untuk wilayah Bogor sedikitnya ada 3.550 responden yang dilibatkan dalam simulasi pemungutan suara.
Dalam simulasi itu, Harian Metropolitan membagi dalam 17 tim untuk menjangkau wilayah yang mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Kota/Kabupaten Bogor.
Berdasarkan hasil penghitungan 3.550 surat suara, calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno unggul di Tanah Pajajaran.
Pasangan Prabowo-Sandiaga diprediksi bakal kembali mengulang kejayaannya seperti pilpres 2014. Dari hasil simulasi pencoblosan Harian Metropolitan, pasangan nomor urut dua itu memperoleh 2.215 suara, lebih tinggi dibanding pasangan Jokowi-Ma’ruf yang hanya memperoleh 1.231 suara.
Bila dipersentasekan, pasangan Prabowo-Sandi mampu mengeruk suara 64,28% di wilayah Bogor. Sadangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf hanya meraup suara 35,72%.
Hasil itu pun sama dengan perolehan pada pilpres 2014. Di Kota Bogor, Prabowo yang saat itu berpasangan dengan Hatta Radjasa memperoleh suara sah sebesar 340.286 atau 61,77%. Sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) mendapatkan suara 210.578 atau 38,23%.
Di Kabupaten Bogor, Prabowo-Hatta memperoleh 1.636.134 suara atau 63.73% dan Jokowi-JK meraih 852.888 suara atau 34.27%. Tak hanya di Kota/Kabupaten Bogor. Simulasi pencoblosan itu juga dilakukan di beberapa kota dan kabupaten di Tanah Sunda. Di antaranya Purwakarta, Karawang, Bandung, Cimahi, Sukabumi, Bekasi, Depok dan Cianjur.
Dari hasil simulasi tersebut, diperoleh hasil yang tak jauh beda. Di mana Prabowo-Sandiaga merajai Tanah Sunda dengan perolehan suara mencapai 5.181 atau 61,64%. Sedangkan sang petahana, Jokowi-Ma’ruf, memperoleh 38,36% atau sebanyak 3.224 suara.
Sejumlah pengamat pun ikut memberi reaksinya atas kekalahan Jokowi sebagai petahana. Termasuk pengamat politik yang juga Direktur Democracy Electoral and Empowerment Partnership (DEEP), Yusfitriadi.
Lelaki yang akrab disapa Kang Yus itu mengungkapkan, kekalahan Jokowi sebagai petahana di Bogor maupun Tanah Sunda dipicu banyak faktor. Pertama, ia menilai bahwa selama ini Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma’ruf beserta relawannya hanya terfokus pada deklarasi dukungan. Padahal, kegiatan semacam itu dianggap sekadar seremonial sehingga belum bisa menyentuh pemilih.
“Yang tahu lingkaran itu-itu saja, tidak menyentuh akar di bawah yang sesungguhnya. Buang-buang energi mungkin tidak, tapi yang jelas tidak mempengaruhi elektabilitas,” jelas Kang Yus.
Berbeda dengan Prabowo, tim dan relawannya biasanya cukup ideologis karena ikut dipengaruhi sentimen agama. Ketika politik dibangun dengan sentimen ideologi, maka akan memunculkan kader militan.
“Ini yang terjadi pada tim Prabowo-Sandi yang dianggap sebagai representasi kekuatan Islam. Ini memunculkan gerilya politik yang militan. Door to door, forum warga dan gerakan sukarela lainnya yang terus mendorong Prabowo-Sandi,” ujarnya.
Kondisi inilah yang harus menjadi PR bagi tim Jokowi-Ma’ruf Amin agar lebih menyentuh masyarakat secara langsung. Jokowi tidak bisa hanya mengandalkan mesin partai lantaran masyarakat tidak terlalu peduli dengan partai di momen pilpres 2019.
Jokowi dan tim harus menggunakan simpul-simpul warga. Misalnya kepala dusun atau tokoh kampung, tokoh pemuda dan forum-forum di kampung.
“Ini harus dimaksimalkan bukan dengan deklarasi-deklarasi seremonial. Terakhir, Jokowi harus segera berpikir menampilkan diri yang sebenarnya agar stigma yang diopinikan lawan politiknya akan terpatahkan dengan sendirinya,” pesan Kang Yus.
Di luar itu, Kang Yus melihat kedua pasangan dan tim belum benar-benar menyentuh kalangan swing voter, termasuk kaum milenial. Untuk swing voter, Jawa Barat (Jabar) yang menjadi daerah di lingkaran Metropolitan memiliki banyak masyarakat urban, para pekerja dan warga kampus. Mereka belum menentukan pilihan sehingga harus digarap maksimal.
Kedua adalah kelompok milenial yang jumlahnya mencapai 30%. Kang Yus menganggap keduanya belum mampu menyentuh itu. Sandiaga Uno memang paling berpeluang masuk ke kaum milenial dengan gaya kekiniannya. Tetapi Ma’ruf juga memiliki basis pemilih di pesantren yang juga masuk milenial.
Begitupun Jokowi yang dekat dengan organisasi hobi dan minat yang mayoritas adalah kaum milenial. Potensi-potensi itu harus dimaksimalkan tim dengan mengemas beragam kegiatan menarik. “Sampai hari ini tim kampanye keduanya belum menyentuh, belum punya kemasan bagaimana cara menarik simpati kelompok milenial agar tidak menjadi swing voter,” terangnya.
Sementara itu, pengamat politik Siti Zuhro menilai Jabar memang bukan basis dukungan Jokowi sejak pilpres 2014. Tren perilaku pemilih dari dulu lebih ke sosok Prabowo. Selain itu, Jabar yang kental dengan aktivitas keagamaan ikut mendongkrak suara Prabowo. Isu-isu yang berbau agama seperti Jokowi diusung partai dan dekat dengan sosok-sosok penista agama pada pilkada DKI lalu, menambah daftar panjang alasan Prabowo lebih masuk ke warga Jabar.
“Kulminasinya itu ada di kejadian pilkada DKI. Ada istilah penista agama yang diasumsikan didukung partai-partai dan sosok yang dekat dengan Jokowi. Soal agama ini soal rasa, masalah keimanan, akidah. Ini kan tidak bisa dibohongi. Apalagi Jabar yang kental dengan komunitas-komunitas muslim yang luar biasa. Ini tidak bisa dipungkiri,” kata Siti.
Kondisi itu diperkuat setelah ada gerakan 411 hingga 212. Bahkan gerakan tersebut juga berimbas pada pilkada Jabar. Terbukti, meski tidak menang, pasangan usungan Prabowo yaitu Sudrajat-Ahmad Syaikhu hampir mampu menyaingi suara Ridwan Kamil.
“Jabar ini memang kental dengan sentimen agama karena banyak aktivitas yang muncul dari Jabar. Komunitas, masjid-masjid punya pengaruh. Ini yang mungkin tidak pernah terpikirkan Jokowi sejak awal. Sehingga ketika dia harus maju sebagai petahana, dia juga di-review jejaknya, seperti apa kedekatan yang sebenarnya dengan umat,” terangnya.
(fin/c/feb/run)
Sumber : http://www.metropolitan.id/2019/02/deklarasi-tim-kampanye-cuma-seremonial/
0
1.4K
8
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
![Guest](https://s.kaskus.id/user/avatar/default.png)
![Avatar border](https://s.kaskus.id/images/avatarborder/1.gif)
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan