- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Orang Tua Tolak 14 Siswa HIV


TS
lpdp
Orang Tua Tolak 14 Siswa HIV
SOLO - Orang tua siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Purwotomo, Laweyan, Solo keberatan terkait keberadaan 14 siswa berstatus positif HIV di sekolah tersebut. Mereka waswas anak-anaknya tertular penyakit tersebut. Bahkan buntutnya siswa satu kelas sempat bolos masal selama dua hari.
Untuk mencari solusi kemarin digelar mediasi yang dihadiri orang tua siswa, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surakarta, Yayasan Lentera dan kepala sekolah setempat.
Orang tua siswa mengaku khawatir menularkan virus HIV kepada para siswa lainnya saat berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Sehingga perlu tempat khusus bagi belasan siswa tersebut agar tidak membaur dengan siswa lainnya.
Sebelum proses mediasi dan negosiasi dimulai, para orang tua terlebih dahulu mendapat penjelasan tentang virus HIV, mulai dari proses terjangkit sampai kemungkinan penularannya. Penjelasan disampaikan oleh salah seorang dokter yang ditunjuk oleh Dispendik Kota Surakarta.
“Setelah mendapat penjelasan dari dokter, tingkat waswas kami tidak berkurang. Justru semakin meningkat. Ini yang kami alami setiap hari saat anak-anak bersekolah. Kami tidak ada maksud diskriminasi. Tapi kami sayang sama masa depan anak-anak kami,” ungkap salah satu orang tua siswa, Sarjito.
Ia mewakili orang tua siswa lainnya memohon kepada dinas terkait untuk membantu menyelesaikan gejolak ini. Menurutnya, sosialisasi tentang HIV yang disampaikan dokter bisa diterima dengan baik oleh para orang tua. Namun, Sarjito ragu penjelasan tersebut bisa dipahami oleh siswa SD.
“Karena sebenarnya yang perlu penjelasan adalah mereka para siswa. Mereka yang berada di sekolah setiap harinya. Kami orang tua berada di rumah, jadi aman-aman saja. Belum lagi nanti akan muncul stigma negatif bagi SDN Purwotomo. Masihkah ada peminatnya? Nanti kalau siswanya jadi sedikit kemudian ditutup, bagaimana?” sambungnya.
Terkait stigma negatif tersebut, lanjut Sarjito, bisa berimbas pada kemungkinan bullying yang akan diterima lulusan SDN Purwotomo. Dikhawatirkan banyak pihak yang mempertanyakan kondisi kesehatan siswa, apakah siswa tersebut terjangkit virus HIV atau tidak?
“Bisa jadi nanti mereka dijauhi, atau di-bully. Kemudian mentalnya drop, bagaimana?” imbuhnya.
Ketua Komite SDN Purwotomo, Syaiful Bakhri sepakat dengan argumen tersebut. Ia juga mengkhawatirkan stigma negatif yang akan melekat pada SDN Purwotomo dan siswa-siswanya. Maka ia menawarkan solusi agar 14 siswa ‘istimewa’ tersebut dapat dipindahkan ke sekolah lain yang jumlah peserta didiknya sedikit.
“Sehingga nanti mereka tetap mendapatkan haknya memperoleh pendidikan. Dari pihak sekolah juga lebih banyak mendapat bantuan dari pemerintah karena jumlah siswanya banyak,” katanya.
Menanggapi aspirasi orang tua siswa tersebut, Founder Yayasan Lentera, yang menampung 14 siswa HIV tersebut, Yunus Prasetyo bisa memahami keberatan itu. Ia mengaku situasi seperti ini bukan kali pertama terjadi. Aksi penolakan terhadap anak asuhnya sudah dihadapinya berulang kali.
“Kenapa anak-anak Lentera bisa sampai sini? Itu bukan keinginan kami. Ada program dari pemerintah yang membawa anak-anak ke sini. Sebelumnya mereka bersekolah di SDN Bumi. Di sana tidak ada gejolak apa-apa. Di sini kok ada? Padahal ini program pemerintah,” ujarnya.
Dalam negosiasi tersebut, Yunus meminta agar anak asuhnya diperbolehkan menyelesaikan pendidikan sampai akhir semester awal ini. Sembari menunggu proses pemindahan ke sekolah lain. Menurutnya, meski terjangkit virus HIV, 14 anak asuhnya tetap berhak mendapat pendidikan yang layak.
“Setidaknya kita ikut berkontribusi agar tidak memberikan stigma diskriminatif. Beri mereka ruang beberapa bulan. Ini kan tahun ajaran baru, kalau boleh mereka sekolah sampai semester ini selesai. Agar mereka bisa tes dan mendapat nilai rapor. Itu sudah membantu kami untuk memenuhi hak pendidikan mereka,” terangnya.
https://radarsolo.jawapos.com/read/2...k-14-siswa-hiv
Kasian anak anaknya
Untuk mencari solusi kemarin digelar mediasi yang dihadiri orang tua siswa, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surakarta, Yayasan Lentera dan kepala sekolah setempat.
Orang tua siswa mengaku khawatir menularkan virus HIV kepada para siswa lainnya saat berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Sehingga perlu tempat khusus bagi belasan siswa tersebut agar tidak membaur dengan siswa lainnya.
Sebelum proses mediasi dan negosiasi dimulai, para orang tua terlebih dahulu mendapat penjelasan tentang virus HIV, mulai dari proses terjangkit sampai kemungkinan penularannya. Penjelasan disampaikan oleh salah seorang dokter yang ditunjuk oleh Dispendik Kota Surakarta.
“Setelah mendapat penjelasan dari dokter, tingkat waswas kami tidak berkurang. Justru semakin meningkat. Ini yang kami alami setiap hari saat anak-anak bersekolah. Kami tidak ada maksud diskriminasi. Tapi kami sayang sama masa depan anak-anak kami,” ungkap salah satu orang tua siswa, Sarjito.
Ia mewakili orang tua siswa lainnya memohon kepada dinas terkait untuk membantu menyelesaikan gejolak ini. Menurutnya, sosialisasi tentang HIV yang disampaikan dokter bisa diterima dengan baik oleh para orang tua. Namun, Sarjito ragu penjelasan tersebut bisa dipahami oleh siswa SD.
“Karena sebenarnya yang perlu penjelasan adalah mereka para siswa. Mereka yang berada di sekolah setiap harinya. Kami orang tua berada di rumah, jadi aman-aman saja. Belum lagi nanti akan muncul stigma negatif bagi SDN Purwotomo. Masihkah ada peminatnya? Nanti kalau siswanya jadi sedikit kemudian ditutup, bagaimana?” sambungnya.
Terkait stigma negatif tersebut, lanjut Sarjito, bisa berimbas pada kemungkinan bullying yang akan diterima lulusan SDN Purwotomo. Dikhawatirkan banyak pihak yang mempertanyakan kondisi kesehatan siswa, apakah siswa tersebut terjangkit virus HIV atau tidak?
“Bisa jadi nanti mereka dijauhi, atau di-bully. Kemudian mentalnya drop, bagaimana?” imbuhnya.
Ketua Komite SDN Purwotomo, Syaiful Bakhri sepakat dengan argumen tersebut. Ia juga mengkhawatirkan stigma negatif yang akan melekat pada SDN Purwotomo dan siswa-siswanya. Maka ia menawarkan solusi agar 14 siswa ‘istimewa’ tersebut dapat dipindahkan ke sekolah lain yang jumlah peserta didiknya sedikit.
“Sehingga nanti mereka tetap mendapatkan haknya memperoleh pendidikan. Dari pihak sekolah juga lebih banyak mendapat bantuan dari pemerintah karena jumlah siswanya banyak,” katanya.
Menanggapi aspirasi orang tua siswa tersebut, Founder Yayasan Lentera, yang menampung 14 siswa HIV tersebut, Yunus Prasetyo bisa memahami keberatan itu. Ia mengaku situasi seperti ini bukan kali pertama terjadi. Aksi penolakan terhadap anak asuhnya sudah dihadapinya berulang kali.
“Kenapa anak-anak Lentera bisa sampai sini? Itu bukan keinginan kami. Ada program dari pemerintah yang membawa anak-anak ke sini. Sebelumnya mereka bersekolah di SDN Bumi. Di sana tidak ada gejolak apa-apa. Di sini kok ada? Padahal ini program pemerintah,” ujarnya.
Dalam negosiasi tersebut, Yunus meminta agar anak asuhnya diperbolehkan menyelesaikan pendidikan sampai akhir semester awal ini. Sembari menunggu proses pemindahan ke sekolah lain. Menurutnya, meski terjangkit virus HIV, 14 anak asuhnya tetap berhak mendapat pendidikan yang layak.
“Setidaknya kita ikut berkontribusi agar tidak memberikan stigma diskriminatif. Beri mereka ruang beberapa bulan. Ini kan tahun ajaran baru, kalau boleh mereka sekolah sampai semester ini selesai. Agar mereka bisa tes dan mendapat nilai rapor. Itu sudah membantu kami untuk memenuhi hak pendidikan mereka,” terangnya.
https://radarsolo.jawapos.com/read/2...k-14-siswa-hiv
Kasian anak anaknya

1
3.4K
67


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan