- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Prabowo-Sandi Dinilai Belum Punya Komitmen Kuat pada Isu Lingkungan


TS
sandiuntot
Prabowo-Sandi Dinilai Belum Punya Komitmen Kuat pada Isu Lingkungan

Jakarta, Gatra.com - Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 pada Pemilu 2019, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam salah satu visi dan misinya menyatakan akan berperan aktif dalam mengatasi perubahan iklim global sesuai kondisi Indonesia. Namun, keduanya dinilai belum menunjukkan langkah konkret dalam mewujudkannya.
Mereka berdua juga dianggap belum memiliki komitmen untuk menyelesaikan akar persoalan perubahan iklim. Dalam hal ini berkaitan dengan penggundulan hutan dan perusakan lahan gambut secara masif akibat masih buruknya tata kelola sektor hutan dan lahan di Indonesia.
Kesimpulan tersebut dihimpun oleh Yayasan Madani Berkelanjutan berdasarkan analisis atas dokumen “Empat Pilar Mensejahterahkan Indonesia: Sejahtera Bersama Prabowo-Sandi”. Dokumen ini diterbitkan oleh Tim Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Koalisi Indonesia Adil Makmur, yang berisi jabaran visi dan misi Prabowo-Sandiaga jika terpilih sebagai pemimpin negeri pada Pemilu 2019 mendatang.
Porsi lingkungan dalam dokumen ini hanya berkisar 18,9 persen. Rinciannya, isu pengelolaan hutan dan gambut berkelanjutan hanya berkisar 11 persen, ketimpangan penguasaan lahan sebesar 6 persen, energi baru terbarukan (EBT) sebanyak 1,5 persen. Sementara itu, isu Hak Asasi Manusia (HAM) sebanyak 24 persen.
Masalah perlindungan gambut, mitigasi bencana, polusi industri, perkebunan sawit, dan masyarakat hukum adat malah tidak mendapatkan tempat sama sekali.
“Ini mengindikasikan bahwa pasangan Prabowo-Sandi belum memahami persoalan lingkungan hidup Indonesia secara tepat dan belum memiliki konsep membangun tanpa merusak,” ujar Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan pada diskusi Membedah Visi-Misi Kandidat Presiden yang digelar oleh Yayasan Madani Berkelanjutan di Kedai Tjikini, Jakarta, Kamis (29/11).
Sebagai pengusaha, baik Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo maupun Sandiaga Uno diketahui memiliki aset lahan jutaan hektar dan turut menjalankan beberapa perusahaan di sektor perkebunan kelapa sawit, salah satunya PT Tidar Kerinci Agung milik Prabowo dan PT Provident Agro Tbk yang dipunyai Sandi. Sayangnya, perbaikan tata kelola industri sawit nasional tidak menjadi perhatian.
Sedangkan di sisi lain, isu perkebunan sawit berkelanjutan telah menjadi salah satu topik bahasan utama pemerintah Indonesia dan global, baik dalam konteks ekonomi, petani, dan lingkungan hidup. Sementara, praktik korupsi sumber daya alam terkait erat dengan minimnya keterbukaan informasi publik dalam konteks kehutanan.
Dengan demikian, perbaikan tata kelola sumber daya alam mesti dimulai dengan membuka akses informasi kepada publik, sebagaimana dikatakan oleh Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia, Soelthon Nanggara.
“Pemerintah ke depan harus benar-benar memperhatikan keterbukaan informasi. Dalam pengelolaan sumber daya alam, publik tidak hanya butuh keterbukaan soal sistem perizinan, tetapi juga sistem monitoring dan evaluasi dampaknya," katanya.
Keterbukaan informasi ini, lanjut Soelthon, harus menyeluruh. Tidak sekadar informasinya, namun juga akses atas dokumen berikut dengan peta-petanya. Kemudian yang terpenting, bukan hanya aturan atau kebijakan keterbukaannya.
"Melainkan bagaimana sebuah badan publik mengimplementasikan keterbukaan atas data dan informasi tersebut kepada publik,” kata Soelthon lagi.
Selain keterbukaan informasi, upaya mengatasi perubahan iklim global juga perlu diakselerasi dari sektor energi. Direktur Finansial dan Operasional Koaksi Indonesia, Nuly Nazlia, memfokuskan pentingnya komitmen dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih untuk mengakselerasi pencapaian target pemenuhan kebutuhan energi masyarakat Indonesia.
Target pemenuhan kebutuhan energi ini bisa dilakukan dengan menjadikan energi terbarukan dan pemanfaatan energi secara efisien sebagai pilihan pertama perencanaan ketenagalistrikan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada potensi lokal dengan didukung kebijakan, pendanaan, teknologi, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
“Khusus mengenai kebijakan pemerintah terkait bahan bakar nabati sebagai bagian dari energi terbarukan, seperti kebijakan bahan bakar B20 harus ditingkatkan. Ke depan harus melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi yang terukur dari hulu ke hilir sehingga tidak hanya memperhatikan kepentingan ekonomi semata tetapi juga mencakup kepentingan sosial dan lingkungan hidup,” kata Nuly.
Ia juga menyatakan bahwa komitmen pada kebijakan yang mendukung pembangunan berkelanjutan juga harus diperlihatkan dengan perbaikan tata kelola energi. Perbaikan ini harus menjunjung prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik, serta penegakan hukum dan transisi berkeadilan dari energi fosil yang menekankan pada upaya pemulihan menyeluruh.
========
Praboker pasti joget lagi ntar debat

2
2.2K
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan