Ilustrasi tubuh gemuk | SUPERMAO /Shutterstock
Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa perantau yang datang ke Jakarta bisa mengalami penambahan lingkar perut sampai setengah sentimeter.
Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia adalah kota dengan populasi yang sangat tinggi.
Kondisi ini bisa jadi karena Jakarta merupakan sentral pemerintahan, ketenagakerjaan, bisnis, dan sebagainya.
Ternyata, Jakarta yang telah dianggap sebagai kota metropolitan juga bisa memberikan dampak kurang baik terkait berat badan.
“Orang Jakarta banyak yang mengalami kegemukan. Ada kecenderungan, orang daerah (perantau) yang datang ke Jakarta akan bertambah gemuk,” ujar Dicky Levenus Tahapary, SpPD-KEMD, PhD, seorang peneliti dari IMERI FKUI.
Dr Dicky mengatakan, pernah menganalisis orang Kupang yang bertandang dan bermukim di Jakarta. Ternyata, mereka mengalami penambahan lingkar perut sebanyak setengah sentimeter setiap tahunnya.
Analisisnya tersebut tentu saja mengkhawatirkan. Pasalnya, salah satu faktor penyebab diabetes melitus adalah kegemukan.
Penyakit diabetes, menurut para pakar, merupakan “akar” dari rangkaian penyakit tidak menular lainnya yang membahayakan kesehatan tubuh.
Jadi, bila dibandingkan pada tahun 2013, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi diabetes dari 2,5 persen menjadi 3,4 persen pada tahun 2018.
Angka tersebut menjadikan DKI Jakarta sebagai kota dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di Indonesia.
Dr Dicky pun menjelaskan bahwa tingginya angka diabetes di Jakarta terjadi karena dua faktor. Pertama, pola hidup yang tidak sehat. Kedua, program deteksi dini yang dilakukan pemerintah DKI Jakarta lebih baik dari kota-kota lainnya di Indonesia.
Dia menambahkan, deteksi dini diabetes baru menyasar sekitar 30 persen warga Jakarta.
“Ini adalah penderita diabetes yang sudah terdiagnosis, diperkirakan yang belum terdiagnosis mencapai 3 sampai 4 kali lipat,” imbuhnya.
Catur Laswanto, Asisten Kesejahteraan Rakyat Pemprov DKI Jakarta, mengaku bahwa saat ini kesadaran penduduk Jakarta untuk datang ke Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) masih rendah.
Gaya hidup tidak sehat orang Jakarta yang malas bergerak, kata Catur, membuat mereka semakin gemuk dan rentan terkena diabetes.
“Terbukti 60 persen penderita diabetes di Jakarta yang tercatat di Dinkes mengalami obesitas sentral,” jelas Catur.
Berdasarkan data dari Federasi Diabetes Internasional, pada tahun 2017 terdapat 10.276.100 kasus diabetes dideteksi di Indonesia atau sekitar 6,7% dari total populasi orang dewasa.
Profesor Jungfeng Zhang di Duke University pernah mengadakan penelitian mengenai hubungan hidup di kota besar dengan risiko kegemukan.
Dia menyimpulkan bahwa ada keterikatan antara udara yang terpapar polusi atau kotor dengan peningkatan berat badan.
Dia melakukan penelitian di Beijing menggunakan tikus.
Lalu, dia menemukan bahwa tikus yang sering terpapar polusi di Beijing memiliki berat badan lebih besar dibandingkan tikus yang setiap terpapar udara bersih.
Profesor Jungfeng melaporkan, tikus yang terpapar udara tercemar memiliki kolestrol 50 persen lebih tinggi, level trigliserida 46 persen lebih tinggi, dan total kolestrol 97 persen lebih tinggi.
Menurut penelitian, kondisi ini secara langsung berkontribusi pada disfungsi metabolik yang merupakan pemicu obesitas.
Usai 19 hari, peneliti mendapatkan fakta, yakni tikus yang terpapar udara tercemar memiliki bobot tubuh 18 persen lebih berat ketimbang tikus yang dibiarkan hidup di lingkungan dengan paparan udara lebih bersih.
Ternyata kegemukan juga memicu diabetes loh gan, dan DKI Jakarta dinobatkan sebagai kota dengan penderita diabetes tertinggi di Indonesia.