- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Semangat Berkarya Dua Sahabat Difabel Asal Bandung Barat


TS
User telah dihapus
Semangat Berkarya Dua Sahabat Difabel Asal Bandung Barat
Sabtu 26 Januari 2019, 11:18 WIB
Rachmadi Rasyad - detikNews

Penyandang disabilitas menginspirasi asal Bandung Barat (Foto: Rachmadi Rasyad)
Kita aja yg sempurna secara fisik kadang masih suka ngeluh-ngeluh...
Rachmadi Rasyad - detikNews

Penyandang disabilitas menginspirasi asal Bandung Barat (Foto: Rachmadi Rasyad)
Quote:
Bandung Barat - Dua orang sahabat, Cucu Sulaeman (27) dan Asep Mulyana (39), tetap semangat berkarya meski memiliki keterbatasan fisik. Penyandang disabilitas asal Kampung Cihamirung, RT 3 RW 12, Desa Mekarjaya, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, itu tidak pernah mengeluh dan saling memberi motivasi bermanfaat bagi masyarakat.
Sambil bertopang pada sebuah tongkat, Cucu menyambut dengan senyum yang hangat ketika detikcom mengunjungi rumahnya. Kemudian, dia pun duduk untuk menjahit tas berwarna kuning yang belum diselesaikannya menggunakan mesin jahit yang dibelinya dari uang hasil mengikuti pelatihan menjahit di Lembang beberapa waktu lalu.
Cucu mengatakan, sudah menekuni bidang menjahit selama tiga tahun. Sebelumnya, dia sempat bekerja dengan berkarya membuat sangkar burung berbahan dasar bambu.
Namun, bahan untuk membuat sangkar burung yang sulit diperoleh serta pengerjaannya yang memakan waktu lama membuat dia memutuskan untuk beralih dari pekerjaan tersebut.
"Udah hampir tiga tahun mengerjakan (menjahit). Sebelumnya punya pekerjaan membuat sangkar burung. Kalau sekarang waktunya lagi santai aja dan tidak ada pekerjaan iseng-iseng membuat sangkar," kata dia, Sabtu (26/1/2019).
Meski demikian, Cucu mengaku masih memiliki minat untuk bekerja membuat sangkar burung dan hingga kini masih membuatnya bila ada waktu senggang. Sangkar burung yang dibuat biasanya dijual melalui online atau digantung hingga memenuhi langit-langit rumahnya.
Cucu mengaku mulai belajar membuat serta memperoleh inspirasi mengenai sangkar burung melalui internet dan melihat temen-temannya yang juga suka membuat.
Harga yang ditawarkan untuk satu buah sangkar burung pun bervariatif mulai dari 80 hingga 200 ribu bergantung pada tingkat kesulitan dan lamanya pengerjaan.
"Bikin sangkar burung liat modelnya di Google terus liat-liat temen yang suka bikin. Untuk satu sangkar bisa sampai satu minggu tergantung kerumitannya. Kalau simpel mah bisa empat hari," jelas dia.
Saat ini, Cucu sedang menjalani pekerjaan sebagai buruh jahit yang tiap harinya menghasilkan tas dengan motif yang berbeda-beda. Dalam satu hari, dia bisa memperoleh uang 60 ribu. Meski hasilnya tak seberapa, dia mengaku tetap bersemangat menjalani pekerjaan tersebut.
"Jadi buruh jahit tidak menentu kadang 60 ribu sehari. Bahannya dari atasan di Kampung Cihamirung juga," tutur dia.
Tak jauh dari rumah Cucu, Asep juga berkarya dengan membuat kerajinan tangan yang dianyamnya sendiri. Asep mengaku mulai serius menekuni pekerjaan itu lebih dari satu tahun yang lalu. Dia belajar menganyam secara otodidak.
Dari kelihaian tangannya, bekas bungkus kopi disulapnya menjadi karya berupa tas, karpet, sajadah, bingkai foto, dompet, sarung galon, topi, tempat tisu, hingga mainan anak-anak. Bahkan, Asep mengaku ke depan hendak pula membuat kemeja.
"Ini ada tas belanja, tas gaul atau selendang, tas pesta, dompet, sajadah, bingkai foto, sarung galon, tempat tisu, topi, dan mainan," jelas dia didampingi sahabatnya, Cucu.
Asep menuturkan, bungkus kopi untuk membuat kerajinan tangan diperolehnya dari warga setempat, sekolah, hingga pabrik. Dia mengaku sudah mencintai dan merasa nyaman membuat kerajinan tangan dari bungkus kopi sehingga tidak menggunakan bahan lain.
Usai menerima bahan yang tercampur dengan bungkus makanan lain, Asep pun segera melakukan penyortiran. Jika bungkus kopi dalam keadaan kotor, biasanya dia mencucinya terlebih dahulu lalu dijemur.
Setelah dipastikan kering dan tak ada serbuk kopi, Asep lalu menggunting bungkus kopi tersebut yang ukurannya disesuaikan dengan modelnya. Satu buah kerajinan tangannya dihargai bervariatif dengan kisaran 50 hingga 200 ribu.
"Dari warga dapet campur. Terus saya sortir dan cuci kalau kotor terus dijemur. Yang penting serbuk dan bubuk kopinya hilang. Soalnya kalau ada bubuk kopi suka banyak semut. Abis dijemur saya potong disesuaikan dengan model atau bentuk yang hendak dianyam," terang dia.
Asep menyebut, bahwa Cucu mempunyai peran besar untuk memotivasinya agar terus berkarya. Sebelumnya, dia mengaku merasa minder karena sering dihina sehingga memilih untuk menutup diri dari lingkungan di sekitarnya.
Ke depan, Asep mempunyai keinginan untuk membuka toko sendiri yang bisa memuat hasil-hasil karyanya. Bahkan, dia pun ingin agar warga di kampungnya yang tidak bekerja bisa menirunya membuat kerajinan tangan dari barang bekas.
"Baru-baru ini saya berani bertatap muka dengan orang. Berkat dia (Cucu) saya berani sekarang. Dulu, saya malu karena sering diejek. Sering dihina pengkor mah, pincang mah. Daripada dihina makanya mending diem di rumah, dulu saya berpikir seperti itu," papar dia.
Baik Cucu maupun Asep mengaku selama ini memiliki kendala akses terhadap bahan baku dan memasarkan karyanya sehingga sulit untuk berkembang. Mereka baru mampu memasarkan karyanya di sekitar wilayah Kabupaten Bandung Bandung Barat.
Mereka pun berpesan kepada seluruh penyandang disabilitas agar tidak pantang menyerah meski memiliki keterbatasan fisik. Keterbatasan bukan hambatan untuk berkarya.
"Kalau dari kami, untuk temen-temen sesama disabilitas jangan menyerah, kalau kita bisa ya lakukan. Intinya jangan menyerah," tandas mereka diiringi senyum. (mud/mud)
Sambil bertopang pada sebuah tongkat, Cucu menyambut dengan senyum yang hangat ketika detikcom mengunjungi rumahnya. Kemudian, dia pun duduk untuk menjahit tas berwarna kuning yang belum diselesaikannya menggunakan mesin jahit yang dibelinya dari uang hasil mengikuti pelatihan menjahit di Lembang beberapa waktu lalu.
Cucu mengatakan, sudah menekuni bidang menjahit selama tiga tahun. Sebelumnya, dia sempat bekerja dengan berkarya membuat sangkar burung berbahan dasar bambu.
Namun, bahan untuk membuat sangkar burung yang sulit diperoleh serta pengerjaannya yang memakan waktu lama membuat dia memutuskan untuk beralih dari pekerjaan tersebut.
"Udah hampir tiga tahun mengerjakan (menjahit). Sebelumnya punya pekerjaan membuat sangkar burung. Kalau sekarang waktunya lagi santai aja dan tidak ada pekerjaan iseng-iseng membuat sangkar," kata dia, Sabtu (26/1/2019).
Meski demikian, Cucu mengaku masih memiliki minat untuk bekerja membuat sangkar burung dan hingga kini masih membuatnya bila ada waktu senggang. Sangkar burung yang dibuat biasanya dijual melalui online atau digantung hingga memenuhi langit-langit rumahnya.
Cucu mengaku mulai belajar membuat serta memperoleh inspirasi mengenai sangkar burung melalui internet dan melihat temen-temannya yang juga suka membuat.
Harga yang ditawarkan untuk satu buah sangkar burung pun bervariatif mulai dari 80 hingga 200 ribu bergantung pada tingkat kesulitan dan lamanya pengerjaan.
"Bikin sangkar burung liat modelnya di Google terus liat-liat temen yang suka bikin. Untuk satu sangkar bisa sampai satu minggu tergantung kerumitannya. Kalau simpel mah bisa empat hari," jelas dia.
Saat ini, Cucu sedang menjalani pekerjaan sebagai buruh jahit yang tiap harinya menghasilkan tas dengan motif yang berbeda-beda. Dalam satu hari, dia bisa memperoleh uang 60 ribu. Meski hasilnya tak seberapa, dia mengaku tetap bersemangat menjalani pekerjaan tersebut.
"Jadi buruh jahit tidak menentu kadang 60 ribu sehari. Bahannya dari atasan di Kampung Cihamirung juga," tutur dia.
Tak jauh dari rumah Cucu, Asep juga berkarya dengan membuat kerajinan tangan yang dianyamnya sendiri. Asep mengaku mulai serius menekuni pekerjaan itu lebih dari satu tahun yang lalu. Dia belajar menganyam secara otodidak.
Dari kelihaian tangannya, bekas bungkus kopi disulapnya menjadi karya berupa tas, karpet, sajadah, bingkai foto, dompet, sarung galon, topi, tempat tisu, hingga mainan anak-anak. Bahkan, Asep mengaku ke depan hendak pula membuat kemeja.
"Ini ada tas belanja, tas gaul atau selendang, tas pesta, dompet, sajadah, bingkai foto, sarung galon, tempat tisu, topi, dan mainan," jelas dia didampingi sahabatnya, Cucu.
Asep menuturkan, bungkus kopi untuk membuat kerajinan tangan diperolehnya dari warga setempat, sekolah, hingga pabrik. Dia mengaku sudah mencintai dan merasa nyaman membuat kerajinan tangan dari bungkus kopi sehingga tidak menggunakan bahan lain.
Usai menerima bahan yang tercampur dengan bungkus makanan lain, Asep pun segera melakukan penyortiran. Jika bungkus kopi dalam keadaan kotor, biasanya dia mencucinya terlebih dahulu lalu dijemur.
Setelah dipastikan kering dan tak ada serbuk kopi, Asep lalu menggunting bungkus kopi tersebut yang ukurannya disesuaikan dengan modelnya. Satu buah kerajinan tangannya dihargai bervariatif dengan kisaran 50 hingga 200 ribu.
"Dari warga dapet campur. Terus saya sortir dan cuci kalau kotor terus dijemur. Yang penting serbuk dan bubuk kopinya hilang. Soalnya kalau ada bubuk kopi suka banyak semut. Abis dijemur saya potong disesuaikan dengan model atau bentuk yang hendak dianyam," terang dia.
Asep menyebut, bahwa Cucu mempunyai peran besar untuk memotivasinya agar terus berkarya. Sebelumnya, dia mengaku merasa minder karena sering dihina sehingga memilih untuk menutup diri dari lingkungan di sekitarnya.
Ke depan, Asep mempunyai keinginan untuk membuka toko sendiri yang bisa memuat hasil-hasil karyanya. Bahkan, dia pun ingin agar warga di kampungnya yang tidak bekerja bisa menirunya membuat kerajinan tangan dari barang bekas.
"Baru-baru ini saya berani bertatap muka dengan orang. Berkat dia (Cucu) saya berani sekarang. Dulu, saya malu karena sering diejek. Sering dihina pengkor mah, pincang mah. Daripada dihina makanya mending diem di rumah, dulu saya berpikir seperti itu," papar dia.
Baik Cucu maupun Asep mengaku selama ini memiliki kendala akses terhadap bahan baku dan memasarkan karyanya sehingga sulit untuk berkembang. Mereka baru mampu memasarkan karyanya di sekitar wilayah Kabupaten Bandung Bandung Barat.
Mereka pun berpesan kepada seluruh penyandang disabilitas agar tidak pantang menyerah meski memiliki keterbatasan fisik. Keterbatasan bukan hambatan untuk berkarya.
"Kalau dari kami, untuk temen-temen sesama disabilitas jangan menyerah, kalau kita bisa ya lakukan. Intinya jangan menyerah," tandas mereka diiringi senyum. (mud/mud)
Kita aja yg sempurna secara fisik kadang masih suka ngeluh-ngeluh...

3
1.8K
Kutip
8
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan