kroco.riAvatar border
TS
kroco.ri
Proyek Infrastruktur Memperparah Defisit Neraca Perdagangan
Oleh: Andryanto S |

Angka defisit neraca perdagangan sepanjang 2018 merupakan level terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Sejumlah ekonom mempertanyakan mengapa kondisi tersebut bisa terjadi.

Indonesiainside.id, Jakarta — Ekonom senior Faisal Basri mengatakan defisit neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2018, yang mencapai angka US$ 8,5 miliar, merupakan level terburuk sepanjang sejarah Indonesia.

Menurut pengamatan dia, selain adanya defisit di sektor perdagangan minyak, ada juga sejumlah sektor non-migas yang total impornya naik tiga kali lipat, dari total kenaikan nilai ekspor. “Pertanyaannya mengapa? Kan, tidak ada permintaan yang tiba-tiba meningkat,” kata Faisal di Jakarta, kemarin.

Faisal menilai bahwa langkah pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur dalam beberapa tahun terakhir, ternyata ikut berkontribusi dalam memperparah defisit neraca perdagangan tersebut.

Sebab, dengan digenjotnya sektor infrastruktur oleh pemerintahan Joko Widodo saat ini, terdapat sejumlah impor bahan baku infrastruktur yang melonjak sangat tajam. “Jadi oke, ada efek dari impor yang terkait dengan proyek-proyek infrastruktur. Seperti misalnya baja, itu meningkatnya tajam sekali,” kata Faisal.

Karenanya, Faisal menilai, ironisme pembangunan sejumlah proyek infrastruktur yang justru dibangga-banggakan oleh pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla saat ini, nyatanya merupakan salah satu faktor penyebab tingginya defisit neraca perdagangan Indonesia di 2018 lalu.

“Ironis, defisit perdagangan (terparah) sepanjang sejarah. Defisit perdagangan itu hanya terjadi kira-kita tujuh kali sejak Indonesia merdeka, dan ini yang ketujuhnya langsung tertinggi dua kali lipat dari defisit (neraca perdagangan) terburuk sebelumnya,” ujarnya.
Baca Juga: Proyek Infrastruktur Pemerintah Menuai Kritik Berbagai Pihak

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2018 mengalami defisit, yakni mencapai US$ 8,57 miliar. Defisit neraca perdagangan makin bertambah karena pada Desember 2018 neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit sebesar US$ 1,10 miliar.

“Kalau kita lihat penyebabnya adalah lebih karena defisit migas yakni US$ 12,4 miliar. Sementara nonmigasnya kita masih surplus US$ 4,8 miliar,” kata Kepala BPS Suharyanto di Jakarta, Selasa.

Jadi, lanjutnya, yang perlu menjadi perhatian utama adalah sektor migas, di mana impor hasil minyak mentah menyebabkan defisit US$ 4,04 miliar. “Sementara untuk gas, kita masih mengalami surplus sebesar US$ 7,58 miliar,” tukas Suharyanto.

Suharyanto menyampaikan defisit neraca perdagangan tersebut termasuk yang terbesar jika dibandingkan dengan defisit yang pernah terjadi, yakni pada 2014 sebesar US$ 2,20 miliar, pada 2013 sebesar US$ 4,08 miliar dan pada 1975 sebesar US$ 391 juta.

Dia menambahkan selama 2018 perdagangan Indonesia dengan beberapa negara mengalami surplus, di antaranya dengan India surplus sebesar US$ 8,76 miliar, Amerika Serikat surplus hingga US$ 8,56 miliar dan Belanda surplus US$ 2,6 miliar.

Namun, perdagangan dengan sejumlah negara juga mengalami defisit, di antaranya perdagangan antara Indonesia dengan Tiongkok defisit US$ 20,8 miliar, Thailand defisit US$ 5,1 miliar dan Australia defisit US$ 2,9 miliar. (*/Dry)
1
3.9K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan