Kaskus

News

bayucemingAvatar border
TS
bayuceming
Kompetisi sengit di balik kenyamanan dompet digital
Kompetisi sengit di balik kenyamanan dompet digital
Polisi menunjukkan sejumlah layanan QR code yang terdapat di pelayanan SIM Keliling disela-sela peluncuran program 'Cashless Payment PNBP SIM dan SKCK di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (1/12/2018). | Zabur Karuru /Antara Foto

Mutia (27) tidak begitu panik saat ia menyadari dirinya tidak membawa dompet saat hendak makan siang di sebuah mall di daerah Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019).

Setelah memesan makanan, dengan santai ia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan membuka sebuah aplikasi transportasi online. Hanya dengan beberapa langkah, Mutia akhirnya menuntaskan pembayaran untuk satu porsi ayam goreng dan minuman ringan di sebuah gerai makanan cepat saji.

"Sekarang kalau ketinggalan dompet sudah enggakbegitu pengaruh sih, uangnya di hape semua," ucap Mutia saat berbincang dengan Beritagar.id.

Apa yang dilakukan oleh Mutia kini tampak umum dilakukan oleh sejumlah orang di beberapa gerai perbelanjaan. Tak hanya untuk membayar pesan antar makanan, bayar transportasi umum, hingga belanja di minimarket juga banyak dilakukan secara non-tunai. Lebih menghemat waktu, tenaga dan tentunya, uang kas.

Kemajuan teknologi menyebabkan proses pembayaran kini semakin mudah. Tak lagi menggunakan uang tunai, mulai bermunculan metode pembayaran cashless atau tanpa tunai. Transaksi e-commerce beberapa bank besar pun meningkat cukup pesat. Mulai dari sistem pembayaran nontunai berbasis kartu maupun seluler.

Di Indonesia, sudah banyak layanan keuangan berbasis digital yang kini tengah menjadi primadona. Istilahnya adalah e-wallet. Kini ponsel pun telah bertambah fungsinya sebagai e-wallet.

Pengguna bisa menyimpan uang mulai dari e-money, kartu debit, kartu kredit, bahkan hingga catatan investasi. Tidak hanya menawarkan layanan dasar, dompet elektronik juga menambah fitur-fitur untuk memudahkan transaksi.

Temasek dan Google pernah memprediksi pertumbuhan ekonomi digital indonesia pada 2018 mencapai $27 miliar AS (Rp378,06 triliun) dan akan terus tumbuh mencapai $100 miliar pada 2025.

Peluang emas ini yang coba dibidik oleh sejumlah pelaku bisnis dompet digital. Agresifnya penyedia layanan dompet elektronik membuat sistem pembayaran ini berkembang maju dan kompetisinya kian sengit.

Beritagar.id mencoba mengulas beberapa pemain besar dalam pasar ini.

Go-Pay merajai

Kompetisi sengit di balik kenyamanan dompet digital
Promosi Go-Pay di salah satu gerai minuman ringan di salah satu mall di Bekasi. | Elisa Valenta /Beritagar.id

Dalam dua riset berbeda disebutkan, saat ini layanan dompet digital yang tengah merajai pasar pembayaran digital adalah milik PT Dompet Anak Bangsa lewat produk Go-Pay.

Kedua riset itu adalah kajian dari lembaga riset independen di bawah naungan Financial Times, FT Confidential Research Mobile Payment dan laporan Fintech 2018 dari DailySocial bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Riset FT Confidential Research Mobile Payment menyebutkan, Go-Pay yang merupakan bagian dari ekosistem Go-Jek, memimpin pasar dompet digital. Sebab, jumlah penggunanya mencapai hampir tiga perempat dari total pengguna uang elektronik.

Go-Pay awalnya digunakan sebagai alat pembayaran berbagai layanan Go-Jek seperti Go-Ride, Go-Car, Go-Shop dan lain sebagainya. Namun saat ini Go-Pay juga dapat digunakan sebagai alat pembayaran elektronik di berbagai merchant rekanan Go-Jek.

Go-Jek merupakan platform mobile on-demand dan pembayaran digital terbesar di Asia Tenggara dengan total gross transaction value (GTV) lebih dari $9 miliar dan total volume transaksi setahun mencapai $2 miliar pada akhir 2018.

Kinerja ini mengukuhkan kepemimpinan Go-Jek di layanan pembayaran digital dan pesan-antar makanan. Ekosistem Go-Pay memproses $6,3 miliar GTV, sementara layanan pesan antar makanan, Go-Food, memproses $2 miliar GTV sepanjang tahun 2018. Pencapaian ini menjadikan Go-Food sebagai layanan pesan-antar makanan terbesar di Asia Tenggara.

Investasi yang diraup oleh Go-Jek tidak main-main besarnya, mencapai triliunan rupiah. Teranyar, Go-Jek menerima suntikan sebesar $2 miliar (Rp28 triliun) dari raksasa digital Google, Tencent, dan JD.com. Banyak yang optimistis, Go-Pay akan menjadi jantung utama dari bisnis Go-Jek pada masa mendatang.

Ovo menyalip

Kompetisi sengit di balik kenyamanan dompet digital
Promo cashback OVO di salah satu gerai kesehatan di salah satu mall di Bekasi. | Elisa Valenta /Beritagar.id

Di bawah bendera Group Lippo, OVO langsung tancap gas dengan berekspansi mengembangkan berbagai layanan pembayaran digital. Layanan tersebut ingin membangun ekosistem fintech yang menjangkau beragam sektor, termasuk layanan keuangan.

OVO, yang didirikan pada 2017, merupakan transformasi dari produk GrabPay milik Grab Indonesia. Awalnya layanan ini ditujukan sebagai alat pembayaran khusus layanan transportasi Grab. Namun fungsi tersebut kini dibuat universal. Setelah Grab resmi bekerja sama dengan OVO, maka otomatis sistem GrabPay pun ditiadakan.

CEO OVO, Jason Thompson, mengklaim produknya memungkinkan pembayaran nontunai yang diterima di berbagai lokasi, mulai dari mall, rumah sakit, bahkan hingga warung, dan toko-toko kecil. Ia mengklaim sistem dompet digital itu telah dipakai oleh 70 persen pusat perbelanjaan di Indonesia.

Pada 2018, situs marketplace raksasa Tokopedia mengumumkan peralihan layanan dompet digitalnya, TokoCash ke OVO. Melalui kerja sama ini, OVO mendapat tambahan lebih dari 4 juta mitra pedagang Tokopedia ke dalam jaringan merchantyang meliputi mal, warung, serta mitra GrabFood dan agen Kudo.

Perang promo dan bakar duit

Persaingan ketat dua nama di atas bukan hal asing bagi pengguna uang elektronik dalam beberapa waktu terakhir. Mereka seakan adu cepat menggandeng restoran kenamaan untuk menawarkan diskon dan uang kembali (cashback) kepada konsumen.

OVO berani memberikan diskon hingga 50 persen tanpa minimum pembelian. Begitu pula dengan Go-Pay yang menghadirkan promo cashback 30 persen di setiap transaksi offline.

Promo-promo semacam ini tentu untuk meningkatkan jumlah pengguna. Pengguna masing-masing layanan pembayaran digital kedua entitas bisnis ini memang diklaim sudah mencapai jutaan.

Per Mei 2018, pengguna aktif Go-Pay diklaim mencapai 15 juta orang. Sementara itu, OVO mengklaim memiliki 10 juta pengguna aktif.
Namun, promo atau diskon punya konsekuensi pada biaya yang harus dikeluarkan korporasi. Pengamat ekonomi digital dari Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan jurus "bakar uang" memang tak bisa dihindari demi menarik konsumen. Go-Jek pernah menerapkan strategi yang sama saat memperkenalkan ojek online.

"Namun strategi bakar uang Go-Jek mendapat dukungan yang kuat dari para investor. Uang ini yang dipakai untuk promo besar-besaran," ujar Fithra kepada Beritagar.id, Kamis (7/2).
Dengan dukungan dana yang besar, Go-Jek semakin memantapkan penetrasi ke platform layanan pembayaran digital Go-Pay dengan promo-promo yang cenderung sebagai strategi "bakar uang".

BUMN menggebrak

Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pun tidak mau ketinggalan. Semula setiap bank pelat merah memiliki strategi masing-masing terkait dengan pengembangan pembayaran uang elektronik berbasis server.

Namun, setelah ditimbang, akhirnya empat bank milik pemerintah--Mandiri, BRI, BNI, BTN--memutuskan untuk menggabungkan bisnis alat pembayaran digital.

Keempat bank BUMN tersebut, bersama PT Telkom dan PT Pertamina, akan segera melucurkan platform pembayaran dompet digital berbasis Quick Response Code (QR Code) bernama LinkAjapada Maret 2019.

PT Fintek Karya Nusantara (Finarya), yang merupakan anak usaha Telkom, digadang-gadang akan menjadi induk dan pengelola layanan dompet digital tersebut.

LinkAja nantinya akan menggabungkan produk T-Cash milik Telkomsel, Yap! milik BNI, e-Cash milik Bank Mandiri dan T-bank dari Bank BRI. Untuk tahap awal, Telkomsel telah mengalihkan T-cash ke Finarya dan bertransformasi menjadi LinkAja.

Wakil Direktur BNI, Herry Sidharta, mengungkapkan perubahan T-Cash menjadi LinkAja merupakan pengenalan awal dompet digital bersama BUMN dan jadi produk utama untuk dompet digital.

"Tidak ada lagi produk dompet digital bank BUMN. Semua akan dilebur ke T-Cash yang bertransformasi jadi LinkAja. LinkAja rencananya akan diluncurkan 1 Maret 2019," kata Herry saat dihubungi Beritagar.id, Rabu (6/2).

Herry tidak menampik pembentukan fintech ini disiapkan untuk menghadapi Go-Pay dan OVO yang tumbuh pesat kurang dalam lima tahun dan membuat produk dompet digital BUMN kurang diminati masyarakat.

Ia menyebut LinkAja nantinya akan menghadirkan layanan holistik dengan beragam fitur pembayaran seperti pembayaran tagihan seperti listrik, PDAM, BPJS, dan Internet. Selain itu, transaksi di merchantseperti Pertamina hingga pembelian online juga dapat dilakukan lewat produk anyar ini.

Kendati demikian, Herry melihat potensi bisnis dari pengembangan uang elektronik berbasis kartu masih tetap ada, khususnya pada sektor usaha dengan skala kecil.

"Misalnya untuk pembayaran tiket parkir ataupun tiket kendaraan umum. Artinya, fungsi uang elektronik berbasis kartu akan komplementer dengan uang elektronik berbasis server atau e-wallet," tandas Herry.

Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...dompet-digital


0
3K
25
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan