Quote:
Jakarta, CNN Indonesia -- Cuaca masih kelabu setelah hujan reda di depan Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jumat (18/1). Tiga sosok berbalut baju koko keluar dari lapas tersebut. Mereka langsung dikerubuti para wartawan yang telah menunggu.
Salah seorang di antara mereka, Yusril Ihza Mahendra, mengaku diutus Presiden Joko Widodo untuk menemui terpidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir untuk mengabarkan rencana pembebasannya.
"Pak Jokowi mengatakan bahwa dibebaskan jangan ada syarat-syarat yang memberatkan beliau. Jadi beliau menerima semua itu dan ini bukan mengalihkan beliau seperti tahanan rumah tidak," ujar Yusril yang juga dikenal sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB).
Yusril tak memberi tahu mekanisme apa yang ditempuh Jokowi untuk membebaskan Ba'asyir. Dia hanya menyebut rencana pembebasan ini berdasarkan pertimbangan kemanusiaan.
Abu Bakar Ba'asyir bin Abu Bakar Abud lahir di Jombang pada 1938 silam. Ia menjalani kurungan bui di Lapas Sindur sebagai terpidana teroris dengan vonis 15 tahun penjara.
Vonis itu dijatuhkan pada 2011 di mana Ba'asyir disebut terbukti menjadi perencana dan penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di Pegunungan Jantho, Aceh pada 2010.
Masa Muda Aktivis, Membangun Pesantren, dan Gerakan Radikal
Jebolan Pondok Pesantren Gontor pada 1959 ini merupakan lulusan Fakultas Dakwah Universitas al-Irsyad, Solo pada 1963. Ia diketahui pernah menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Solo yang lalu masuk struktur kepengurusan Pemuda Al-Irsyad Solo, Gerakan Pemuda Islam Indonesia, dan Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam.
Pada awal dasawarsa 1970-an, Ba'asyir mulai merintis pendirian perguruan Islam. Ia akhirnya resmi mendirikan pondok pesantren Al-Mukmin di Dusun Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah pada 1972.
Hampir sedekade setelah pendirian pesantren tersebut, Ba'asyir ditangkap penguasa Orde Baru, Soeharto. Tuduhan atas penangkapannya bersama rekan seperjuangan membangun pesantren, Abdullah Sungkar, adalah menghasut orang menolak asas tunggal Pancasila dan melarang hormat pada bendera Merah Putih. Ia menyebut itu perbuatan syirik.
Akhirnya, Ba'asyir mendekam di bui kali pertama dengan vonis 9 tahun penjara. Pada 1985 saat Ba'asyir dan Abdullah menjadi tahanan rumah, keduanya melarikan diri ke Malaysia.
Di negeri jiran tersebut, Ba'asyir disebut memupuk pembentukan gerakan radikal, Jamaah Islamiyah. Afiliasinya disebutkan ke Al-Qaeda. Namun Ba'asyir menolak dikatakan demikian. Dia mengaku tidak membentuk satu gerakan apapun.
Walaupun begitu, nama Ba'asyir masuk ke dalam laporan badan intelijen Amerika Serikat (CIA).
Ketika Orde Baru runtuh pada 1998 silam, Ba'asyir kembali ke Indonesia dan terlibat dalam organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang berniat untuk menegakkan syariat Islam.
Pada 8 Agustus 2002, Majelis Mujahidin Indonesia mengadakan kongres I di Yogyakarta untuk membentuk struktur kepemimpinan. Ba'asyir disebut terpilih sebagai Ketua Mujahidin. Setelah itu, ia pun kembali mengajar di Pesantren Ngruki.
Namun, Ba'asyir bolak-balik ditangkap polisi, menjalani persidangan, dan divonis penjara. Pada 18 Oktober 2002, Ba'asyir ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus bom Bali.
Pada 3 Maret 2005 Ba'asyir dinyatakan bersalah dan divonis 2,6 tahun penjara atas konspirasi serangan bom Bali 2002, namun tak terbukti atas tuduhan terkait dengan bom 2003.
Saat peringatan Hari Kemerdekaan RI pada 2005, Ba'asyir menerima pengurangan hukuman dan baru bebas pada 14 Juni 2006. Pada 9 Agustus 2010 ia kembali ditangkap polisi dengan tuduhan pembentukan dan pelatihan cabang Al-Qaeda di Aceh.
Akhirnya pada 16 Juni 2011, Ba'asyir dijatuhi vonis 15 tahun penjara. Ia sempat berjuang melalui mekanisme hukum dari kasasi hingga Peninjauan Kembali (PK).
PK yang diajukan Ba'asyir pada 2015 silam ditolak Mahkamah Agung pada pertengahan 2016. Tempat penahanan Ba'asyir dipindahkan dari yang semula di Lapas Pasir Putih Nusakambangan jadi ke Lapas Gunung Sindur.
Ba'asyir sempat disebut berbaiat kepada kelompok radikal ISIS yang berbasis di Irak dan Suriah. Itu disebut-sebut karena pengaruh Aman Abdurrahman alias Oman yang pernah bergabung dalam Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) bentukan Ba'asyir.
Namun, Aman yang kemudian membangun Jamaah Anshar Daulah (JAD) membantah itu saat dirinya menjadi terdakwa terorisme di PN Jakarta Selatan pada 3 April 2018.
Alasan Pembebasan Gara-gara Faktor Usia dan Kesehatan
Nama Abu Bakar Ba'asyir kembali menghiasi pemberitaan setelah ia menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, pada awal Maret 2018.
Seiring sakitnya, sempat muncul kabar bahwa Ba'asyir akan dipindah ke Lapas dekat kampung halamannya di Jawa Tengah, menjalani tahanan rumah, hingga mulai mengajukan grasi. Namun, itu tak terjadi. Bahkan soal grasi pun ditegaskan kuasa hukumnya, Mahendradatta.
"Beliau menyatakan, 'sampai hari ini saya tidak bersalah'. Jadi [permohonan grasi] tidak akan dilakukan," kata Mahendradatta, 7 Maret 2018.
Pernyataan pada Maret tahun lalu itu kembali dikonfirmasi dan ditegaskan Koordinator Kuasa Hukum Ba'asyir, Achmad Michdan Jumat (18/1) . Michdan yang mendampingi Yusril di Lapas Gunung Sindur menegaskan Ba'asyir tak mengajukan grasi.
Yusril mengatakan Ba'asyir bebas murni dengan alasan kemanusiaan mengingat usianya sudah cukup tua dan sering sakit.
Ba'asyir, lanjut Yusril, juga sudah menjalani 2/3 masa tahanan dari putusan 15 tahun penjara pada 2011 karena terbukti menjadi perencana dan penyandang dana pelatihan kelompok bersenjata di pegunungan Jantho, Aceh, pada 2010. Perlu diketahui, sejak ditahan 2011 lalu, Ba'asyir sudah menjalani masa tahanan selama delapan tahun.
Yusril menyebutkan upaya pembebasan Ba'asyir ini sudah dilakukan sejak Desember 2018 lalu. Namun, saat itu masih ada syarat-syarat yang perlu dilengkapi untuk membebaskan Pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu.
Alasan ingin membebaskan Ba'asyir yang dikatakan Yusril itu pun dikonfirmasi Jokowi secara terpisah. Di sela kunjungan kerja di Kabupaten Garut, Jokowi mengatakan, "Memang alasan kemanusiaan. Artinya beliau kan sudah sepuh, ya pertimbangannya kemanusiaan."
SUMBER
saat maruf dijadikan cawapres
banyak yang tidak setuju
selain tua, beliau sudah lama sekali tidak menjadi pejabat pemerintahan tiba2 malah naik jadi cawapres
tentu fungsi utamanya adalah menghalau fitnah2 keagamaan
dan hal ini makin terlihat pada debat pertama, maruf hampir diam sepanjang debat
ini membuktikan bahwa capres bahkan cawapres tidak cocok di pegang oleh ulama
berhubung pilpres ini, jokowi di sandingkan dengan sandal saja pasti autowin
maka di pilihlah maruf sehingga seluruh rakyat indonesia kedepannya akan sadar
pilihlah pemimpin yang berkualitas sesuai bidangnya
dan jangan melihat dari sisi keagamaan
lalu
kenapa jokowi membebaskan ba`asyir?
untuk menunjukkan pada diri kalian sendiri bahayanya radikal
silahkan liat isi medsos maupun opini dari kedua kubu yang rata2 tidak setuju
dengan kata lain
secara ga lgsg kalian sadar akan bahaya radikalisme
lalu kenapa kalian masih memilih pemimpin yang mengaet ormas RADIKAL supaya jadi presiden?
jangan teriak benci pada radikal, tapi di lain pihak memilih kelompok yang mengaet kaum radikal?
sungguh kontradiktif bukan?
dengan kata lain
2019 wajib pilih jokowi