- Beranda
- Komunitas
- News
- Beritagar.id
Bersiaplah memasuki revolusi industri 4.0


TS
BeritagarID
Bersiaplah memasuki revolusi industri 4.0

Ilustrasi: Otomasi dan robotik
Presiden Joko Widodo mengingatkan pelaku industri dengan hadirnya revolusi industri keempat. Itu disampaikan saat membuka pameran otomotif Indonesia International Motor Show, di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat (19/4/2018).
Di sektor otomotif, revolusi industri 4.0 akan membawa banyak perubahan dengan segala konsekuensinya. Industri akan semakin kompak dan efisien. Namun ada pula risiko yang mungkin muncul--berkurangnya SDM akibat otomatisasi dan robot misalnya.
Dunia saat ini memang tengah mencermati revolusi industri 4.0 ini secara saksama. Berjuta peluang ada di situ, tapi di sisi yang sebaliknya berjuta tantangan harus dihadapi.
Indonesia tak mau ketinggalan. Kementerian Perindustrian, sejak beberapa saat lalu meluncurkan "Making Indonesia 4.0" yaitu diskursus tentang peta jalan revolusi industri 4.0 di Indonesia.
Apa sesungguhnya revolusi industri 4.0? Prof. Klaus Martin Schwab, teknisi dan ekonom Jerman, yang juga pendiri dan Executive Chairman World Economic Forum, yang pertama kali memperkenalkannya.
Dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution (2017), ia menyebutkan bahwa saat ini kita berada pada awal sebuah revolusi yang secara fundamental mengubah cara hidup, bekerja dan berhubungan satu sama lain. Perubahan itu sangat dramatis dan terjadi pada kecepatan eksponensial.
Ini memang perubahan drastis dibanding era revolusi industri sebelumnya. Pada revolusi Industri 1.0, tumbuhnya mekanisasi dan energi berbasis uap dan air menjadi penanda. Tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin.
Mesin uap pada abad ke-18 adalah salah satu pencapaian tertinggi. Revolusi 1.0 ini bisa meningkatkan perekonomian yang luar biasa. Sepanjang dua abad setelah revolusi industri pendapatan perkapita negara-negara di dunia meningkat enam kali lipat.
Revolusi Industri 2.0 perubahannya ditandai dengan berkembangnya energi listrik dan motor penggerak. Manufaktur dan produksi massal terjadi. Pesawat telepon, mobil, dan pesawat terbang menjadi contoh pencapaian tertinggi.
Perubahan cukup cepat terjadi pada revolusi Industri 3.0. Ditandai dengan tumbuhnya industri berbasis elektronika, teknologi informasi, serta otomatisasi. Teknologi digital dan internet mulai dikenal pada akhir era ini.
Revolusi Industri 4.0 ditandai dengan berkembangnya Internet of/for Things yang diikuti teknologi baru dalam data sains, kecerdasan buatan, robotik, cloud, cetak tiga dimensi, dan teknologi nano. Kehadirannya begitu cepat.
Banyak hal yang tak terpikirkan sebelumnya, tiba-tiba muncul dan menjadi inovasi baru, serta membuka lahan bisnis yang sangat besar.
Munculnya transportasi dengan sistem ride-sharing seperti Go-jek, Uber dan Grab, juga room-sharing seperti Airbnb adalah contoh. Inovasi tersebut bahkan telah mendisrupsi bisnis transportasi dan sewa kamar yang sudah ada sebelumnya.
Kehadiran revolusi industri 4.0 memang menghadirkan lini usaha baru, lapangan kerja baru, profesi baru yang tak terpikirkan sebelumnya. Namun pada saat yang sama ada pula lini usaha yang terancam, profesi dan lapangan kerja yang tergantikan oleh mesin kecerdasan buatan dan robot.
Mengutip Jobs Lost, Jobs Gained: Workforce Transitions in a Time of Automation, yang dirilis [URL="https://www.mckinsey.com/~/media/McKinsey/Global%20Themes/Future%20of%20Organizations/What%20the%20future%20of%20work%20will%20mean%20for%20jobs%20skills%20and%20wages/MGI-Jobs-Lost-Jobs-Gained-Report-December-6-2017.ashx"]McKinsey Global Institute[/URL] (Desember 2017), pada 2030 sebanyak 400 juta sampai 800 juta orang harus mencari pekerjaan baru, karena digantikan mesin.
SDM yang rentan tergantikan masih adalah yang pekerjaannya lebih banyak melibatkan kekuatan fisik seperti operator mesin. Selanjutnya profesi yang berkaitan dengan mengumpulkan dan memproses data seperti akuntan dan paralegal.
Media inipun, sejak Februari lalu sudah menggunakan "robot wartawan" untuk membuat laporan hasil pertandingan sepak bola liga Eropa. Pekerjaan penulisan dengan variabel terstruktur, memang bisa digantikan robot.
Namun bukan berarti wartawan kehilangan pekerjaan. Penulisan reportase, in depth report dan analisis, sudah barang tentu (belum) tak bisa dikerjakan robot. Artinya kapasitas wartawan harus ditingkatkan.
Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri telah banyak memakan korban, dengan matinya perusahaan-perusahaan besar. Mereka umumnya tidak bisa mengantisipasi perubahan yang begitu cepat, mereka hanya berharap regulasi pemerintah bisa melindungi kepentingan bisnisnya.
Bagaimana kesiapan Indonesia mengarungi revolusi industri 4.0 ini, agar kita tidak hanya menjadi penonton saat perubahan besar terjadi? Para petinggi negeri ini harus kompak.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang P.S. Brodjonegoro, memercayai riset McKinsey & Co. Menurut dia, memasuki revolusi industri 4.0 Indonesia akan kehilangan 50 juta peluang kerja.
Sedang menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, sebaliknya. Revolusi industri 4.0 justru memberi kesempatan untuk Indonesia berinovasi. Revolusi yang fokus pada pengembangan ekonomi digital dinilai menguntungkan bagi Indonesia.
Alasannya, kunci utama pengembangan ekonomi digital adalah pasar dan bakat, dan Indonesia memiliki keduanya. Ia tidak sependapat bahwa revolusi industri 4.0 akan mengurangi tenaga kerja, sebaliknya malah meningkatkan efisiensi.
Indonesia memang bisa mendapatkan manfaat besar pada revolusi industri 4.0 ini, namun dengan syarat yang cukup berat. Yaitu mesti bisa membuat peta jalan yang bisa menghadirkan ekosistem kondusif terhadap perubahan besar yang tengah terjadi.
Ekosistem di sini tentu sangat luas, bagaimana suprastruktur siap masuk dalam perubahan tersebut adalah salah satu contohnya. Yaitu kesiapan masyarakat baik sebagai pasar maupun pelaku.
SDM juga harus disiapkan, sejak dunia pendidikan. Pendidikan vokasi seperti apa yang tepat untuk menangkap perubahan mesti dirumuskan dengan tepat. Begitupun akses kapital terhadap usaha rintisan yang melakukan inovasi, mesti mendapat perhatian.
Yang juga tidak kalah penting adalah regulasi yang tanggap terhadap perubahan besar ini. Kisruh aturan transportasi berbasis aplikasi yang saat ini terjadi adalah contoh buruk. Begitu pun polemik rencana pengenaan pajak terhadap semua pelaku e-dagang.
Dalam soal regulasi dan pajak tersebut, pemerintah sebagai regulator terkesan masih canggung beradaptasi dengan perubahan besar revolusi industri 4.0.
Di satu sisi menghendaki munculnya kreativitas dalam berbagai inovasi baru. Namun di sisi lain tidak bisa memberikan kepastian hukum terhadap inovasi tersebut. Bahkan pemerintah terkesan sudah ingin memetik hasil melalui pajak, padahal ekosistem e-dagang belum terbentuk secara matang.
Klaus Martin Schwab mengingatkan, pemerintah dapat gagal menggunakan dan mengatur perubahan ini, sehingga tidak menangkap manfaatnya. Bila itu terjadi risikonya sangat besar. Mungkin bisa terjadi masalah keamanan baru, pergeseran kekuasaan, ketidaksetaraan, bahkan fragmentasi dalam masyarakat.
Kita tentu berharap revolusi industri 4.0 tetap dalam kendali. Harus tercipta kesadaran bersama baik oleh pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat, bahwa perubahan besar dalam revolusi industri 4.0 adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.
Dengan segala potensi yang ada kita harus menjadi pelaku aktif yang mendapat manfaat atas perubahan besar itu.

Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...si-industri-40
---
Baca juga dari kategori EDITORIAL :
-

-

-



anasabila memberi reputasi
1
3.1K
2


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan