Kaskus

News

kartika2019Avatar border
TS
kartika2019
Petisi #kitaAGNI, Respons UGM Soal Pemerkosaan Mahasiswi Dianggap Janggal
Petisi #kitaAGNI,Respons UGM Soal Pemerkosaan Mahasiswi Dianggap Janggal
08 November 2018 16:37 WIB

Solopos.com, JAKARTA -- Kabar dugaan pemerkosaan terhadap mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) oleh sesama mahasiswa saat mengikuti kuliah kerja nyata (KKN) di Seram, Maluku, 2017 silam, menimbulkan banyak pertanyaan. Salah satunya adalah soal respons UGM yang dinilai janggal terhadap kasus yang sudah berlangsung lama itu.

Pada Rabu (7/11/2018), muncul sebuah petisi online yang dibuat atas nama #kitaAGNI. Tak ada identitas pembuat dokumen petisi yang bisa diakses melalui link Google Drive itu. Ada dua hal utama dalam petisi itu, yakni kejanggalan sikap UGM dan tuntutan terhadap UGM dalam kasus tersebut.
Rekomendasi Redaksi :


Petisi itu mempertanyakan siaran pers UGM merespons pemberitaan BPPM Balairung tentang kasus pemerkosaan terseut. Pembuat petisi menilai ada beberapa kejanggalan.

Pertama, petisi itu menilai pernyataan bahwa “UGM berempati terhadap penyintas dan telah serta tengah mengupayakan agar penyintas mendapatkan keadilan” tidak akuntabel. "Pernyataan tersebut tidak disertai dengan bukti konkret mengenai langkah-langkah penyelesaian apa yang sudah dilakukan dan apakah langkah tersebut sudah menyertakan aspirasi penyintas," tulis petisi itu.


Kedua, mereka mempertanyaan pernyataan bahwa “UGM telah dan terus mengupayakan agar penyintas mendapatkan perlindungan dan keadilan”. Dalam petisi itu, mereka menilai penyataan UGM merupakan misinformasi.


"Penyintas menerangkan bahwa Universitas Gadjah Mada belum menghubungi pihaknya untuk membahas mengenai pendampingan. Bahkan hingga kini, penyintas belum menerima pendampingan apapun dari Universitas Gadjah Mada. Penyintas justru merasa tidak dilindungi karena pihak Universitas Gadjah Mada memberikan inisial penyintas ke berbagai media," bunyi petisi itu.


Hal ketiga yang dikritik adalah pernyataan UGM bahwa "Tim Investigasi telah memberikan rekomendasi kepada pimpinan universitas yang kemudian telah dijalankan". Mereka menilai pernyataan itu tidak valid.


"Universitas Gadjah Mada memang sudah menerjunkan Tim Investigasi dan mengeluarkan rekomendasi, tetapi penyintas menyatakan bahwa hasil rekomendasi tersebut belum sepenuhnya diwujudkan dalam aksi konkret. Sejauh ini, yang sudah dilakukan Universitas Gadjah Mada hanya merevisi nilai KKN penyintas. Sedangkan, pengembalian biaya UKT semester 9 dan pemberian layanan konseling belum dipenuhi. Sanksi terhadap pelaku yang dijanjikan Tim Investigasi juga belum ada penindaklanjutan.


Pernyataan keempat yang dikritik adalah "Untuk selanjutnya, UGM akan segera mengambil langkah-langkah nyata yang diperlukan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum". Hal ini dipertanyakan karena penyintas belum pernah dihubungi UGM terkait rencana memproses kasus ini melalui ranah hukum. 


"Penyintas justru merasa bahwa pihaknya tidak ingin membawa kasus ke ranah hukum mengingat hukum di Indonesia tidak pernah berpihak pada penyintas kekerasan seksual.


Kesepakatan?


Sebelumnya, Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani menjelaskan sebelum berita ini mencuat di media massa, sebenarnya pihak UGM sudah melakukan investigasi atas Surat Keputusan (SK) Rektor UGM Panut Mulyono. Tim bekerja mulai April-Juli 2018 dengan mendatangi lokasi dan melakukan penyelidikan.


Dari hasil investigasi di lokasi KKN, tim menyodorkan beberapa rekomendasi dan rekomendasi tersebut juga atas persetujuan pelaku dan penyintas. Tim investigasi telah memberikan rekomendasi kepada pimpinan universitas yang kemudian telah dijalankan.


"Rekomendasinya di antaranya adalah evaluasi nilai KKN, penjatuhan hukuman, dan mengikuti konseling psikologi," katanya Selasa (6/11/2018) kepada Harian Jogja. Salah satu rekomendasi adalah memperbaiki nilai KKN korban yang sempat ditulis C karena terlibat kasus ini. Nilai akan diperbaiki menjadi A atau B.


Atas kesepakatan bersama pelaku dan korban, pada awalnya UGMmengira permasalahan sudah selesai. Namun akhir-akhir ini mencuat setelah Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung merilis tulisan berjudul Nalar Pincang UGM atas Kasus rudapaksaan.


Merespons pemberitaan Balairung tersebut, Iva mengatakan UGM berempati terhadap korban dan sedang mengupayakan agar yang bersangkutan mendapat keadilan. "Sebagai salah satu upaya untuk menyelesaikan persoalan ini, UGM telah dan terus mengupayakan agar penyintas [korban] mendapat perlindungan dan keadilan," katanya 

Selanjutnya, UGM akan mengambil langkah-langkah nyata yang diperlukan untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Pihak kampus juga akan memberikan tindak tegas secara akademis. "Jika terbukti melakukan tindak pidana pasti akan ada sangsi tegas secara akademik," kata Iva. "UGM pasti akan membantu korban mendapatkan keadilan," kata dia.

https://news.solopos.com/read/201811...anggap-janggal



Aliansi ‘Kita AGNI’ Tuntut Keadilan dari UGM

9 November 2018


Petisi #kitaAGNI, Respons UGM Soal Pemerkosaan Mahasiswi Dianggap Janggal

Kamis (8-11), Aliansi ‘Kita AGNI’ yang terdiri dari civitas academica berbagai fakultas di UGM menggelar aksi solidaritas bertajuk ‘UGM Darurat Kekerasan Seksual’ di Taman Sansiro, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM. Aksi tersebut diawali dengan memukul kentung sebagai simbol darurat kekerasan seksual di UGM. Aksi kemudian dilanjutkan dengan orasi, pembacaan puisi, dan pembacaan sembilan butir tuntutan yang sebelumnya telah disebar melalui laman daring.
Dalam aksi tersebut, massa peserta aksi secara bergiliran membubuhkan nama dan nomor induknya di baliho dan kain putih sebagai bentuk dukungan atas tuntutan aksi. Ulya Niami Efrina Jamson, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM, mengungkapkan tujuan pencantuman nama dan nomor induk peserta aksi untuk mempertegas bahwa peserta aksi itu riil dan identitasnya dapat diverifikasi. “Nama dan nomor induk peserta aksi tersebut nantinya akan kami antarkan ke rektorat,” tegasnya.


Cornelia Natasya, humas Aliansi ‘Kita AGNI’, mengatakan aksi tersebut dilakukan untuk menuntut agar UGM segera mengambil tindakan tegas terhadap kekerasan seksual yang dialami Agni (bukan nama sebenarnya) saat dirinya menjalani program Kuliah Kerja Nyata 2017 di Pulau Maluku. Dalam laporan utama BPPM Balairung yang berjudul “Nalar Pincang UGM atas Kasus rudapaksaan”disebutkan bahwa tim investigasi telah memberikan dua rekomendasi kepada universitas untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Namun, Natasya menyayangkan sampai saat ini belum ada tindakan tegas dari universitas terkait rekomendasi dari tim investigasi. “Yang jelas kami akan terus mendesak UGM untuk memberikan keadilan bagi penyintas dan sanksi bagi pelaku,” ungkapnya.


Erwan Agus Purwanto, Dekan Fisipol UGM, mengungkapkan bahwa sejak kasus tersebut bergulir secara internal pada 2017, Fisipol terus mendesak universitas untuk menindaklanjuti rekomendasi dari tim investigasi. Namun, ia menyayangkan belum ada tindak lanjut yang signifikan dari universitas. Erwan juga mengatakan hal tersebut yang kemudian membuat penyintas merasa diperlakukan tidak adil. “Mari kita desak agar universitas menghambat kelulusan pelaku sampai kasus ini tuntas,” ungkapnya.

Hening Wikan, salah satu partisipan aksi, mengatakan terdapat permasalahan struktural dalam birokrasi kampus yang menghambat Agni mendapatkan keadilan. “Hambatan tersebut adalah sikap para birokrat kampus yang tidak ramah dan tidak memiliki perspektif keadilan gender,” ungkapnya.


Hal senada juga diungkapkan oleh Natasya. Menurutnya, UGM sebagai institusi pendidikan sangat abai dan justru menunjukkan sikap yang sama sekali tidak berpihak terhadap penyintas. Ia juga menyesalkan beberapa pernyataan pejabat UGM yang menyayangkan keberanian Agni dalam mengadvokasi kasusnya. Selain itu, ia juga mengibaratkan kasus kekerasan seksual yang dialami Agni seperti puncak gunung es. Menurutnya, banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus namun sangat sedikit yang terekspos. “Aksi ini adalah bentuk solidaritas awal, yang jelas akan ada aksi dan pergerakan-pergerakan selanjutnya, penyintas-penyintas akan kembali berdiri dan berjuang bersama Agni,” tegasnya di sela-sela aksi.


Menanggapi aksi tersebut, Wikan berharap para penyintas kekerasan seksual di UGM dapat segera memperoleh keadilan dan penanganan yang seharusnya. “Dalam artian, regulasi di UGM mengenai kasus kekerasan seksual harus sudah jelas dan harus ada unit yang dapat menangani kasus-kasus tersebut secara khusus dengan perspektif yang sesuai,” pungkasnya.

http://www.balairungpress.com/2018/1...ilan-dari-ugm/

Rektor UGM Ingin Terduga Pemerkosa Lulus dan Jadi Orang Lebih Baik
Jumat 09 November 2018, 14:24 WIB


Petisi #kitaAGNI, Respons UGM Soal Pemerkosaan Mahasiswi Dianggap JanggalRektor UGM, Panut Mulyono. Foto: Usman Hadi/detikcom

Sleman - Rektor UGM, Panut Mulyono mengklaim bahwa pihaknya sejak awal mampu menyelesaikan kasus dugaan pemerkosaan mahasiswi KKN. Dia berharap baik terduga pelaku dan korban bisa lulus dari UGM dan menjadi orang yang lebih baik.

"Sehingga, sebetulnya kami ingin dua-duanya (baik terduga pelaku maupun korban) nanti lulus dari UGM menjadi orang-orang yang lebih baik dari yang sekarang, begitu ya, dan kelak bisa menjadi orang-orang berkontribusi bagi masyarakat bangsa dan negara," ucapnya Jumat (9/11/2018).

Hal itu disampaikan Panut kepada wartawan usai menjadi pembicara seminar nasional pascasarjana kimia 2018 bertema 'disruptive chemistry for a better life', di Gedung Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM siang tadi.

Baca juga: Soal Desakan Agar Terduga Pemerkosa Mahasiswi di-DO, Ini Kata UGM

Dia menjelaskan keyakinan UGM untuk bisa menyelesaikan masalah ini menjadi alasannya tak membawa kasus ini ke jalur hukum. 

"Saya sebagai orangtua itu sejak awal meyakini bahwa UGM mampu menyelesaikan persoalan ini berdasar dengan peraturan-peraturan yang ada di UGM, dan kami yakin bisa menghasilkan keputusan yang seadil-adilnya," ujarnya.

Panut menjelaskan, hingga kini baik terduga pelaku dan korban masih tercatat sebagai mahasiswa dan merupakan bagian dari keluarga besar UGM. Oleh karenanya, pihak UGM merasa berkewajiban memberikan edukasi dan sanksi yang konstruktif.

Baca juga: Menteri Yohana: Kasus rudapaksaan Mahasiswi UGM dalam Mediasi Keluarga

Menurutnya, dalam kasus ini UGM sangat menaruh simpati kepada korban. Pihak UGM, lanjut Panut, juga telah mengupayakan penyelesaian seadil-adilnya yang bisa diterima oleh korban dan pelaku pemerkosaan.

"Nah, ketika keputusan yang kami lakukan dengan seadil-adilnya, sejujur-jujurnya, itu dirasa belum memenuhi rasa keadilan. Kemudian mau dibawa ke ranah hukum itu bagi UGM tidak ada persoalan," ungkapnya.

Baca juga: Sudah Mendaftar, Terduga Pemerkosa Mahasiswi UGM Tak Boleh Wisuda

"Tetapi kami yakin sebetulnya bahwa tanpa ke ranah hukum UGM bisa menyelesaikan sendiri persoalan ini dengan sebaik-baiknya, dengan seadil-adilnya," pungkas Panut.

Sebelumnya diberitakan bahwa ada desakan kepada kampus untuk memberhentikan mahasiswa yang merupakan terduga pelaku rudapaksaan mahasiswi KKN. Salah satunya tuntutan dari sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam gerakan #kitaAGNI. Mereka menggelar aksi di halaman Fisipol UGM kemarin. Dalam aksinya, mereka melayangkan sembilan tuntutan kepada pihak kampus, salah satunya meminta pelaku di-Drop Out.

https://news.detik.com/berita-jawa-t...ang-lebih-baik

----------------------

Petisi #kitaAGNI, Respons UGM Soal Pemerkosaan Mahasiswi Dianggap Janggal
Kampus Biru (Blue Campus) itu bernama UGM

Ooooo ... begitu ... alangkah nikmatnya bisa menjadi mahasiswa UGM saat ini ... bila sampai tega merudapaksa teman kuliah sendiri, sanksi yang dijatuhkan pihak kampus nggak bakalan sampai dituntut secara humum, dan tetap bisa lulus kuliah.

emoticon-Sorry
1
2.6K
28
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan