Salam Sejahtera Para Penikmat TJ



TRANSJAKARTA, Transporstasi publik andalan warga Jakarta ini memang menjadi primadona bagi mereka yang sudah muak dengan segala hiruk pikuk kemacetan di Jakarta. Transjakarta pertama kali beroperasi pada tahun 2004, dan saat itu tampilan bus berwarna orange dengan logo seokor burung. Awalnya Transjakarta lebih akrab disapa dengan sebutan Busway dan beroperasi tidak sampai 24 jam, hanya sampai pukul 10 malam. Namun seiring berjalannya waktu, saat ini bus dan sistem transjakarta mengalami perkembangan yang cukup signifikan, diantaranya yaitu 1) jam operasional sudah ada yang 24 jam di sebagian koridor, 2) Menggunakan running teks untuk petunjuk bus, sebelumnya hanya menggunakan kertas bertuliskan angka koridor, 3) Memanfaatkan teknologi dan bisa tracking keberadaan bus menggunakan aplikasi Travi, 4) Tersedianya kursi prioritas, 5) Adanya petugas yang mengamankan jalur transjakarta agar steril dari kendaraan lain, 6) Terdapat berbagai jenis bus, dari ukuran kecil hingga besar, sehingga bisa menjangkau jalan-jalan kecil, dan 7) yang terbaru adalah peremajaan halte bus dengan menambah fasilitas toilet di dalam halte.



Memang benar, Transajakarta telah mengalami berbagai macam perubahan yang baik dari segi apapun terlebih dengan tagline yang diusungnya yakni #KiniLebihBaik menjadikan Transajakarta memiliki misi untuk menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Namun dibalik perubahan itu semua tentunya masih ada beberapa pekerjaan rumah untuk segera dibereskan agar pengguna Transajakarta semakin nyaman dalam menggunakannya, termasuk saya pribadi yang mulai beralih dari menggunakan sepeda motor ke transajakarta karena berbagai alasan kebaikan. Untuk itu berikut ini adalah beberapa poin yang sekiranya perlu diperbaiki oleh pihak transajakarta agar menjadi lebih baik lagi.

1. Jumlah bus yang masih kurang



Banyaknya jumlah bus yang ada sekarang, nyatanya masih tidak sebanding dengan jumlah penumpangnya. Terkadang ada beberapa koridor yang memang sangat jarang ditemukan bus transjakarta melewati jalurnya. Hal ini memang sebetulnya dipengaruhi oleh penyebaran jumlah bus yang tidak sama di tiap koridor. Hal ini memang diperlukan untuk menekan biaya operasional, namun apakah untuk sebuah kenyamanan, Transjakarta mengecewakan penumpang yang menuggu terlalu lama. Perjalanan bus satu dan yang lainnya biasanya berselang 15 menit sekali, namun jika kita hitung hal tersebut tidak sebanding dengan kenyataan yang ada, harusnya 15 menit tersebut tidak boleh landasan baku, sebaiknya harus ada penambahan bus ketika sudah memasuki jam sibuk.

2. Maksimalisasi Jumlah Penumpang Dalam Satu Bus



Jumlah armada yang tak sebanding dengan jumlah penumpang membuat penumpang tidak memiliki pilihan lain selain harus berdasakan di dalam bus. Memang akar masalahnya adalah jumlah armada yang beroperasi. Jika saja jumlahnya mencukupi atau bahkan lebih dari cukup maka tidak ada penumpukan penumpang. Namun dalam hal ini, alangkah baiknya apabila transjakarta menerapkan jumlah maksimum penumpang dalam satu bus, karena banyak saya temukan dan rasakan, para petugas seenaknya memasukkan penumpang padahal kapasitas bus sudah tidak mencukupi. Hal ini tentu saja tidak akan terjadi apabila jumlah armada yang datang setiap 5 menit sekali.

3. Kondektur yang Belum Ramah



Perkembangan transjakarta memang sudah cukup baik terlebih saat ini kondektur diharuskan memberikan salam ketika pintu dibuka dengan meletakkan tangannya ke dada. Ini cukup baik, namun sayang saya masih sering menemukan beberapa kondektur yang masih menaruh sikap arogan terhadap penumpang. Percaya atau tidak, sekaras apapun penumpang jika kondektur atau petugasnya ramah, maka penumpang pun akan demikian, sehingga semuanya akan menjadi lebih tenang. Sikap arogan ini suka terjadi, terlebih ketika petugas meminta kursi prioritas untuk diberikan kepada yang lebih layak. Memang jelas kursi prioritas tersebut sejatinya tidak diduduki oleh orang yang tidak termasuk ke dalam golongan prioritas namun alangkah baiknya jika pemberitahuan tersebut disampaikan dengan baik dengan nada yang tidak menyindir atau pun mengusir dan sebagainya. Karena kita tidak tahu bagaimana kondisi sebenarnya dari mereka yang sedang duduk disana. Dengan kata lain, "Sama-sama enak, kan lebih baik".

4. Pelayanan Top up yang Terbatas



Semenjak perubahan sistem pembayaran menjadi elektronik, para penumpang jadi lebih mudah dalam bertransaksi, terbukti dari jarangnya antrean yang terlihat pada loket-loket di halte bus. Hal ini dikarenakan para penumpang bisa mengisi saldo dengan estimasi biaya untuk seminggu, sebulan atau bahkan untuk setahun perjalanan. Namun ternyata, dalam hal ini para pengguna mandapat sedikit kendala karena adanya batasan waktu top up saldo. Saya pribadi pernah merasakan ketika ingin menggunakan transjakarta pada malam hari tepatnya pukul 23.00 dan itu adalah di halte central seperti Harmoni, Senen, dan Grogol yang notabene nya beroperasi 24 jam namun ternyata saldo saya benar-benar habis sehingga harus melakukan top up. Namun ternyata ada pembatasan operasional untuk melakukan top up di halte yakni hanya pukul 22.00. Ini sangat menyulitkan para penumpang yang memang saat itu sedang terdesak, sementara dari pihak petugas tidak ada solusi berarti seperti menyediakan tiket dengan membayar cash. Penumpang justru harus mencari orang lain yang berbaik hati yang bersedia kalau saldonya dipinjam dan diganti uang cash. Sangat menyulitkan.



Itu dia beberapa poin yang saya rasakan dan perlu adanya perbaikan dari pihak transjakarta, jikalau peningkatan kualitas pelayanan tersebut pihak transjakarta harus menaikkan tarif, saya kira sah saja asal sebanding dengan kualitas yang diberikan. Bagi kalian yang belum merasakan bagaimana perubahan pelayanan transjakarta hari ini. Marilah beralih.



Foto by transjakarta.co.id