- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Jogja Dianggap Intoleran karena Pemotongan Salib, Sultan: Itu Konsekuensi


TS
dragonroar
Jogja Dianggap Intoleran karena Pemotongan Salib, Sultan: Itu Konsekuensi
Quote:

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X. (Dok. Arif Koes/ar)
Yogyakarta, Gatra.com- Salib pada nisan seorang warga Katolik, Albertus Slamet Sugihardi, di pemakaman Jambon, Purbayan, Kotagede, Kota Yogyakarta, dipangkas oleh warga setempat. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengomentari peristiwa itu.
Menurut dia, masalah itu telah diselesaikan oleh Wali Kota Yogyakarta. Kejadiannya, kata Sultan, tidak seperti yang berkembang di publik. Peristiwa itu juga tidak memicu demonstrasi.
"Tidak seperti itu yang terjadi. Itu bukan masalah pemotongan (salib). Itu masyarakat muslim di situ ada agama yang beda. Daripada ke (dimakamkan di daerah) Mrican sepakat dimakamkan di situ," ujar dia saat ditemui usai rapat terbuka Dies Natalis UGM ke-69, di kampus UGM, Sleman, Rabu (19/12).
Sultan mengatakan warga setempat juga telah sepakat. Menurut dia, kabar kejadian itu menyebar karena diviralkan di media sosial. "Enggak apa-apa viral tapi masalah sudah selesai," ujar raja Keraton Ngayogyakarta ini.
Jika kemudian karena kejadian ini, Kota Yogyakarta dianggap kota intoleran, Sultan menyebut hal itu karena dampak media sosial. "Itu konsekuensi karena diviralkan. Enggak ada masalah," ujarnya.
Sebagai informasi, sebelumnya pada Selasa (18/12) pagi, foto salib yang dipotong di makam Albertus Slamet tersebar di media sosial. Bejo bertanya pada keluarga Slamet. Menurut dia, istri Slamet tak keberatan. “Saya itu ikhlas, nggak apa-apa, biar tidak kasihan yang meninggal, karena banyak urusan yang diselesaikan,”kata Bejo menirukan istri Slamet. Istri dan keluarga Slamet belum bisa dikonfirmasi atas hal ini.
Setelah itu, surat pernyataan tertulis dan bermaterai dibuat. Isinya, istri Slamet, Maria Sutris Winarni, tak keberatan simbol agama di nisan suaminya dihilangkan. Surat ini ditandatangani Maria, Bejo yang dianggap tokoh masyarakat setempat, Ketua RT 53 dan Ketua RW 13. “Karena (fotonya) viral, baru ada (surat pernyataan) ini. Jadi clear enggak masalah,” kata Bejo.
Menurut Bejo, selama ini kampungnya rukun. Slamet juga aktif di kegiatan kampong seperti arisan, ronda, hingga melatih paduan suara ibu-ibu setempat. “Kemasyarakatan sini jalan. Soal agama juga tidak ada masalah. Tapi ini masalah ibadah, peribadatan. Kami tidak intoleran, kecuali satu soal peribadatan,” kata dia.
https://www.gatra.com/rubrik/nasiona...tu-Konsekuensi
makam sempit aja gak tau malu

Quote:
Yogyakarta Darurat Lahan Makam

YOGYAKARTA - Kota Yogyakarta tak hanya butuh ruang terbuka hijau (RTH) dalam jumlah yang ideal. Persoalan ketersediaan lahan terbuka untuk dimanfaatkan sebagai areal pemakaman juga menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkot Yogyakarta.
Berdasar kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta, dalam dua tahun ke depan diprediksi lahan makam di Kota Yogyakarta habis terpakai. "Ini harus segera ada solusi," kata Kepala Bidang Litbang Bappeda Kota Yogyakarta, Affrio Sunarno, Sabtu (22/4/2017).
Di Kota Yogyakarta saat ini tercatat ada 190 lahan pemakaman. Dari jumlah tersebut, 115 makam di antaranya berada di tanah negara dan Sultan Ground yang dikelola oleh masyarakat. Sedangkan makam milik Pemkot Yogyakarta yang dikelola melalui kecamatan ada empat lokasi namun sudah penuh semua.
Keempat makam itu adalah Makam Pracimoloyo Pakuncen di Kecamatan Wirobrajan, Makam Sasonoloyo di Mergangsan, Makam Sariloyo di Mantrijeron, dan Makam Utaraloyo Tegalrejo.
Menurut Affrio, selama empat tahun belakangan ini masyarakat memang belum terlayani dengan fasilitas makam yang baik. Bahkan, terbatasnya lahan makam dan kapasitas yang semakin penuh membuat biaya pemakaman terus melonjak. "Bisa mencapai sekitar Rp5 juta."
Menurutnya, solusi terdekat yang bisa ditempuh adalah optimalisasi lahan yang ada atau dengan pengadaan lahan baru di luar kota. "Jika terpaksa pengadaan, harus dibuat dulu peraturan daerahnya," ujarnya.
https://daerah.sindonews.com/read/11...kam-1492855293

YOGYAKARTA - Kota Yogyakarta tak hanya butuh ruang terbuka hijau (RTH) dalam jumlah yang ideal. Persoalan ketersediaan lahan terbuka untuk dimanfaatkan sebagai areal pemakaman juga menjadi pekerjaan rumah bagi Pemkot Yogyakarta.
Berdasar kajian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta, dalam dua tahun ke depan diprediksi lahan makam di Kota Yogyakarta habis terpakai. "Ini harus segera ada solusi," kata Kepala Bidang Litbang Bappeda Kota Yogyakarta, Affrio Sunarno, Sabtu (22/4/2017).
Di Kota Yogyakarta saat ini tercatat ada 190 lahan pemakaman. Dari jumlah tersebut, 115 makam di antaranya berada di tanah negara dan Sultan Ground yang dikelola oleh masyarakat. Sedangkan makam milik Pemkot Yogyakarta yang dikelola melalui kecamatan ada empat lokasi namun sudah penuh semua.
Keempat makam itu adalah Makam Pracimoloyo Pakuncen di Kecamatan Wirobrajan, Makam Sasonoloyo di Mergangsan, Makam Sariloyo di Mantrijeron, dan Makam Utaraloyo Tegalrejo.
Menurut Affrio, selama empat tahun belakangan ini masyarakat memang belum terlayani dengan fasilitas makam yang baik. Bahkan, terbatasnya lahan makam dan kapasitas yang semakin penuh membuat biaya pemakaman terus melonjak. "Bisa mencapai sekitar Rp5 juta."
Menurutnya, solusi terdekat yang bisa ditempuh adalah optimalisasi lahan yang ada atau dengan pengadaan lahan baru di luar kota. "Jika terpaksa pengadaan, harus dibuat dulu peraturan daerahnya," ujarnya.
https://daerah.sindonews.com/read/11...kam-1492855293
Diubah oleh dragonroar 19-12-2018 07:41
3
16.9K
Kutip
275
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan