Kaskus

News

bayucemingAvatar border
TS
bayuceming
Kesultanan Ternate Kembali Panas
Kesultanan Kembali Panas


Kesultanan Ternate Kembali Panas
PANAS LAGI: Putra mendiang Sultan Mudaffar Sjah, Hidayat Sjah (kedua dari kiri) saat menggelar jumpa pers terkait kisruh Kesultanan Ternate, Minggu (6/1). HIZBULLAH MUJI/MALUT POST

TERNATE – Kesultanan Ternate kembali memanas. Kubu anak mendiang Sultan Mudaffar Sjah mendesak perangkat adat di bawah kepemimpinan kakak Sultan Mudaffar, Sultan Syarifuddin Sjah untuk membubarkan diri. Mereka dituding kerap menyalahgunakan dana hibah dari pemerintah dengan mengatasnamakan Kesultanan.
Tudingan itu disampaikan dalam konferensi pers Minggu (6/1) kemarin. Jumpa pers di pendopo kedaton tersebut dihadiri perangkat adat versi anak-anak mendiang Sultan Mudaffar dan salah satu putra Mudaffar, Hidayat Mudaffar Sjah. Selama ini, kubu ini juga yang menduduki kedaton.
Johukum Sangaji, Muchlis Abdullah dalam keterangan persnya mengungkapkan, pihak kedaton dengan tegas mendesak pihak kepolisian agar segera menertibkan perangkat adat (bobato) versi Sultan Syarifuddin. Pasalnya, mereka disebut ilegal lantaran dibentuk oleh segelintir oknum tanpa melalui mekanisme dan legitimasi. "Kami meminta ke pihak kepolisian agar segera menertibkan oknum yang kerap mengatasnamakan perangkat adat Kesultanan Ternate, yang kerap menggunakan simbol-simbol Kesultanan, sehingga menimbulkan reaksi dari bala kusu se kano-kano (masyarakat adat, red),” ujarnya.
Perangkat adat yang sah, tegas Hidayat Sjah, adalah perangkat adat yang bertempat di kedaton Ternate. Karena itu dia menyarankan agar bobato kubu sebelah. “Seperti yang ada sekarang, ini adalah perangkat adat yang sah. Namanya perangkat adat Dabu Se Barasi. Jadi mulai awal zaman hingga kini tdak ada yang namanya Kolano Masoa. Kosong dan itu memalukan. Yang ada hanya Alam Makolano, Jiko Makolano, Kie Makolano. Jadi bobato-bobato yang ilegal itu saya sarankan agar segera membubarkan diri," desaknya.
Sikap yang disampaikan ini bukan tanpa alasan. Muchlis menuturkan, dalam setiap kegiatan, baik yang dilakukan Pemerintah Kota Ternate maupun Pemerintah Provinsi Maluku Utara, nama Kesultanan Ternate selalu dicatut dan ikut dibawa-bawa kelompok sebelah. Mirisnya lagi, sambung dia, dana hibah untuk Kesultanan pada tahun 2015 hingga 2016 ikut raib. "Jadi dana untuk Kesultanan yang diterima oleh pihak Kesultanan yang ilegal di 2015 sebesar Rp 700 juta, disusul 2016 dengan jumlah yang sama. Tapi yang diberikan ke kedaton hanya taplak meja yang ada di depan kita ini. Bisa langsung difoto," sambung Hidayat.
Pemkot dan Pemprov juga diminta tak lagi menyertakan Sultan Syarifuddin dan perangkat adatnya dalam tiap kegiatan. Apalagi kubu seberang berada di luar kedaton. "Karena bagi kami, tatkala pemerintah melibatkan perangkat adat yang dijalankan oknum dan mengatasnamakan Kesultanan Ternate, sama halnya dengan pemerintah ikut melakukan pembiaran konflik di tingkat Kesultanan Ternate," cetus Muchlis.
Penggunaan dana hibah 2015 dan 2016 yang dinilai tak bertanggungjawab juga didesak ikut diusut. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Malut diminta turun tangan di samping kepolisian. "Kami minta ke pihak kepolisian dan BPK agar segera mengusut dana bantuan pemerintah, baik itu Pemprov maupun Pemkot ke Kesultanan Ternate yang semestinya diperuntukkan untuk Kesultanan Ternate namun telah digunakan oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan perangkat adat Kesultanan Ternate," tambah Muchlis.
