Velox et exactus : Sang pejalan sunyi (based on true story)
salam hormat agan agan.....
sebenernya ini bukan cerita ane, ane hanya meneruskan cerita dari kawan deket ane yang kebetulan, memiliki perjalanan hidup yang unik... ini cerita tentang perjalanan seorang "operative", memang berbau dunia abu abu yg biasa kita sebut intelijen, saya kenal beliau sebagai seorang "operator" hebat, kebetulan beliau ingin membagi pengalaman masa lalunya, tentu yang udah di edit dan sadur, sehingga tempat,nama tokoh dan teknik bisa disamarkan, keinginan beliau sederhana...membagi wawasan dan pandangan bahwa menjadi intelijen adalah profesi yang normal namun unik..... semoga agan agan berkenan, salam hormat.
(update berkala sesuai kiriman yang punya cerita)
Siang itu langit kota solo tertutupi awan gelap, waktu menunjukan hampir pukul 2 siang. Suara desingan senjata MP7 terus bersautan, sesekali diiringi suara desingan MP5 yang ku tembakan dari tanganku. Lapangan tembak di pinggiran kota solo hari itu cukup ramai, riuh percakapan terdengar diantara para penembak yang sedang berlatih. Tanpa memperdulikan penembak lain aku terus menghabiskan magasen MP5 ku yang kuisi sekitar 15 peluru. Aku terhenti sejenak. Aku pikir cukuplah untuk siang ini ku abiskan sekitar 80 peluru.
Sejenak aku duduk dipinggir lapangan tembak, kebetulan tidak jauh dari posisiku menembak ada saung yang diperuntukan untuk istirahat para penembak, aku terdiam dengan botol air mineral yang kubawa, sambil sesekali aku seruput isi botol tersebut yang kebetulan aku isi dengan jus buah naga. Pikiranku pengawang jauh kebelakang dalam benaku terbayang semua kejadian yang telah aku lalui hingga sampai pada titik ini.
Namaku Arthur, umurku 27 tahun aku lahir dari keluarga besar yang memiliki nama serta pengaruh luar biasa baik di kalangan politisi maupun kalangan preman di Indonesia. Namun itu hanya bagian dari keluarga besarku. Aku tumbuh di keluarga kecil yang sederhana, anak ke 2 dari 2 bersaudara, ya akulah si bontot yang terkenal dengan nakalnya serta keras kepala. Ayahku seorang karyawan dan ibuku seorang ibu rumah tangga.
Arthur kecil tidak pernah kekurangan kebutuhan, orang tua ku adalah pekerja keras yang sangat mendahulukan kepentingan anak anaknya. Terlebih ibuku, seorang wanita tangguh dengan disiplin sangat keras dan penanam rasa tanggung jawab yang handal pada anak anaknya. Aku tumbuh menjadi anak yang periang, pecinta petualangan dan cenderung di anggap nakal pada saat itu. Sedangkan kakak ku adalah laki laki yang tumbuh dengan segala “kelas dan elegansi”, sangat jauh bertolak belakang dengan ku.
Petualang? Yaa Arthur kecil senang menyusuri padang rumput, sungai-sungai, memanjat pohon di kebun kebun buah. Maklum dipinggiran Jakarta tempat aku tinggal pada jaman itu masih banyak sungai-sungai kecil, kebun kebun dan tanah lapang. Arthur kecil adalah anak yang aktif dan atletis yang bisa bergerak kemanapun dia mau dan sejauh yang dia mampu.
Tumbuh di keluarga yang tinggi nilai nilai disiplin membuat ku harus pintar pintar mengatur waktu, Karena bila telat pulang bermain bukan tidak mungkin amarah mendarat disisa hari. Tugas sekolah dan kesiapan untuk sekolah harus sudah di kerjakan tepat pukul 7 malam. Dibalik jiwa petualangku aku menyimpan hobby yang tidak dibayangkan oleh anak seusiaku pada saat itu, yaitu membaca. Apapun aku baca dari Koran hingga komik, tidak heran koleksi bacaan yang ada di kamarku sangatlah banyak mulai dari bacaan berat hingga ringan.
Aku ingat betul bagaimana kelas 6 SD aku menghabiskan waktu dimalam hari dengan membaca buku karangan Ir soekarno berjudul “ dibawah bendera revolusi jilid II” walaupun ejaan yang dipakai di buku kepunyaan oom ku itu memakai ejaan lama dan kertasnya mulai menguning, dengan telaten aku baca, banyak hal yang sulit ku mengerti pada saat itu dan baru aku mengerti belasan tahun kemudian.
Mungkin kedekatan ku dengan ayahkulah yang membuat aku memiliki rasa senang untuk membaca, beliau adalah orang yang memiliki wawasan luas yang didapat dari membaca buku, seorang ayah yang dibesarkan dikehidupan tentara (karena kakekku seorang tentara) yang akhirnya menurunkan jiwa petualangku, aku ingat betul sedari kecil aku tertarik pada persenjataan, ayahku membelikan ku buku tentang senjata, darisitulah aku mengenal mekanisme senjata baik tradisional maupun modern, mungkin pada saat itu aku satu satunya anak SD yang dapat menjelaskan secra detail bagaimana sejarah senjata AK 47 serta mekanisme kerjanya…. Hahahah.
Aku sering menanyakan segala hal pada ayahku dan hampir semua pertanyaanku bisa dia jawab, seorang lelaki penyayang keluarga yang sangat hebat. Arthur kecil tumbuh menjadi anak yang periang dan tergolong cerdas untuk ukuran seusianya. Berbeda dengan aku, kakaku seorang yang cenderung “rapih” dalam hidupnya terkadang kami selalu berkelahi karena dia melihat diriku sebagai sosok yang cuek, terutama soal penampilan, aku cenderung suka apa adanya, tidak menuntut haris mix and match terutama dalam berpakaian.
Kakaku cenderung menganggap rendah gaya ku, mungkin karena dia hidup penuh penggambaran seorang priyayi kerajaan (kebetulan keluargaku memiliki garis keturunan pangeran solo) yaa kalau di ibaratkan tentara amerika kakakku sosok Military police yang cenderung rapih dan tertata sedangkan aku adalah sosok navy seal yang bisa berpakaian urakan dan tanpa aturan kerapihan yang baku.
Tidak jarang aku direndahkan di tengah keluarga besarku oleh kakaku sendiri, terkadang aku merasa rendah diri, namun terkadang aku tidak peduli. Tidak jarang kami bertengkar hebat sampai pukul pukulan untuk menyelesaikan sebuah masalah, walaupun akhirnya masalah tidak juga terselesaikan.
Memasuki masa SMP kami sekeluarga mengalami takdir yang besar, ayahku meninggal dunia disebabkan oleh penyakit jantung bawaan dari lahir yang diketahui setelah beliau umur 47 tahun. Aku kehilangan seorang sahabat, teman sharing, seorang ayah yang tangguh. Pada saat itu pikiranku bergejolak hingga tak setetes air matapun sanggup aku jatuhkan. Sejak itu hidupku berubah, Arthur kecil tidak lagi punya tempat bertanya, tempat mengadu dan tempat berbagi cerita. Keadaan ekonomi juga berubah walaupun keluarga ayah ikut membantu sehingga untuk sekolah dan kebutuhan dasar kami tidak pernah kekurangan.
Beranjak dewasa aku tumbuh menjadi anak yang bisa dibilang aktif, walau secara fisik aku cenderung jauh lebih kecil dibanding kawanku yang lain. Masa SMP ku cukup menyenangkan, bukan karena aku anak yang pintar secara akademis, namun karena ibuku sangat aktif sebagai komite sekolah, jadi guru guru agak sungkan seandainya aku bertindak naka disekolah. Walaupun mereka yakin kalau dilaporkan ke ibuku hari itu juga aku bisa di damprat habis habisan. Walaupun nakal aku tidak pernah membolos atau mengambil uang bayaran sekolah, mungkin karena kedisiplinan yang ditanamkan oleh ibuku itu yang membuatku menganggap bolos sekolah dan korupsi uang bayaran bukanlah hal yang “boleh dicoba”. Masa masaku SMP inilah aku kenal dunia dunia tongkrongan. Mulai dari minum hingga judi, walaupun aku sendiri tidak suka bermain judi, paling pada saat itu aku minum sebatas beer atau anggur yang dibeli sembunyi sembunyi. Walaupun dikenal anak yang periang namun aku cenderung menghindar dari sorotan publik, aku tidak terlalu suka menjadi anak yang menonjol dan cenderung memilih menjadi “biasa” di tengah- tengah kehidupan sosialku.padahal jika mau aku mampu lebih berprestasi dan bisa jauh lebih terkenal.
Pada masa itu HP merupakan barang baru dan menjadi barang mewah, semua kawan-kawanku memiliki HP dan saling bersosialisai melalui SMS maupun telepon ( walau padasaat itu tariff masih tinggi) sedangkan aku memilih untuk tidak memegang HP bukan karena tidak mau namun cenderung tidak mampu, kasihan ibuku kalau aku meminta barang yang tergolong barang tersier pada saat itu. Tapi aku tidak sendiri, masih banyak kawanku yang tidak ber HP sehingga dalam lingkup permainanku tidaklah mempengaruhi banyak.
3 tahun masa SMP tidak meninggalkan kesan yang mendalam bagiku keculai saat ayahku pergi menghadap Sang Pencipta. Saat kelulusan aku bingung memilih SMA, nilaiku terbilang pas-pas an tidak bagus tidak pula jelek. Akhirnya aku memilih sebuah SMA swasta (lagi….. karena SD,SMP ku juga swasta) sekolah di selatan Jakarta ini dahulu terkenal dengan tawurannya. Dan ini pertama kalinya aku sekolah jauh dari rumah. Wilayah baru,tradisi baru, lingkungan baru memberikan tantangan tersendiri bagi diriku, aku yang notabene datang dari sekolah dengan tradisi “bermain” bukan tradisi “bertempur” harus adaptasi dengan cepat. Aku tidak sendiri, beberapa kawan SMP ku juga masuk sekolah yang sama dengan ku, namun tidak semuanya bertahan setidaknya 1 dari kawanku keluar karena tidak tahan tekanan mental kakak kelas yang luar biasa, bahkan seorang yang di cap jagoan di SMP ku saat masuk SMA ini kehidupannya bagai kucing basah.
Kelas 1 SMA hidup bagai neraka, setiap hari tidak kurang dari 2 kali tamparan senior mendarat di mukaku dan kawan kawanku, setiap pagi dan sore perintah tawuran selalu tersiar di telingaku,setiap hari uang kolektif selalu diminta oleh seniorku sebesar 2000 per orang, uang jajanku hanya 10.000 sehari, 4000 ongkos pulang pergi, 3000 untuk makan, 3000 uang kolekan, karena kolekan terjadi pada 2 sesi, istirahat pertama 2000 istirahat ke 2 1000 rupiah. Kadang kalau kolekan lagi banyak aku tidak makan sama sekali.
Ekonomi keluargaku memang sedikit menurun pada masa ini, karena ibuku harus fokus mengkuliahkan kakaku, dimana kuliahnya cukup mahal, meskipun keluarga besar ayahku membantu biaya kuliah kakaku namun ibuku tetap bertanggung jawab atas kuliah kakaku dan sekolahku. Pernah sewaktu-waktu aku tidak punya ongkos dan harus pulang jalan kaku ke rumah yang jaraknya kira kira 18 km dari SMA ku. Disiksa,dipalak,segala tindakan sudah pernah aku rasakan bahkan saat di tatar, yang namanya tendangan dan pukulan senior mendarat dibadanku yang cenderung kurus dan muku yang kutu buku ini (aku memakai kacamata sejak kelas 4 SD).
Masa SMA begitu sulit bagiku, semua penderitaan aku terima dengan lapang dada walaupun tidak ikhlas, pernah suatu hari kami dikumpulkan di WC pria hanya untuk di tamparin. Atau si suruh merokok dengan rokok yang dibasahi air kencing senior, semua tindakan itu atas dasar kekompakan. Di tengah semua siksaan itu aku berfikir dan bergumam dalam hati “ada tidak ya yang lebih tersiksa dari ini…? Tanggung kalo Cuma gini, kalo udah kecebur sekalian aja…!!!”. Suatu hari kakak kelasku menawarkan ikut pencinta alam SMA, dari desas sesus yang ku dengar ini merupakan ekskul sekolah yang illegal, diisi jagoan jagoan sekolah dan pendidikannya terkenal keras kadang tidak masuk akal. Pikirku “ apalagi yang lebih tersiksa dari ini” aku meng-iya-kan ajakn tersebut walaupun setiap waktu pendidikan tiba ibuku selalu melarang sehingga aku tak urung berangkat pendidikan, namun tiap latihan aku selalu ada dan loyalitasku tidak main main di tempat itu.
masa masa neraka kelas 1 bisa aku lewati hingga aku naik kelas 2 dan memilih IPS (bukan karena nilaiku buruk namun hasil psikologi yang diadakan sekolah mengatakan aku cocok di IPS). Kelas 2 semua seudah berubah, tidak ada lagi siksaan, tidak adalagi kelakuan aneh senior dll. Ada satu yang aku sadari semakin aku dewasa bahwa aku tidak memiliki kawan yang abadi, aku tidak tau sedari kecil walaupun memiliki kawan dekat bahkan hampir seperti saudara, namun, aku tidak pernah terlalu terbuka akan hal hal pribadi kepada temanku, buatku semua kawan sama tidak ada yang berhak tau lebih dalam tentang diriku, semua dimataku sama dan aku main dengan mereka tanpa membedakan ras,status ekonomi ataupun agama.
Prinsip inilah yang membuat aku bisa berada di tengah semua tongkrongan baik kakak kelas maupun adik kelas. Namun tak satupun mereka tau detail tentang aku sebagaimana persahabatan masa SMA yang di penuhi “sahabat sejati”,”geng”,”tongkrongan”. Buat aku semua sama dan aku bisa ada dimanapun aku mau, sehinggka kawanku ada dimana-mana pada saat itu.
SMA kelas 2 hobby ku tetap sama berpetualang dan membaca, aku bisa menghabiskan waktu di took buku dengan membaca buku buku biografi tokok tanpa membeli (yak arena tidak punya uang). SMA penuh kisah cinta? Mungkin tidak bagiku, dekat dengan wanita?? Banyak sekali….aku banyak dekat dengan wanita baik teman seangkatan maupun adik kelas, perasaan suka ada, namun apa daya aku cenderung rendah diri saat mau melangkah pada hubungan yang lebih dalam. Banyak pertanyaan bergejolak di kepalaku ( HP tak punya…bagaimana mau berkomunikasi, duit pas pasan… bagaimana mau ajak jalan, kendaraan gak ada….apa mau cewe di ajak kemana mana naik angkot dan bis???) ya aku lebih minder karena prihal ekonomi.
Hal ini yang membuat aku sering “memutus” komunikasi kepada wanita yang aku suka walaupun sebenarnya tinggal selangkah lalu jadian. Kadang aku menghilang tanpa kabar, bukan karena PHP atau jahat tapi lebih cenderung takut tidak bisa membuat pasangan bahagia (maklum masa itu jiwa muda). Sedangakan semua kawanku punya punya kendaraan, HP mereka up to date, membuat mereka mudah berkomunikasi dengan pasangan mereka dan berpergian dengan pasangan,aku bukannya tidak ingin seperti itu tp apa daya teringat kembali kepada ibuku yang susah payah mencari uang pasca ayah meninggal, tidak sampai hati bila aku meminta lebih.
Untuk menhilangkan rasa iri, aku lebih senang menghabiskan waktu ku di toko buku yang berada di mall-mall di selatan Jakarta. Suatu hari pada saat membaca buku biografi aku melihat buku tentang intelijen, disitu tertulis cerita tentang matahari, seorang intelijen wanita yang terkenal sepanjang masa. Aku cukup tertarik membaca cerita tentang Matahari sang intel legenda tersebut. Aku mulai berfikir dunia intelijen merupakan dunia yang menarik, aku mulai menelisik apa itu dunia intelijen, walaupun masih sebatas mencari lewat biografi-biografi tokoh atau buku buku cerita perang, karena internet pada saat itu belum semudah sekarang.
Rasa penasaranku kembali bergejolak kali ini bukan tentang “apa yang paling menyiksa” namun pada “apa itu intelijen?”. Aku tidak tau sama sekali dunia itu, bahkan cenderung asing di telingaku. Aku mencari berbagai sumber, terutama buku buku biografi, pada suatu hari aku menemukan buku biografi intelijen duni, wah senangnya bukan kepalang, karena saat aku membacanya aku seolah membayangkan tugas mereka yang penuh aksi dan intrik. Aku jadi senang nonton film seperti james bond yang penuh aksi.
Rasa semangatku mengetahui dunia intelijen sangat besar, terlebih ada 1 kejadian yang membuatku semakin kagum dengan “keagungan” dunia intelijen. pada saat itu aku datang ke sebuah pameran pendidikan dan disana ada booth sekolah tinggi intelijen Negara, salah satu taruni mempraktekan memasang senjata dengan mata tertutup. Bukan main aku kagumnya, aku ambil brosur daari booth tersebut dan mulai berfikir “ I have to be there…..i want that uniform”. Semakin kudalami artikel-artikel tentang intelijen dan apa yg ku dapat??? NOTHING!!! I’ve got NOTHING….namun impian itu terus hidup di dalam pikiranku. Tidak terasa aku sudah mau kelas 3 SMA. Semakin dekat dengan masa masa akhir sekolah.
Menurutku masa kelas 2 SMA adalah masa dimana semua lebih menyenangkan namun Arthur tetaplah Arthur yang dulu. Di cap anak nakal,pembuat onar, frontal dalam menyampaikan pendapat namun paling disiplin tetap tidak pernah bolos,berpakaian rapih dan taat bayaran sekolah. Hahahahah. Ketertarikan ku dalam dunia intelijen semakin mendalam, aku semakin penasaran dengan dunia yang diselimuti kabut dan banyak orang menganggap sebagai dunia yang penuh tipu daya. Sedikit demi sedikit aku mulai mempelajari dari PDF-PDF yang ku download, dari membaca cerita-cerita Intelijen yang kudapat dari buku. Dan aku tersadar bahwa ilmu-ilmu intelijen hakikatnya melekat pada diri setiap manusia, namun banyak orang yang tidak menyadari bahwa ilmu tersebut sebenarnya diaplikasikan pada kehidupan sehari hari setiap orang.
Pada dasarnya intelijen adalah masalah 3 hal, penyelidikan,penggalangan dan pengamanan. Ya ketiga hal tersebut sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seorang manusia. Namun kita sering tidak sadar menggunakan teknik-teknik intelijen dalam kehidupan sehari-hari atau lebih tepatnya tidak tahu bahwa itu adalah dasar kemampuan intelijen.hal inilah yang membuatku semakin mudah dalam bergaul,mengambil dasar keputusan bahkan dengan mudah akumendapat informasi-informasi yang krusial baik di tingkat tongkrongan anak anak maupun lingkup guru-guru. Hal ini pula yang membuatku mudah mendapatkan pengaruh baik dimata guru maupun dimata kawan kawan lainnya. Suatu hari terjadilah keributan kecil di sekolah “besar” ku. Keributan sepele antara guru dan murid, namanya santo, tipikal murid urakan namun memiliki banyak teman dan terkenal dengan solidaritas yang tinggi, konflik kecil tersebut membuat santo harus di keluarkan dari sekolah, karena entah sengaja atau tidak lawan yang ia hadapi adalah guru yang terkenal punya pengaruh di lingkungan sekolah maupun yayasan.
Pertentangan sangatlah besar dalam rencana ospek di cijantung, pertentangan terjadi disana sini, semakin bingung aku meredam gejolak penentangan ini, kepalaku berfikir keras apa yang aku harus lakukan demi suksesnya rencana ini, bagiku ini momen bagus menghilangkan segala pengaruh 2 kelompok sampah itu.
Kemunculan perbedaan pendapat ditengah mahasiswa yang aktif berorganisasi semakin bergejolak, namun kampus sudah menetapkan kebijakan, walaupun kebijakan tersebut terbilang kontroversial, beberapa mahasiswa yang vocal berusaha menentang kebijakan tersebut, namun aku tau tugasku adalah memperlancar kebijakan tersebut demi misi ku mengikis idiologi kubu kubu yang ada di kampus yang berpotensi masuk pada anak baru dan membentuk satu lingkaran setan yang sama.
Tidak mudah untuk membendung gerakan penolakan tersebut, 3 fakultas harus dilancarkan dan digalang demi berjalannya misiku, yang sebenarnya hanya tersasar pada 1 fakultas yaitu fakultas ku, namun aku tidak habis akal, aku sengaja tidak mengkonfrontir orang orang yang menolak kebijakan tersebut namun aku melakukan pendekatan pada mahasiswa umum yang notabene apatis dalam kelembagaan, mulai ku arahkan pemikiran mereka bahwa kebijakan kampus ini merupakan kebijakan yang positif demi kemajuan dan perkembangan calon mahasiwa baru kampus ku.
Langkah ini kutempuh sebagai langkah tandingan bagi orang orang yang kontra pada kebijakan, sengaja informasi palsu ku hembuskan lewat mahasiswa umum yang berbunyi, bahwa kubu kubu yang kontra merupakan orang orang yang menginginkan adanya plonco,bully dan sebagainya dalam kegiatan ospek, walaupun informasi ini sebenernya tidak 100% palsu. Dengan ku hembuskan isu ini, suara suara dukungan dari mahasiswa umum mulai bermunculan dan secara otomatis menjadi basis perlawanan pemikiran terhadap kubu kontra kebijakan. Kegiatanku mulai membuahkan hasil sekarang tugasku tinggal satu….. mempegaruhi Gita.
Yaaap gita…seorang wanita keras kepala dalam berargumen namun logis. Aku mulai menggunakan gita sebagai agen of influence. Gita sudah mendapat posisi dan jabatan di kelembagaan pada saat itu, aku mulai ajak dia berdiskusi tentang proses ospek.
“git…gmn menurut lo ospek di cijantung?” Tanya ku, “ gue juga masih bingung thur….banyak yang bilang acara kita bisa di ambil penuh sama tentara itu” kata gita, “lo yakin git? Tp kayaknya, masa iya sih kita gak punya porsi dalam kegiatan kita sendiri, pasti gak 100% di pegang mereka sih menurut gue, yaaaa kalopun mereka mau terlibat ngisi materi wajar aja, kan itu rumah mereka…lagian kita belom pernah ketemu dengan pihak mereka gmn kita mau tau…”
“iya sih bener, kita tunggu aja saat kita rapat dengan mereka” lanjut gita. Yapppp dalam benaku, aku menang berargumen, ada potensi gita sepemikiran dengan ku dan mau mendukung kegiatan yang akan berlangsung di cijantung itu.
Tibalah saat rapat dengan cijantung, yap mereka adalah kopassus. Ada 3 fakultas yang ikut rapat pada saat itu dari 4 fakultas yang dijadwalkan melaksanakan ospek di cijantung, gelombang pertama 3 fakultas gelombang ke dua 1 fakultas. Aku tidak khawatir dengan 2 fakultas karena mereka pasti mengikuti kebijakan yang kampus berikan namun untuk fisip dan komunikasi yang sebenernya aku khawatirkan, karena penolakan muncul dari sana, bagaimana aku mempengaruhi komunikasi??...... saat rapat berlangsung aku mengajak boone, untuk apa? Jelas sebagai agent of influence yang akan ku lepas di fakultas komunikasi.
Ternyata dugaanku benar, porsi yang di dapat mahasiswa sekitar 85%. Dan mahasiswa masih dapat menentukan kegiatannya sendiri,inilah yang menjadi pelecut bagi 4 fakultas yang akan melaksanakan kegiatan di cijantung dan sudah bisa ditebak suara suara kontra semakin tidak mendapat tempat baik dikelembagaan maupun di tengah mahasiswa.
Hari H pun dilaksanakan 3 fakultas mendahului. Kegiatan berjalan lancar, lebih banyak waktu kosongku ku habiskan untuk berbincang dengan tuan rumah cijantung, iniah awal pertemuan ku dengan sersan kardi dan sersan koko. 2 bintara pasukan khusus yang memang menjadi penghubungku selama berkegiatan. Kami bersenda gurau berkelakar serta saling bertukar pengalaman, namun ada satu hal yang ku curiga, mengapa dengan mudah orang orang ini menerima aku yang “asing” pikirku Cuma satu Adrian berada di belakang ini semua.
Hari kedua aku kedatangan boone dan rombongan fakultasnya, mereka mau meninjau kegiatan yang dilakukan oleh fakultas kami, aku menyambut boone dan rombongan, setelah berkeliling aku kembali berkumpul dengan para pelatih, aku dan boone berbincang baik mengenai ke aktivisan, pengenalan kesatuan, bahkan kami berdua di ijinkan untuk berkeliling wilayah wilayah yang di anggap rahasia dan sakral bagi kesatuan. Aki saat itu masih muda dan sangat terkesima. Sampai lah kita pada malam hari… istirahat?? No aku dan boone bersama pelatih-pelatih masih bersenda gurau, sampai seorang diantara mereka saya ingat betul pangkatnya peltu atau pembantu letnan satu, 30 tahun bertugas di pasukan khusus, sebut saja namanya pak zaid, dia menatap kami dan berkata “kalian bisa jadi agen…..” aku menanggapi dengan datar, namun boone sedikit menoleh dan melongok kearahku. Namun aku tau dalam hati kami pasti menjawab “ why not”.
Selang 1 minggu dari kegiatanku boone dan fakultasnya menjalankan kegiatannya, semua berjalan lancar, inilah awal ku memiliki kedekatan dengan pasukan khusus itu. Sejak berkegiatan disana, aku dan boone sering berkunjung ke markas, hanyak untuk sekedar ngobrol dan bertemu kawan kawan pelatih. Obrolan kami semakin hari semakin seru terutama dengan sersan kardi, yang kebetulan sama sama memiiki jalur akademis, sersan kardi juga menjadi dosen disalah satu kampus di Jakarta.mulai dari obrolan politik sampai masalah keamanan. Begitu juga dengan sersan koko.
Semakin lama, aku semakin dekat dengan cijantung bahkan saking dekatnya, beberapa bintara baru mengira aku adalah komandan mereka, waktu terus berjalan, tidak terasa sudah 1 tahun sejak pelatihan di cijantung. Saat itu aku sedang main ke rumah sersan koko, lalu dia berkata padaku “thur knp kamu gak bikin kelompok intelijen di kampus?, kamu bentuk aja, ajak si boone”
“ wah boleh juga itu bang, coba nanti saya pikirkan jalannya” kataku, padahal dalam hatiku justru bingung, bagaimana memulainya, pengalamanku belum ada untuk membentuk satu kelompok special yang berisi sudah pasti orang orang yang memiliki mental dan psikologi yang khusus pula.
Namun aku tidak patah arang, aku mulai spotting personel yang ku anggap bisa menjadi rekan untuk proyek ini. Dalam spotting ku aku menemukan beberapa kandidat yang cocok
1. Boone : mahasiswa karismatik, logis, memiliki jaringan luas dan yang terpenting dia mengikuti proses selama di cijantung
2. Zulfan : seorang yang notabene oportunis namun juga negosiator handal dalam setiap kegiatan, dia satu fakultas dengan boone.
3. Gita :…….. tak perlu di jelaskan, keras kepala dan martir nomor 1
Pada saat itu aku hanya menemukan 3 kandidat, aku terus melakukan pemantauan,pendekatan hingga mereka bisa ku rangkul. Kebetulan kita ada pada umur yang sama, sehingga menjabat di lembaga juga pada periode yang sama.walaupun kami ber 4 berada di lembaga yang berbeda-beda namun secara komunikasi kami tetap saling terjalin, bahkan untuk base camp, aku menyamarkan kelompok ini pada satu ruangan wadah mahasiswa. Sejujurnya, mereka ber 3 tidak pernah sadar kalau aku menggabungkan mereka untuk 1 alasan dan tujuan tertentu.
Kebetulan boone merupakan anggota wadah mahasiswa tersebut, aku semakin kenal dekat dengan anggota organisasi itu,yang ternyata di dalamnya ada beberapa orang yang memiliki potensi yang bagus sebagai agen of influence. Yaaaap bagai masuk ke tambang perak namun menemukan berlian dan uranium.
hari demi hari kami lewati dengan kegiatan demi
kegiatan. sampai 3 fakultas bisa bersatu, baik dalam
kegiatan internal maupun eksternal. aku bersama team
yang kuberi callsign the unit terus menciptakan
kondisi netral dalam setiap kegiatan kemahasiswaan,
terutama pada tahun itu sedang gencarnya gejolak
dalam pemerintahan mengenai isu kenaikan BBM yang
rencananya di lakukan oleh pemerintah. propaganda
demi propaganda tersebar baik diantara mahasiswa
maupun diantara pergerakan pergerakan. namun kondisi
yang aku dan the unit ciptakan sudahlah kokoh, kami
tidak akan ikut demo demo BBM. kami mengubahnya
dengan protes yang cukup elegan.
kami melakukannya langsung ke jantung para policy
maker dengan apa? dengan mengikuti seminar-seminar
yang mereka hadiri dan memiliki topik topik dimana
kami bisa mengkritisi, sebuah langkah beda yang cukup
elegan pada saat itu (sebelum acara politik dipenuhi
dgn ILC style).
boone dan gita aktif dalam mencari seminar-
seminaryang berkaitan dengan isu isu terkini pada
saat itu, disitulah kita mengkondisikan mahasiswa
untuk mengikuti seminar dan aktif mengkritisi para
ahli, pakar maupun pejabat yang berkaitan, hal ini
menjadi pemenuh hasrat kritik pengganti demo. karena
padasaat itu hasil analisa demo-demo yang terjadi
merupakan olah pikir para politisi untuk mendompleng
eksistensi mereka.
dengan cara yang kami susun, banyak diantara kami
yang jadi mengenal para pejabat terkait(bahkan sampai
sekarang masih sering berkomunikasi dan bertukar
pikiran). taktik kami sukses meredam potensi demo
yang akan terjadi.
suatu hari kami mendengar isu akan diadakan demo
besar di gedung DPR terkait sidang mengenai kenaikan
BBM. situasi begitu genting namun kami tetap pada
sikap tidak akan turun demo, teman teman the unit
yang pada saat itu telah mengalami pengembangan
anggota melakukan cipta kondisi di dalam kampus.
selang beberapa hari kami diundang oleh salah satu
kampus besar di JKT untuk rapat mengenai keputusan
mengikuti demo atau tidak, kebetulan 2 kampus yang
mengundang ini merupakan kampus yang memiliki sejarah
pada aksi reformasi 98.
disana aku,boone,harry (anggota baru),zulfan dan gita dan beberapa mahasiswa menghadiri rapat ang
dilaksanakan di sekitar grogol jakarta.
dalam rapat memang berjalan cukup alot, paparan data
dan argumen saling bersilang, namun entah jalan dari
Allah, mereka melunak dan memutuskan untuk tidak
mengikuti demo yang akan berlangsung 2 hari kedepan.
hal ini tidak lepas dari tekanan kami bahwa kami
tidak akan membuka pintu bila keadaan force major.
akhirnya 3 kampus besar memutuskan tidak mengikuti
demo yang rencananya terjadi di gedung DPR. selang
beberapa hari demo berlangsung dan akibat provokasi
keadaan menjadi rusuh. pagar DPR sempat rubuh
dan sidang memutuskan untuk menunda kenaikan BBM.....ahh politik sebuah alasan klise untuk melancarkan sebuah proyek yang lebih besar
Semua laporan yang masuk akan kami proses dalam 1-7 hari kerja. Kami mencatat IP pelapor untuk alasan keamanan. Barang siapa memberikan laporan palsu akan dikenakan sanksi banned.