Sakit, sebagaimana berbagai musibah lainnya, tentu kita semua tak ada yang menginginkannya. Dan jika musibah sakit itu datang, Rumah Sakit (RS) adalah salah satu alternatif tempat untuk berobat.

Bagi mereka yang berduit, tentu akan memilih Kamar RS Kelas VIP atau Super VIP jika harus menjalani rawat inap. Tapi bagi masyarakat kelas bawah, Kamar Zal atau Kelas 3 yang merupakan kelas terendah di RS, merupakan suatu keniscayaan.

Keluarga Ane termasuk orang yang sudah familiar dengan Kelas 3, walau sesekali naik ke kelas yang lebih tinggi (pindah) karena kondisi dan keadaan tertentu. Karena itu, Ane sebagai orang yang sering menjadi penunggu pasien keluarga yang rawat inap, dapat merasakan berbagai suka duka ketika menginap di Kamar Kelas 3 RS.



Berikut adalah sedihnya nginap di Kelas 3:


1. Kamar Mandi/WC) Bersama



Kamar Kelas 3 merupakan kamar besar (luas) yang menampung pasien 6 – 10 orang. Antar pasien biasanya hanya diberi sekat tirai kain, bahkan beberapa RS tidak memiliki tirai. Sedangkan Kamar Mandi / WC yang tersedia cuma satu. Betapa susahnya jika kebetulan lagi kebelet pepes atau BAB, sedangkan di WC lagi ada orang. Atau kalau mau mandi pagi, harus antre berjam-jam, bak tinggal di asrama. Karena selain pasien, penunggu pasien juga banyak, meski pihak RS secara formal membatasi penunggu pasien maksimal 2 orang. Namun kenyataannya di kelas 3 itu, penunggu seorang pasien bisa sampai 5 orang. Jadi, andai ada 6 pasien, dan masing-masing ditunggu oleh 2 orang saja, maka ada 18 orang yang akan menggunakan Kamar mandi/WC tersebut. Karena itu, jika pengen mandi, biasanya Ane lebih memilih pulang ke rumah. Kalau untuk BAK atau BAB, Ane berusaha mencari WC umum di sekitar RS.


2. Terbatasnya Fasilitas

Fasilitas seperti colokan listrik untuk mengeces HP atau yang lainnya hanya ada satu. Entah ini sama pada semua RS, tapi pada 3 buah RS yang ada di Kalsel yang pernah Ane alami, begitulah adanya. Maka untuk mengalirkan listrik ke tempat masing-masing, setiap pasien harus membawa sendiri kabel stok kontak, serta colokan cabangnya.

Fasilitas lainnya adalah kipas angin yang biasanya dipasang pada 4 sudut ruangan. Kadang seorang pasien kepanasan dan pengen menghidupkannya, namun pasien di sampingnya tak bisa/boleh kena angin. Serba salah, dan akhirnya terpaksa pasien yang kegerahan itu yang harus mengalah. Artinya, fasilitasnya ada, tapi belum tentu bisa dimanfaatkan.


3. Tidur di Lorong



Tidur di lorong (los) RS ini khususnya bagi penunggu pasien. Sebab di dalam kamar terasa sesak, baik karena banyaknya barang bawaan ataupun penunggu pasien. Karena itu, biasanya mereka menghamparkan tikar di lorong depan kamar untuk beristirahat, atau di tempat lain yang agak lapang. Repotnya, jika penunggu pasien baru bisa tidur menjelang pagi, mereka harus bangun lagi pada pukul 07.00, sebab petugas Cleaning Servis akan membersihkan lantai.


Adapun senangnya nginap di Kelas 3 adalah:

1. Rasa Kekeluargaan Antar Pasien

Karena nginap pada kamar yang sama, maka antar pasien dan keluarganya yang menunggu, terasa seperti sebuah keluarga. Mereka saling bantu, saling berbagi, saling curhat tentang keluhan pasien, bercerita tentang keluarga dan asal-usul, pekerjaan, kampung asal, dan berbagai hal lainnya. Mereka terlihat begitu akrab, padahal sebelumnya mereka tak pernah saling kenal, seolah disatukan oleh ikatan batin yang sama, yakni penyakit dan penderitaan.

Dengan demikian, pasien dan keluarganya merasa terhibur dan terbantu. Mereka merasa tidak hidup sendiri, tidak sendirian mengalami penyakit. Tapi masih ada orang lain yang mungkin lebih menderita, sehingga bisa menjadi lebih sabar.


2. Dapat Kenalan Baru

Nah ini nih yang gue demen. Sebagai penunggu pasien, kadang penunggu pasien di samping adalah cewek cakep. So, Ane bisa kenalan, tukaran nonor HP, dan sebagainya, sebab bisa ketemu setiap saat pada tempat yang sama. 

Itulah pengalaman Ane tentang suka duka nginap di kelas 3 RS. Lalu, bijimane pengalaman GanSis yang lain? Silakan share di sini! *

*Diolah sendiri, foto dokumentasi pribadi.