Kau berkata “ingin berjalan dan berjuang bersamaku”. Namun kenangan yang sirna hanya sebatas mimpi belaka, jiwa ini hanya bisa melanjutkan separuh mimpi yang kau inginkan. Dan, rencana ini tertulis di kertas putih yang menjadi pajangan sejak kau pergi. Aku ingin melihat, berbincang dan tertawa bersama. Tapi kenyataan selalu menampar secara halus bahwa AKU ini hanya bisa melihat kenangan dan tidak bisa mengulang kembali kenangan tersebut.

Pasal kehilangan ini hanya masalah waktu yang akupun tidak tahu, apakah aku masih bisa mengatakan salam perpisahan untuk terakhir kalinya atau tidak. Janji kita untuk menjadi dewasa dan tua bersama, melewati semua masalah dan kebahagian bersama. Namun, kini semua hanya sebatas kalimat yang tidak mungkin terjadi. Keinginan aku untuk melanjutkan rencanamu kita lanjutkan bersama di lain dunia. Izinkan aku meminta untuk selalu bersamamu, kemanapun kau pergi wahai sahabat. Izinkan aku menunggu beberapa waktu lagi untuk bisa berjalan bersama lagi dan melanjutkan rencana kita seperti seharusnya.

Waktu itu adalah kehidupan bagaikan air yang kau genggam akan selalu terjatuh dan kembali ke tanah. Begitu juga dengan kau sahabat, yang terjatuh lebih dulu. Dan maaf,  kau hanya bisa menunggu kedatangan sahabat yang bodoh ini. Karena akan ada saatnya aku akan kembali ke tanah dan menemanimu, tertawa bersamamu kembali. Dan terimakasih untuk semua waktu dan kenangan yang sudah kau berikan. Dan jangan lupakan diriku jika kita bertemu kembali nanti.