Hidayat mengakui, beberapa hari lalu sekelompok orang dari kubu sebelah mendatangi kedaton. Mereka mengatasnamakan Fala Seng, terdiri atas para perangkat adat yang dianggap ilegal oleh kedaton. “Yang jelas, tujuan kedatangan mereka ke kedaton meminta agar om saya Hi. Syarifuddin Sjah selaku Kolano Masoa agar diangkat menjadi Kolano (Sultan) tetap dan meminta kami untuk mengalah. Makanya kami di sini melakukan perlawanan, bukan perlawanan fisik, tapi meluruskan adat se atorang," akunya.
Dia menjelaskan, Bobato 18 kubu sebelah merupakan hasil rekayasa Munir Tomagola dibantu adiknya Mahmud Zulkiram. Mahmud saat ini menjabat sebagai Jogugu (perdana Menteri) kubu Sultan Syarifuddin.
Saat disentil soal kepastian adanya pemilihan Sultan ternate lagi, Hidayat menjawab diplomatis. "Proses pemilihan dan pelantikan sultan itu harus berawal dari rakyat. Di setiap kampung ada yang namanya Bobato Gam yang dikepalai oleh kapita dan fanyira. Setelah dari Bobato Gam, aspirasi rakyat lalu dibawa ke lembaga adat yang lebih tinggi lagi, yaitu Heku dan Cim (atau kumpulan marga adat kesultanan Ternate), kemudian dibawa lagi ke Bobato 18 (dewan kerajaan) dan masih ada lagi proses lainnya," jabarnya.
Dalam waktu dekat, pihak kedaton bakal melayangkan surat dan laporan resmi ke Polda dan BPK untuk mengusut tuntas penggunaan dana. “Kalaupun tidak diindahkan maka kami bakal mengambil sikap tegas secara adat, termasuk dengan mencopot simbol-simbol Kesultanan yang kerap digunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab," sambung H. Rinto M. Tolangara selaku Fanyira Tolangara.
Terpisah, Ismunandar Aim Sjah, Kapita Lao (Panglima Laut) kubu Sultan Syarifuddin yang dikonfirmasi menyatakan Hidayat cs tak memiliki hak membubarkan perangkat adat di luar kedaton. "Dia (Hidayat, red) bukan Sultan, jadi tidak ada kapasitas mengatakan kami ilegal atau meminta kita membubarkan diri," katanya.
Diakui Ismunandar, asal mula pihaknya diangkat menjadi perangkat adat bermula dari diangkatnya Munir Amal Tomagola sebagai Kimalaha Tomagola. "Ini diangkat oleh mendiang Sultan (Mudaffar) sebelum wafat. Suratnya ada tapi di Jakarta, sebab pak Munir sedang di Jakarta," akunya.
Mantan anggota DPRD Kota Ternate ini menjelaskan, tujuan kedatangan pihaknya ke kedaton beberapa waktu lalu adalah untuk menyudahi kisruh di kedaton. "Kedatangan kami memang meminta agar kakak kandung Sultan Mudaffar, Sultan Syarifuddin, selaku Kolano Masoa bisa diterima ke di kedaton untuk menyudahi kekisruhan. Tapi justru ditanggapi dengan nada tinggi oleh Hidayat, makanya saat itu sempat terjadi percekcokan," jelasnya.
Semenjak mangkatnya Sultan Mudaffar 2015 lalu, singgasana Kesultanan Ternate hingga kini memang masih kosong. Sultan Syarifuddin diangkat sebagai Kolano Masoa untuk mengisi kekosongan sementara sembari menunggu sultan selanjutnya. Namun hingga kini belum ada tanda-tanda bakal dilakukan pemilihan sultan lagi. Sementara anak-anak mendiang Mudaffar diketahui berseteru dengan kubu Syarifuddin sejak awal pengangkatan Syarifuddin sebagai Kolano Masoa.(aji/kai)

Sumber : http://news.malutpost.co.id/index.ph...-kembali-panas
0
3.5K
18
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan